Mudik Hari Raya dalam Perspektif Pendidikan

Odemus Bei Witono
Direktur Perkumpulan Strada, Pengamat Pendidikan, Mahasiswa Doktoral Filsafat di STF Driyarkara, Jakarta, dan Penggemar Sepak Bola.
Konten dari Pengguna
8 April 2024 10:32 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Odemus Bei Witono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi persiapan mudik hari raya, sumber: Pexels.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi persiapan mudik hari raya, sumber: Pexels.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mudik hari raya dalam perspektif pendidikan merupakan momen istimewa bagi para perantau yang tinggal tersebar di kota-kota besar. Bagi mereka, mudik bukan hanya sekadar perjalanan fisik kembali ke kampung halaman, tetapi juga merupakan bentuk penghubungan kembali dengan akar budaya, tradisi, dan identitas yang terkadang terabaikan di tengah kesibukan perkotaan.
ADVERTISEMENT
Dalam kegiatan mudik ini, tak jarang melibatkan anak-anak sekolah yang turut serta bersama keluarga mereka. Relevansi antara mudik dan anak-anak sekolah terletak pada pentingnya memperkenalkan dan mengakarkan nilai-nilai tradisional kepada generasi muda.
Melalui pengalaman mudik, anak-anak dapat memahami lebih dalam tentang asal-usul keluarga mereka, serta belajar menghargai dan melestarikan warisan budaya yang telah diteruskan dari generasi ke generasi.
Partisipasi anak-anak sekolah dalam mudik juga dapat memberikan kesempatan belajar tentang keragaman budaya di Indonesia, karena seringkali kampung halaman mereka merupakan tempat di mana tradisi-tradisi lokal masih dijaga dengan kuat. Selain itu, momen mudik juga menjadi waktu berharga bagi anak-anak untuk mengenal lebih dekat dengan keluarga besar dan tetangga di kampung halaman.
ADVERTISEMENT
Interaksi sosial yang intens ini dapat memperkaya pengalaman dan wawasan anak-anak tentang keberagaman masyarakat Indonesia. Dengan demikian, mudik tidak hanya menjadi perjalanan fisik semata, tetapi juga menjadi wadah pembelajaran berharga bagi anak-anak sekolah dalam memahami dan menghargai keberagaman budaya serta nilai-nilai tradisional yang dimiliki bangsa Indonesia.
Secara sosiologis, mudik merupakan peristiwa tahunan yang ditunggu-tunggu oleh individu maupun kelompok-kelompok dalam keluarga sebagai momentum berkumpul kembali dan merayakan ikatan kekeluargaan. Hal ini tidak hanya menjadi sarana untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih, tetapi juga menjadi kesempatan memperkuat jalinan hubungan sosial di dalam masyarakat.
Mudik bukan sekadar perjalanan antara kota atau provinsi, tetapi juga memiliki makna simbolis mendalam dalam konteks kehidupan sosial. Kebersamaan dan kehangatan yang tercipta selama perjalanan mudik memperkuat rasa solidaritas dan kebersamaan di antara anggota keluarga, serta menciptakan memorabilia berharga bagi mereka.
Ilustrasi macet, saat mudik menuju kampung halaman, sumber: Pexels.
Namun, meskipun mudik dianggap sebagai momen istimewa, perjuangan menuju kampung halaman tidaklah mudah. Tidak sedikit orang yang merasa kelelahan, ngantuk, bahkan mengalami aneka kejadian tidak menyenangkan. Selain harus menghadapi padatnya lalu lintas di jalanan, para pemudik juga perlu berhati-hati terhadap oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan situasi hiruk pikuk arus mudik untuk kepentingan pribadi mereka.
ADVERTISEMENT
Tindakan seperti pencurian, penipuan, atau tindak kriminal lainnya dapat mengancam keselamatan dan kenyamanan para pemudik, mengingat situasi yang penuh dengan keramaian dan kebingungan di tengah perjalanan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk meningkatkan pengawasan dan keamanan selama musim mudik guna memastikan bahwa perjalanan menuju kampung halaman berlangsung dengan aman dan nyaman bagi semua orang yang terlibat.
Ketidaktahuan atau kurang kesadaran akan momen-momen penting dalam kehidupan sosial bisa membuat orang kehilangan kesempatan untuk benar-benar merasakan dan menghayati makna hubungan sosial yang sebenarnya.
Sebagai contoh, ketika saya pernah melakukan mudik sambil menikmati mi bakso di sebuah warung, saya menyaksikan seorang anak sekolah dan beberapa orang dewasa yang juga ikut mudik, sepanjang waktu makan, terus menerus sibuk melakukan video call dengan orang lain yang berada di tempat jauh.
ADVERTISEMENT
Dalam contoh tersebut, momen makan bersama di warung seharusnya menjadi kesempatan saling berinteraksi dan berbagi cerita antar anggota keluarga atau teman, namun ternyata menjadi terpecah oleh kehadiran teknologi yang kadang-kadang membuat orang merasa terhubung dengan yang jauh, tapi pada saat bersamaan membuat orang itu merasa terputus dari yang ada di sekitar secara fisik dan emosional.
Sering kali, keterlibatan dalam aktivitas virtual seperti video call tersebut memicu kurang perhatian terhadap interaksi sosial yang sebenarnya terjadi di lingkungan sekitar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan kehadiran dan keterlibatan emosional dalam setiap momen sosial yang dialami, karena hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas hubungan sosial dan pengalaman bersama yang dirasakan.
Orang itu mungkin saja menikmati teleponnya, tetapi mereka melewatkan kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan orang-orang yang berada di sekitar meja makan. Mungkin saja mereka tidak benar-benar menikmati momen ngobrol dengan keluarga yang duduk bersama di satu meja, karena saya melihat kakek dari orang itu hanya diam saja tanpa bersuara, mungkin takut mengganggu cucunya atau orang lain yang sedang sibuk dengan telepon mereka.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, dalam upaya untuk terhubung dengan orang-orang jauh melalui teknologi, seringkali malah kehilangan koneksi dengan orang-orang dekat yang ada di sekeliling secara fisik. Hal ini mencerminkan betapa pentingnya kesadaran akan kehadiran dan keterlibatan emosional dalam setiap momen sosial yang dialami.
Keberadaan teknologi yang semakin canggih memang memberikan kemudahan untuk terhubung dengan orang-orang jauh, tetapi sekaligus menghadirkan tantangan baru dalam mempertahankan kualitas interaksi sosial di lingkungan sekitar.
Ilustrasi quality time, bermain bersama keluarga, sumber: Pexels.
Penting untuk menyadari bahwa momen-momen bersama seperti saat makan atau bermain bersama keluarga memiliki nilai yang tidak ternilai, karena di dalamnya terdapat peluang untuk mempererat ikatan sosial dan menciptakan kenangan yang berharga.
Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab bersama untuk memperhatikan dan menghargai keberadaan orang-orang di sekitar dalam setiap momen sosial yang dialami, serta memastikan bahwa teknologi hanya digunakan sebagai alat memperkuat, bukan mengganggu, hubungan sosial yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan akhir, mudik hari raya dalam perspektif pendidikan bukan sekadar perjalanan fisik menuju kampung halaman, tetapi juga merupakan kesempatan untuk melepaskan diri dari kepenatan hidup, merajut kembali ikatan dengan keluarga, dan mendapatkan pengalaman yang sarat dengan edukasi.
Bagi orang tua dan bersama anak-anak mereka dalam perjalanan mudik menjadi waktu quality time yang sangat istimewa. Hal ini adalah saat yang tepat untuk merasakan suasana kekeluargaan yang lebih erat dan menghargai kebersamaan di antara anggota keluarga.
Semoga setiap keluarga yang merayakan momen ini dapat menikmati kehangatan dan kebahagiaan yang tercipta dari kebersamaan mereka.
Selain itu, momen mudik menjadi waktu berharga bagi anak-anak untuk mengenal lebih dekat dengan keluarga besar dan tetangga di kampung halaman, menciptakan ikatan kekeluargaan yang erat dan memperkaya pengalaman serta wawasan mereka tentang keberagaman masyarakat Indonesia secara langsung.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, mudik tidak hanya menjadi sekadar perjalanan, tetapi juga menjadi ajang pembelajaran dan memperkuat kembali nilai-nilai kebersamaan serta keberagaman budaya yang merupakan kekayaan bangsa.