Ilmuwan Menemukan Sistem Pertahanan dalam Tubuh yang Menangkal Flu Burung

Konten Media Partner
2 Juli 2023 16:45 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petugas memeriksa ayam untuk tanda-tanda infeksi flu burung di sebuah peternakan unggas di Darul Imarah di provinsi Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petugas memeriksa ayam untuk tanda-tanda infeksi flu burung di sebuah peternakan unggas di Darul Imarah di provinsi Aceh
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah ilmuwan telah menemukan sistem pertahanan dalam tubuh manusia yang mampu menangkal hampir semua jenis virus flu burung.
Flu burung telah lama menjadi penyebab dari empat pandemi sejak 1918 dan membunuh jutaan manusia.
Sebuah penelitian yang dipimpin oleh Universitas Glasgow menunjukkan bahwa pengalaman umat manusia dalam melalui keempat pandemi tersebut serta bertahan melewati musim flu telah menciptakan cara-cara baru dalam tubuh untuk melawan flu burung.
Tim penelitian itu memperkirakan suatu saat manusia akan dapat memprediksi jenis flu unggas yang memiliki risiko penyebaran tertinggi.
Para ilmuwan awalnya menyelidiki sejumlah insiden berantai. Mereka mengkaji momen-momen ketika seseorang terinfeksi oleh virus dari hewan. Lompatan antarspesies itu merupakan tahap kritis dalam awal-mula terjadinya pandemi baru.
Dalam pengujian laboratorium, para peneliti menemukan bagian dalam kode genetika kita, yakni DNA, yang teraktivasi ketika berkontak dengan infeksi. Bagian itu disebut BTN3A3 (meskipun menurut para peneliti namanya masih sangat panjang).
Data penelitian itu, yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, menunjukkan bahwa BTN3A3 menjadi aktif di bagian hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Hal itu mengurangi kemampuan virus flu burung untuk menjangkiti manusia.

Apakah itu berarti kita aman dari risiko terinfeksi flu burung?

Para petugas mengamankan unggas yang mati karena terserang virus dambil mengenakkan alat pelindung agar tidak terinfeksi
Peneliti Dr Rute Maria Pinto mengatakan “hampir semua” jenis flu burung tidak bisa menembus sistem pertahanan ini sehingga umumnya “mereka terblokir olehnya, dan tidak bisa melompat [dari unggas ke manusia].”
“Mayoritas dari virus yang menyebar ke manusia dan bahkan virus pandemi sejauh ini, memiliki [kekebalan terhadap BTN3A3] jadi mereka mampu melewati blokade [sistem pertahanan] itu dan menginfeksi [manusia],” tambahnya.
Selalu ada peluang bagi flu burung untuk melakukan lompatan lintas-spesies dan menginfeksi manusia.
Sebab, ada berbagai macam virus flu yang ditemukan dalam burung liar dan unggas yang berisiko tinggi karena jumlah ternak unggas sangat banyak dan dekat dengan manusia.
Pandemi flu pada 1918 diyakini berawal dari unggas dan diestimasi telah membunuh 50 juta orang.
Lebih lanjut, para peneliti menemukan jenis flu burung lain yang disebut H7N9 memiliki tingkat kekebalan lebih tinggi terhadap BTN3A3 pada 2011 dan 2012 sebelum kasus infeksi pada masnusia pertama ditemukan pada 2013.
Agar dapat menembus benteng pertahanan BTN3A3, virus flu burung akan terus berevolusi sampai akhirnya berhasil menyerang manusia.
Oleh karena itu, para peneliti memiliki tujuan untuk menganalisa atau mencatat secara rutin kode genetik flu yang sedang menyebar di antara unggas agar dapat mendeteksi jenis yang paling berbahaya dan menanganinya.
Profesor Massimo Palmarini, Direktur Pusat Penelitian Virus di Glasgow, Skotlandia mengatakan: “Dalam masa yang akan datang, kami akan mampu memecahkan teka-teki ini.”
“Berdasarkan susunan sebuah virus, kami akan dapat mengatakan virus itu memiliki kans sebesar 90% untuk berpindah dari unggas ke manusia, sedang virus lain hanya memiliki peluang 10%.”
Dengan begitu, mereka dapat mempersiapkan langkah-langkah mencegah penyebaran virus yang lebih terpusat dan membantu mengendalikan virus yang memiliki risiko tinggi menginfeksi manusia.

Wabah flu burung terbaru

Populasi unggas dunia saat ini sedang dilanda oleh wabah flu burung terbesar yang pernah tercatat.
Virus yang disebut H5N1 memiliki riwayat menginfeksi manusia yang melakukan kontak erat dengan hewan terinfeksi, namun hingga sekarang virus itu belum berpindah dari manusia ke manusia lain.
Profesor Palmini mengatakan "lebih dari 50%” dari sampel virus yang diambil dari unggas serta “semua dari tujuh kasus” yang ditemukan pada manusia tahun ini, memiliki kekebalan terhadap BTN3A3.
“Itu adalah kekhawatiran pertama, kedua adalah virus ini telah menyebar lebih cepat dibandingkan sebelum-sebelumnya,” kata Palmini kepada BBC.
Namun, kemampuan untuk menembus BTN3A3 bukanlah satu-satunya hal yang membuat virus ini berbahaya bagi kesehatan manusia.
Dr Stephen Oakeshott, Ketua Departemen Infeksi dan Imunitas di Dewan Riset Medis, mengatakan: “Penelitian menarik ini menggambarkan bagian penting dalam teka-teki yang sangat rumit terkait transmisi virus antara spesies.”
“Pengetahuan saintifik mekanistik semacam ini, digabungkan dengan pengawasan genetik, dapat menjadi jendela untuk meneliti risiko penyakit-penyakit baru yang dapat menginformasikan perencanaan kesehatan masyarakat."