Novel Baswedan: Kurangnya Perlindungan Hukum Bagi Penegak Hukum di Indonesia

briana batrisyia
Mahasiswa Fakultas Hukum UPN "Veteran" Jakarta
Konten dari Pengguna
16 Desember 2020 18:55 WIB
comment
25
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari briana batrisyia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perlindungan hukum merupakan upaya yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum untuk melindungi hak dari setiap subjek hukum agar tidak dilanggar. Lembaga penegak hukum yang dimaksud antara lain adalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan RI, Advokat, Hakim, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
ADVERTISEMENT
Namun, beberapa penegak hukum di Indonesia masih sering mendapat kekerasan (berupa fisik/nonfisik) dari para oknum yang melakukan berbagai cara untuk menjaga kepentingannya. Seperti kasus yang dibahas pada tulisan ini, yaitu penyiraman kepada Novel Baswedan tahun 2017 lalu dan menyebabkan kerusakan mata hingga 95 persen.
Potret Novel Baswedan (foto diambil dari google photos dan diedit)
Perlu waktu yang cukup lama dan berliku untuk mengungkap penjahat dibalik kejadian tersebut, tetapi Novel Baswedan tetap bertahan demi mengungkap aktor di balik penyerangan terhadapnya.
Mengutip perkataan Novel Baswedan pada Diskusi Publik ke-5 dalam channel YouTube BEM FH UPNVJ, “… Saya diserang bukan sekali, tapi beberapa kali. Bahkan ada upaya-upaya tertentu untuk menyerang KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang dilakukan sedemikian tersturkturnya, bahkan orang-orang KPK yang diserang tidak ada satu pun yang di ungkap”.
ADVERTISEMENT
Kriminalisasi terhadap pegawai KPK juga sulit dimungkiri bahwa hal tersebut adalah salah satu agenda corruptor fight back. Jika diperhatikan, peristiwa kriminalisasi terhadap pegawai dan pimpinan KPK selalu didahului oleh pengusutan KPK terhadap korupsi-korupsi besar (mega korupsi) di Indonesia.
Kasus penyiraman kepada Novel Baswedan pun ditutup dengan janggal. Dua anggota kepolisian aktif ditetapkan sebagai tersangka karena tiba-tiba menyerahkan diri.
Akan tetapi, Novel Baswedan mengaku tidak yakin bahwa kedua terdakwa merupakan pelaku sebenarnya. Ketidakyakinan tersebut didasari dari penyidik dan jaksa yang menangani kasus tidak dapat menjelaskan keterkaitan pelaku dengan bukti.
Akhirnya, dua terdakwa penyerang Novel, masing-masing divonis 2 tahun penjara dan 1 tahun 6 bulan penjara karena disebutkan bahwa penyerangan tersebut tidak terencana. Dalam putusan hakim, mereka terbukti bersalah karena telah melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Alasan pelaku melakukan kejahatan tersebut disebabkan rasa dendam terhadap Novel yang dianggap telah mengkhianati institusi Polri.
Sepatutnya, masalah penegakan hukum ini harus benar-benar dibenahi dan segera ditangani oleh seluruh warga negara Indonesia agar bangsa Indonesia menuju bangsa yang adil dan tidak ada ketimpangan hukum.