DPRD Gorontalo Dinilai Belum Mampu Jawab Tuntutan Mahasiswa Soal Pekerja Asing

Konten Media Partner
22 Juli 2020 18:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
DPRD Provinsi Gorontalo menggelar rapat dengar pendapat bersama mahasiswa dari aliansi barisan rakyat bersama rakyat (Bar-bar). Rabu, (22/7). Foto: Dok bantahyoid (Fadhil Hadju)
zoom-in-whitePerbesar
DPRD Provinsi Gorontalo menggelar rapat dengar pendapat bersama mahasiswa dari aliansi barisan rakyat bersama rakyat (Bar-bar). Rabu, (22/7). Foto: Dok bantahyoid (Fadhil Hadju)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
GORONTALO - Senin (20/7), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo menggelar rapat dengar pendapat bersama mahasiswa dari aliansi barisan rakyat bersama rakyat (Bar-bar). Rapat tersebut merupakan tindak lanjut dari aksi yang sebelumnya dilakukan pada, Kamis (16/7).
ADVERTISEMENT
Rapat tersebut dipimpin Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Paris R.A Yusuf, serta dihadiri oleh Komisi IV Bidang Kesra dan Iptek. Dalam rapat tersebut juga dihadiri oleh anggota legislatif yang merupakan daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Gorontalo Utara.
Hadir perwakilan dari Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo, Dinas Imigrasi Provinsi Gorontalo dan perwakilan perusahaan pembangunan PLTU di Tanjung Karang, Gorontalo Utara.
Rapat tersebut belum mampu menjawab pertanyaan yang dibawa oleh mahasiswa. Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Paris R.A Yusuf menuturkan, akan ada pertemuan lanjut terkait hal itu. Rapat berikutnya akan menjelaskan kembali terhadap harapan mahasiswa tentang hal-hal yang menjadi tuntutan mereka.
“Mudah-mudahan dari komisi akan menindaklanjuti ini. Kami juga sudah berkoordinasi dengan pihak perusahaan untuk menghadirkan beberapa hal,” ujar Paris.
ADVERTISEMENT
Kata Paris, untuk isu yang dibawa oleh mahasiswa sudah terjawab dalam rapat dengar pendapat itu. Masalahnya pada persoalan data.
“Semuanya sudah jelas. Tetapi ada beberapa yang belum tuntas, nantinya akan dibahas pada pertemuan berikutnya,” terangnya.
Ditempat yang sama, Komisaris Utama PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP), Saidi Marasabessy, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendengarkan dan paham tentang aspirasi yang dibawa oleh para mahasiswa. Dan pihak perusahaan akan berusaha mencari jalan tengah tekait hal itu.
“Tentu kami di perusahaan akan berusaha untuk melanjutkan proyek itu. Apa pun yang terjadi,” paparnya.
Salah satu tuntutan mahasiswa yaitu mengenai para pekerja lokal di Kabupaten Gorontalo Utara yang terkena PHK. Terhadap hal itu, Saidi menuturkan pihaknya meminta data untuk itu. Namun, pihak perusahaan merasa tidak melakukan PHK terhadap siapa pun.
ADVERTISEMENT
“Nanti kami lihat, siapa tahu masih ada data yang tersembunyi. Tapi dari direksi kami mengatakan belum ada. Kami akan periksa. Mudah-mudahan tidak ada,” terangnya.
Saidi menjelaskan latar belakang pembangunan PLTU yang membutuhkan TKA asal Tiongkok. Awalnya kata dia, pihaknya ditawarkan oleh Gubernur Gorontalo untuk bisa membangun PLTU. Kemudian PLN membuka tender.
“Kami ikut. Tentu untuk masuk di tender itu harus sudah ada partner, karena menyangkut besaran anggaran,” paparnya lanjut.
Saidi melanjutkan, dari hasil tender itu PLN melihat anggaran yang ditawarkan oleh pihaknya yang palin rendah. Tawaran tersebut sudah dengan mengikut sertakan perusahaan dari Tiongkok.
“Itulah latar belakangnya. Bukan karena sudah ditentukan baru kami gandeng Tiongkok. Karena menggunakan teknologi dari sana jadi lebih murah. Itu satu paket,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Saat ini jumlah data TKA yang bekerja di PLTU tersebut berdasarkan data kontraktor perusahaan adalah 138 orang. Dan baru-baru ini terdapat delapan orang ketambahan.
“Tambahan 227 TKA itu belum fix. Karena masih mengurus izin. Menambah TKA itu dikhususkan untuk mempercepat dan menyelesaikan pembangunan PLTU tersebut,” paparnya.
Adapun tanggapan dari pihak perusahaan terhadap penolakan TKA oleh mahasiswa ini, bagi mereka hal itu tidak mungkin dilakukan. Karena mesin dan tenaga kerjanya berasal dari Tiongkok.
“Kami berusaha meyakinkan,” tuturnya.
Sementara itu, koordinasi aksi Aliansi Bar-bar, Hidayat Musa menuturkan, landasan pihaknya menolak TKA asal Tiongkok bukan merupakan persoalan rasisme. Melainkan atas pertimbangan, bahwa di situasi pandemi saat ini pemerintah malah mendatangkan TKA asal Tiongkok, hal itu menurut mereka merupakan kesalahan besar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, banyak tenaga kerja asal Gorontalo, khususnya Gorontalo Utara yang pengangguran. Dia mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tidak melihat hal itu, yang kemudian hanya menggenjot kedatangan tenaga kerja asing.
“Hasil pertemuan ini, belum menemukan hasil atas isu yang dibawa oleh aliansi bar-bar. Terutama pihak perusahaan tidak mampu mengadakan data yang real, yang dibutuhkan massa aksi,” paparnya.
Hidayat menambahkan, data yang kurang tersebut adalah data Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang dikeluarkan Departemen Tenaga Kerja dan Taransmigrasi (Depnakertrans) RI. Pihak perusahaan tidak memiliki kesiapan untuk mengadakan data tersebut. Pihaknya menilai DPRD belum bisa menemukan solusi yang konkrit atas permasalahan yang mereka bawa.
Kata Hidayat, dari pihak perusahaan tidak memberikan alasan yang konkrit terkait penggunaan tanaga kerja asing.
ADVERTISEMENT
“Terkait menggunakan TKA untuk mempercepat pengerjaan PLTU itu saya rasa itu hanya alibi dan asumsi dari pihak perusahaan. Tadi kami lihat dalam ruang sidang, mereka tidak menjelaskan tadi bahwa penggunaan TKA dan spesifikasinya. Dan mereka terlihat seolah tidak mampu menjawab pertanyaan dari massa aksi,” paparnya.
Jika nantinya DPRD Provinsi Gorontalo tidak mampu memfasilitasi pihaknya untuk melakukan rapat kembali, kata dia, maka aliansi bar-bar akan melakukan gerakan lain.
“Konsekuensi paling berat ini kami akan menuntut untuk menutup PLTU. Kami sudah mengkaji dalam aliansi soal konsekuensi ketika PLTU ini tidak jalan. Yang pastinya itu lebih banyak dampak buruknya bagi masyarakat dari pada dampak baiknya,” tutupnya.
-----
Reporter: Fadhil Hadju
ADVERTISEMENT