SMAN 2 Banjarmasin Dikhawatirkan Keluarkan Anak Autis

Konten Media Partner
19 Oktober 2018 13:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SMAN 2 Banjarmasin Dikhawatirkan Keluarkan Anak Autis
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
banjarhits.ID, Banjarmasin - Seorang wali murid mengadu ke Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan karena ketakutan si anak dikeluarkan dari SMAN 2 Banjarmasin. Padahal, si anak yang bernama Haili Syahwardi, siswa Kelas IX, ini menderita autis alias kelainan mental.
ADVERTISEMENT
Ayah dari Haili Syahwardi, Baturabaran mengatakan cemas berlebih lantaran dirinya menerima dua kali surat panggilan dari pihak sekolah yang diduga surat peringatan. Rasa khawatir itu membuat ia sempat masuk ruang ICU selama tiga hari.
"Karena sudah dua kali dipanggil pihak sekolah, sehingga takut kalau panggilan ketiga biasanya finalisasi," kata Batubara di sela pertemuan dengan Komisi IV DPRD Kalsel, Jumat (19/10).
Menurut dia, sekolah memanggil dirinya karena Haili kerap telat masuk kelas dengan alasan tidur larut malam. Batubara mengakui Haili sering tidur kelewat larut malam, bahkan ketika sudah dini hari pukul 03.00 wita. Alhasil, Haili kesulitan bangun pagi.
Kepala SMAN 2 Banjarmasin, Bakhtiar, mengatakan telah memperlakukan Haili dengan cara khusus sesuai kondisi psikis yang menderita autis. Itu sebabnya, Baktiar terkejut saat tiba-tiba dipanggil oleh DPRD Provinsi Kalimantan Selatan karena mendapat laporan sekolah memberi Surat Peringatan (SP) satu dan SP dua kepada Haili.
ADVERTISEMENT
Bakhtiar membantah aduan Batubara. Menurut Bakhtiar, pihak sekolah sudah mencarikan solusi dengan cara menyuruh teman Haili ikut membangunkan Haili setiap pagi agar tidak telat masuk sekolah.
"Jadi, memang diluar perkiraan bahwa masalah ini akan sampai ke DPRD Kalsel," kata Bakhtiar.
Bakhtiar menegaskan tidak ada niat sedikit pun dari pihak sekolah untuk mengeluarkan Haili. Ihwal surat panggilan itu, Bakhtiar menuturkan sebagai bukti bahwa Haili sering tidur larut malam lantaran kelewat banyak aktivitas si anak.
"Karena secara lisan kan terlalu sering (diingatkan), jadi perlu adanya yang surat resmi," ucap Bakhtiar meluruskan keluhan Batubara.
Bakhtiar mengungkapkan bahwa sekolah belum punya Guru Pendamping Khusus (GPK) dan belum termasuk sekolah penyelenggara pendidik Inklusif. Bakhtiar hanya menaati peraturan perundangan-undangan yang berlaku sesuai kemampuan sekolah untuk melayani peserta didik.
ADVERTISEMENT
Adapun Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, Yazidie Fauzi, mengatakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dilindungi oleh UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas. Selain itu, kata dia, ada peraturan daerah terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Yazidie menjelaskan masalah itu telah selesai dimediasi oleh Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Selatan. Menurut dia, kisruh ini karena adanya miskomunikasi antara pihak sekolah dan orang tua murid. "Saya rasa ini sudah clear dan hanya sebuah miskomunikasi," ucap Yazidie. (M Robby)