Angka Kekerasan Terhadap Anak di Kalsel Berpotensi Mengalami Kenaikan

Konten Media Partner
16 Mei 2018 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banjarhits.id, Banjarmasin - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalimantan Selatan, Husnul Hatimah, menilai permasalah anak di Kalimantan Selatan sangat kompleks, mulai kekerasan fisik hingga korban radikalisme. Husnul berkata ada kecenderungan naik kekerasan terhadap anak di Kalsel.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, angka kekerasan terhadap anak tercatat 43 kasus pada 2017 yang diterima oleh Unit Layanan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A ) Provinsi Kalimantan Selatan.
”Itu belum termasuk laporan dari P2TP2A kabupaten/kota serta aparat kepolisian, semua kurang lebih ratusan kasus,” kata Husnul Hatimah seusai rapat paripurna di gedung DPRD Kalsel, Rabu (16/5/2018).
Adapun pada periode Januari - April 2018, Husnul sudah mencatat ada laporan kekerasan terhadap anak sebanyak 26 kasus. Dari angka itu, jenis kekerasan seksual sebanyak 10 kasus, kekerasan fisik ada 7 kasus, kekerasan psikis ada 6 kasus, kekerasan dalam rumah tangga tercatat 2 kasus, dan kekerasan lain ada satu kasus.
Data ini berdasarkan laporan yang masuk ke DPPPA Kalsel. “Ini baru 4 bulan, sudah berjumlah 26 kasus kekerasan pada anak," ujar Husnul Hatimah.
ADVERTISEMENT
Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mempertegas perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak, terutama kepada kejahatan seksual untuk memberikan efek jera.
Selain itu, ia masih menunggu Peraturan Daerah yang akan diparipurnakan oleh DPRD Kalimantan Selatan atas revisi Perda Kalimantan Selatan Nomor 13 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Mengutip UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, Husnul berkata ada penjelasan khusus ihwal enam substansi tugas dan fungsi pokok bidang P2TP2A. “Maka dari itu perlunya sebuah Peraturan Daerah,” kata Husnul.
Husnul mengakui ada kesulitan memprediksi kekerasan terhadap anak, mengingat masyarakat takut melaporkan kasusnya. Maklum, sebagian kasus kekerasan justru pelakunya masih keraban dekat korban. Pihaknya hanya bisa memaksimalkan pencegahan dengan memberi pemahaman kepada masyarakat sebelum ada korban.
ADVERTISEMENT
Selain kasus kekerasan anak, Husnul menyoroti bocah yang menjadi korban paham radikal dan terorisme. Itu sebabnya, ia mengimbau keluarga dan sekolah penting menanamkan wawasan kebangsaan dan NKRI.
Ia mengatakan ada lima pelayanan terpadu untuk anak, yaitu pelayanan pengaduan, pelayanan kesehatan, pelayanan rehabilitasi sosial, perlindungan hukum, dan pemulangan. “Apabila anak mengalami kesalahan perlu di konseling, bukan dihukum," ujarnya. (Muhammad Robby)