Dalam Ijtima' Ulama ke-6, MUI Dorong Pemidanaan LGBT dan Perzinaan

Konten Media Partner
9 Mei 2018 15:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Banjarhits.id, Banjarbaru- Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI VI menghasilkan 24 fatwa dari pembahasan empat komisi fatwa di Majelis Ulama Indonesia pada 7-9 Mei 2018. MUI juga menghasilkan resolusi mendukung perjuangan rakyat Palestina dan mendesak Amerika Serikat menghentikan agresi ke tanah Palestina.
ADVERTISEMENT
Empat Komisi Fatwa ini terdiri atas Komisi A, B1, B2, dan C, yang membahas isu kebangsaan, perundang-undangan, dan fiqih kontemporer. Penutupan Ijtima Ulama VI sehari lebih cepat dari jadwal semula. Isu bahasan kebangsaan menelurkan 4 fatwa, perundang-undangan ada 11 fatwa, dan bahasan fiqih kontemporer menghasilkan 9 fatwa.
Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin, mengatakan empat komisi ini berasal dari perwakilan 34 MUI provinsi se-Indonesia yang berunding selama tiga hari pada 7-9 Mei 2018. Salah satu isu strategis perundang-undangan yang dibahas ihwal kolom aliran kepercayaan di Kartu Tanda Penduduk.
Menurut Ma’ruf, penghayat kepercayaan harus dibuatkan KTP terpisah dari KTP konvensional yang mencantumkan kolom agama. Sebab, kata Ma`ruf, angka penghayat kepercayaan tidak sebanyak aliran keagamaan yang diakui pemerintah.
ADVERTISEMENT
“e-KTP penghayat kepercayaan, MUI menolak di e-KTP. MUI menerima apabila KTP yang kolom agama dan kepercayaan tidak disatukan. KTP yang agama, itu tetap. Tapi KTP kepercayaan, harus khusus karena jumlahnya ratusan ribu. MUI memberi toleransinya, tapi jangan digandeng dengan KTP agama,” kata Ma`ruf Amin ketika menutup Ijtima’ Ulama ke-6 di Pondok Pesantren Al-Fallah, Kota Banjarbaru, Rabu (9/5/2018).
Selain itu, MUI menunda fatwa atas hukum merokok dan tembakau karena ada dua pendapatan yang sama-sama kuat: haram mutlak dan makruh. Namun, Ma`ruf berkata MUI menyarankan pemanfaatan tembakau diarahkan ke non-industri rokok. “Diarahkan untuk tidak pembuatan rokok,” kata Ma`ruf Amin.
Ilustrasi LGBT (Foto: TuendeBede/Pixabay)
Wakil Ketua MUI Kalimantan Selatan, KH Hafiz Anshari, mengatakan MUI tegas mengharamkan perkawinan sesama jenis, baik homo dan lesbian. Mengutip UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kata Hafiz, negara cuma mengakui ikatan perkawinan di antara pria dan wanita.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, menuturkan pandangan MUI soal LBGT memang skala prioritas yang dimasukkan ke dalam pembahasan perundangan. Niam berkata MUI mendorong ada pemidanaan terhadap para LGBT di tengah masyarakat sebagai wujud perbaikan KUHP.
“LGBT, ada salah satu item mendorongan penyusunan UU untuk pemidanaan terhadap perkawinan sejenis, sebagai wujud perbaikan KUHP dengan memperluas pengertian perzinaan, perzinaan hubungan seksual, termasuk sesama jenis,” kata Niam Sholeh.
Komisi A yang membahas isu kebangsaan (masail asasiyah wathaniyah), misalkan, menghasilkan fatwa ihwal kewajiban setiap umat Islam untuk bela negara di tengah segelintir orang yang pesimis terhadap masa depan negara bangsa Indonesia.
“Ada kelompok yang meragukan keutuhan Indonesia, akan bubar. Kami bertanggung jawab memperkuat umat, khususnya umat Islam wajib bela negara, itu kewajiban syar’i yang sudah ditetapkan dalam putusan ini,” kata KH Ma’ruf Amin.
ADVERTISEMENT
Perihal isu kebangsaan lainnya, MUI menetapkan mahar politik dalam bentuk apapun tergolong haram, karena memengaruhi orang untuk memilih dan dipilih. Ma’ruf berkata mahar politik mengiring warga negara tidak menunaikan hak politik dengan benar alias melenceng dari semangat Islam. Sebab, kata dia, pemberian uang atau materi lain pasti memengaruhi pilihan politik seseorang. Ia tegas mengingatkan pemberi dan penerima mahar politik hukumnya haram.
“Memilih untuk dibayar, maka dia tidak melakukan kewajibannya sebagai warga negara. Yang memberi juga tidak benar, sangat mungkin memberi suap. Kalau karena suap, orang yang kompetensinya lebih tepat bisa tersingkir, sehingga orang terbaik, enggak terpilih,” ujar Ma’ruf Amin.
Selain itu, MUI melarang politisasi agama di ruang publik dan masjid. Dia berkata, masjid sebagai tempat ibadah bagi semua umat muslim dari beragam aliran partai politik. Itu sebabnya, politisasi agama di masjid justru berpotensi memecah belah umat Islam di Indonesia. Ulama, kata Ma’ruf, mesti melayani semua umat Islam dari aneka warna-warni kepentingan politik.
ADVERTISEMENT
Ma’ruf membolehkan membincang agama dalam konteks kebangsaan dan politik keagamaan di ruang publik. Namun, ia mengimbau para ulama dan tokoh politik tidak mempolitisasi agama untuk kepentingan sesaat dan politik praktis.
”Cuma dalam politik sesaat, kepartaian menggunakan agama dan tempat ibadah, itu yang dilarang karena akan timbul konflik,” kata Ma`ruf Amin.
Adapun Gubernur Kalimantan Selatan, H Sahbirin Noor, mengapresiasi atas agenda besar Ijtima’ Ulama VI di Kalimantan Selatan. Ia berharap hasil Ijtima’ Ulama bisa membawa perubahan positif di tengah masyarakat, khususnya Kalimantan Selatan dan Indonesia secara umum. Sahbirin berkata peran ulama sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi umat. (Diananta)