2 Ribu Anak Difabel di Kalsel Butuh Sekolah Inklusif

Konten Media Partner
17 Juni 2018 20:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banjarhits.id, Banjarmasin - Keberadaan sekolah inklusi di Kalimantan Selatan harus digencarkan di tengah kenaikan angka anak berkebutuhan khusus (ABK) setiap tahun. Dinas Pendidik dan Kebudayaan Kalsel mencatat ada 2 ribu lebih anak difabel yang tersebar pada 13 kota/kabupaten se-Kalsel.
ADVERTISEMENT
Kepala Disdikbud Kalsel, Muhammad Yusuf Effendi, menuturkan angka anak berkebutuhan khusus (ABK) di Kalsel terus meningkat dan perlu penanganan komprehensif. “Untuk mengatasinya, setiap sekolah reguler kami instruksikan mendirikan forum penanganan ABK di setiap kota/kabupaten,” ujar Yusuf Effendi di Banjarmasin, Minggu (17/6).
Menurut Yusuf, pendidikan inklusi sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009. Beleid itu menyatakan seluruh sekolah di provinsi dan kabupaten/kota wajib menyediakan pendidikan inklusi. Pendidik inklusi harus tersedia mulai tingkat SD, SMP, dan SMA.
Pihaknya terus memetakan dan berupaya agar anak difabel bisa tertampung di semua sekolah reguler di Kalsel. Yusuf meminta setiap kota/kabupaten di Kalsel menerima peserta didik ABK demi memperoleh hak pendidikan yang sama.
ADVERTISEMENT
Menurut Yusuf, penanganan ABK di Kalsel, masih dihadapkan persoalan seperti minimnya Sekolah Luar Biasa (SLB) dan minimnya tenaga pendidik bagi ABK. “Sebagian sekolah reguler merasa kesulitan untuk menampung ABK. Disisi lain, untuk kategori ringan, ABK bisa saja disalurkan ke sekolah reguler, tapi jika sudah berat memang harus masuk ke SLB,” ucap Yusuf.
Yusuf meminta pemerintah kabupaten/kota tidak lepas tanggung jawab soal sekolah inklusif. Menurut Yusuf, sekolah inklusi merupakan sekolah yang menyatukan sistem pembelajaran dalam satu lingkungan sekolah antara ABK dengan Anak Tanpa Berkebutuhan Khusus (ATBK). Melalui cara ini, peserta didik saling menghargai dan menghormati. Mata pelajaran dan kurikulum pendidikan pun sama karena ada kesetaraan.
Penyandang disabilitas dibagi ke dalam beberapa kategori, di antaranya tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tuna daksa, tuna laras (anak dengan gangguan emosi, sosial dan perilaku), tuna ganda, lamban belajar, dan autis.
ADVERTISEMENT
“Tidak harus penyandang disabilitas sekolah di SLB. Tapi, mereka juga bisa sekolah dan belajar dengan anak normal lainnya di sekolah inklusi,” kata Yusuf Effendi. (Anang Fadhilah)