Singkong Berpotensi Jadi Bahan Dasar Kantong Plastik

Konten Media Partner
26 Maret 2019 14:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti LIPI menunjukkan hasil penelitian bioplastik dari bahan singkong. (Ananda Gabriel)
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti LIPI menunjukkan hasil penelitian bioplastik dari bahan singkong. (Ananda Gabriel)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
BANDUNG, bandungkiwari - Sampah plastik menjadi masalah besar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Sampah plastik yang hancur akan menjadi makanan plankton yang kemudian dimakan ikan. Ikan lalu dikonsumsi manusia.
ADVERTISEMENT
Deskripsi tersebut menggambarkan bahayanya sampah plastik di laut. Belum lagi di tanah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dan 24 persennya masih tidak terkelola.
Dengan latar belakang itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB) menawarkan inovasi teknologi untuk mengatasi permasalahan limbah plastik lewat penelitian biodegradable plastic atau bioplastik.
Bioplastik yang dikembangkan LIPI berbahan dasar tepung tapioka alias ubi kayu atau singkong. Peneliti LPTB LIPI, Hanif Dawam Abdullah mengungkapkan, hasil plsatik dari singkong ini sebagai alternatif untuk menggantikan plastik biasa yang sulit diurai.
Hanif menjelaskan, pati singkong dipakai sebagai bahan dasar membuat bioplastik. “Mudah diurai mikroba alami dengan cepat, baik mikroba di dalam tanah maupun air. Berpeluang menjadi solusi limbah plastik saat ini,” kata Hanif, di sela media tour di Bandung, Senin (25/3).
ADVERTISEMENT
Bioplastik yang diambil dari pati singkong ini memiliki kemiripan struktur polymer pada bahan plastik biasa.
"Kalau plastik biasa kan hanya sekali pakai padahal tidak bisa dimakan mikroba sehingga menumpuk jadi limbah,” tambahnya.
Selama ini, plastik banyak dipakai untuk kemasan makanan, yaitu sekitar 60%. Umumnya digunakan sekali pakai.
Plastik sendiri tersusun dari polimer-polimer yang memiliki berat lebih ringan daripada air sehingga benda tersebut sangat mudah mengambang di air.
Sedangkan bahaya dari sampah plastik adalah ketika terpecah menjadi butiran-butiran kecil yang tidak dapat secara langsung terurai oleh bakteri. Plastik membutuhkan waktu di atas 3000 tahun untuk terurai.
Jika di laut, plastik yang terpecah menjadi butiran kecil akan tetap memiliki sifat dasar plastik. Plastik ini akan dikira sebagai makanan oleh para plankton yang ada di laut. Kemudian plankton akan dimakan ikan dan ikan tersebut akhirnya dimakan oleh manusia atau ikan besar lainnya.
Peneliti LIPI menunjukkan hasil penelitian bioplastik dari bahan singkong. (Ananda Gabriel)
LIPI mengerjakan penelitian bioplastik dari singkong sejak 2016. "Pengembangan plastik berbahan singkong di Indonesia sendiri baru di bawah 1 persen, memang butuh waktu yang lama," kata Hanif.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, nabati memiliki kandungan yang dapat diolah menjadi bahan baku pembuatan biji plastik.
Proses pembuatan plastik singkong diawali pemrosesan singkong menjadi tepung singkong dan dicampurkan dengan gliserol sehingga akan menghasilkan komponen plastik yang kuat. Kemudian dilakukan proses ekstrusi menggunakan ekstruder pada suhu 100-160°C.
Hasil ekstruksi biji plastik kemudian menghasilkan pellet. Pellet inilah yang akan menjadi bahan baku pembuatan plastik. Selanjutnya, pellet akan dimasukkan kedalam suatu mesin yang bernama mesin pelletizing.
Mesin tersebut terdiri dari feeder untuk menampung pellet yang akan diproses yang akan dibuat menjadi kantong nabati. Kemudian melalui proses pemanasan dan proses tiup yang akhirnya menjadi lembaran-lembaran plastik.
Pada proses akhir, dilakukan molding atau cetakan. Di mana proses ini akan menghasilkan plastik sesuai dengan kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Hasilnya, bioplastik dari singkong ini sudah menyerupai plastik biasa. Namun masih terdapat tantangan di mana rentan terhadap air.
Namun harga plastik singkong ini masih mahal, empat kali lipat dari plastik biasa. Namun Hanif yakin jika permintaan bioplastik singkong ini akan meningkat saat harga ubi kayu melonjak lagi, dan permintaan plastik semakin tinggi, sehingga produksi akan meningkat dan harga menjadi semakin murah.
Pembuatan dalam skala besar, menurutnya, akan bikin harga bioplastik singkong akan menjadi murah. Terlebih Indonesia pengekspor singkong tiga terbesar setelah Thailand dan Nigeria.
“Jumlahnya 26 juta ton per tahun. Lampung dan Pati adalah lumbung singkong kita," kata Hanif. (Ananda Gabriel)