Indonesia Tergantung Pemanis Alami Impor, Peneliti ITB Kembangkan Daun Stevia Jadi Gula

Konten Media Partner
13 Juli 2018 13:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Indonesia Tergantung Pemanis Alami Impor, Peneliti ITB Kembangkan Daun Stevia Jadi Gula
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Produk pemanis hasil penelitian peneliti ITB. (itb.ac.id)
BANDUNG, bandungkiwari –Indonesia masih banyak melakukan impor terhadap pemanis alami. Padahal tanaman bahan pemanis alami ini bisa hidup dan cocok untuk ditanam di dataran tinggi di Indonesia, seperti di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung.
ADVERTISEMENT
Tanaman alami tersebut bernama latin stevia rebaudiana Bertoni. Sampai sekarang, belum ada satu pun industri di Indonesia yang melakukan ekstraksi daun Stevia untuk menjadi pemanis alami pada skala komersial.
Kondisi tersebut mendorong tim peneliti dari staf dosen Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) untuk melakukan penelitian dengan topik “Pengembangan Proses Produksi Pemanis Alami Glikosida Steviol (Stevia) dari Daun Tanaman Stevia.”
Tim peneliti terdiri dari Dr.rer.nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si,. Apt., Dr. Elfahmi, M.Si., Apt., Dr. Muhammad Insanu, M.Si., Apt., dan Dr. As’ari Nawawi, M.Si., Apt.
Daun dan herba tanaman Stevia mengandung senyawa yang memiliki rasa manis (glikosida steviol, GS) dengan kadar cukup tinggi. Kemanisan senyawa GS mencapai 300 kali lipat dari gula, sehingga GS yang diperoleh melalui ektraksi daun dan herba tanaman Stevia ini banyak digunakan sebagai pemanis alami pensubstitusi gula, khususnya bagi yang memerlukan asupan kalori rendah.
ADVERTISEMENT
GS sebagai pemanis alami sudah lama digunakan dan dinyatakan aman oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi international di bawah FAO dan WHO yang mengeluarkan berbagai standard dalam bidang pangan.
Sebagai pemanis intensitas tinggi (high intense sweetener), GS memiliki tingkat kemanisan yang tinggi, sehingga pada kadar rendah sudah mampu memberikan rasa manis yang memadai. Sebagai ilustrasi, untuk memaniskan satu cangkir minuman, cukup digunakan 30 – 40 mg GS yang lazimnya digunakan dalam bentuk sachet.
Keunggulan lainnya, GS tidak memiliki nilai kalori sehingga tidak akan menyebabkan kenaikan gula darah setelah dikonsumsi. Oleh karena itu, pemanis alami ini sesuai untuk digunakan oleh penderita diabetes maupun yang memerlukan asupan kalori rendah seperti yang sedang melakukan diet rendah kalori.
ADVERTISEMENT
Salah satu peneliti, Rahmana Emran Kartasasmita menjelaskan, bahwa penelitian yang dilakukan oleh timnya sudah dimulai sejak 2012. Namun pada tahun tersebut, masih dilaksanakan dalam skala laboratorium.
Pada tahun 2015 tim mendapatkan dana penelitian dari Kementerian Kesehatan melalui program Fasilitasi Pengembangan Bahan Baku Obat (BBO) dan Bahan Baku Obat Tradisional (BBOT). Berkat pendanaan tersebut, penelitian dapat dilakukan pada skala yang lebih besar dengan menggandeng PT. Kimia Farma sebagai industri mitra.
Melihat banyaknya manfaat pemanis stevia, baik dari segi ekonomi maupun kesehatan, Rahmana Emran Kartasasmita berharap GS bisa diproduksi dari stevia yang ditanam di Indonesia. Dari segi regulasi di Indonesia, GS sudah diizinkan untuk digunakan pada berbagai produk pangan berdasarkan Perka BPOM sejak tahun 2014.
ADVERTISEMENT
“Kami sebagai tim peneliti menginginkan pemanis alami GS dapat diproduksi di Indonesia sehingga tidak perlu import, mengingat tanaman stevia sebagai bahan bakunya cocok ditanam di Indonesia khususnya di daerah Ciwidey,” kata Emran, ditemui di Gedung Labtek VII Kampus ITB, Jalan Ganesa, Senin (9/7/2018), seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Bandungkiwari.com.
Emran menjelaskan, setiap hektar lahan bisa ditanami sekitar 50 ribu bibit dengan kapasitas produksi 12 ton daun basah pertahun dengan 12 kali panen atau setara dengan 1,2 ton daun kering.
Berdasarkan hasil analisis, diketahui kandungan total GS dari dalam daun stevia kering minimum sekitar 10%, sehingga 1,2 ton daun kering akan menghasilakn 120 kg pemanis stevia dalam 1 tahun. Saat ini, estimasi kebutuhan tahunan stevia di Indonesia sekitar 350 ton stevia per tahun. Bila 10% dari kebutuhan tersebut, atau 35 ton pertahun akan diproduksi di Indonesia, maka diperlukan lahan tanaman stevia seluas (35.000,00 kg/tahun / 120 kg/tahun/hektar) atau 292 hektar.
ADVERTISEMENT
Sementara saat ini hanya beberapa hektar saja lahan yang ditanami stevia di daerah Ciwidey.
“Sepanjang yang saya ketahui, di daerah Ciwidey, jika ingin menanam stevia dalam skala komersial banyak lahan-lahan yang bisa disewa. Saat ini di sana sudah ada tanaman Stevia akan tetapi karena belum ada industri yang membutuhkan tanaman stevia dalam kuantitas besar, petani belum tertarik untuk menanam pada lahan yang luas. Daun stevia yang dihasilkan dari lahan yang ada saat ini, baru dikeringkan dan dijual sebagai daun stevia kering oleh petani,” ucap Emran.
Stevia termasuk ke dalam family asteracaeae (compositae). Tanaman ini berbentuk perdu dengan tinggi 60-90 cm, bercabang banyak, berdaun tebal hijau dan berbentuk lonjong memanjang, batang kecil dan berbulu.
ADVERTISEMENT
Proses ekstraksi daun stevia tidaklah sulit. Daun hasil panen yang telah dipetik petani kemudian disortir dan dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering lalu dirontokkan daunnya dari tangkai. Lalu dilanjutkan proses penghancuran menggunakan mesin agar lebih halus berbentuk bubuk. Baru kemudian dilakukan proses ekstraksi dan proses pemurnian dan pengkristalan menjadi serbuk GS yang berwarna putih.
“Semua hasil penelitian ini sudah dilaporkan dan diserahkan ke Kementerian Kesehatan sebagai pemberi dana. Untuk tindak lanjut produksi stevia pada skala komersial, Kementrian Kesehatan akan memfasilitasi bila ada industri yang berminat. Oleh sebab itu kami berharap ada industri yang berminat dan bisa menindaklanjuti hasil penelitian ini,” terangnya. (Iman Herdiana)