Ketua IJTI Sesalkan Polres Sorong Kota Jadikan Wartawan Saksi Kasus Makar

Konten Media Partner
21 September 2022 7:38 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koordinator Wilayah Ikatan Jurnalis Tv Indonesia Maluku Papua Chanry Andrew Suripatty
zoom-in-whitePerbesar
Koordinator Wilayah Ikatan Jurnalis Tv Indonesia Maluku Papua Chanry Andrew Suripatty
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Koordinator Wilayah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Maluku Papua Chanry Andrew Suripatty sangat menyesalkan, tindakan Polres Sorong Kota yang melayangkan surat panggilan kepada seorang wartawan media online di Kota Sorong, untuk dijadikan saksi terkait pemberitaan kunjungan tiga pejabat tinggi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) ke Kota Sorong, Papua Barat, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Dikatakan Chanry, wartawan media online yang dipanggil sebagai saksi yaitu Dominggus Lambert Piter, untuk didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara Tindak Pidana Makar Jo Tindak Pidana Penyebaran berita bohong sebagaimana dimaksud Pasal 106 KUHP dan atau Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946.
"Langkah polisi memanggil wartawan sebagai saksi tersebut, sangat bertolak belakang dengan aturan dan Undang-undang pers yang ada," ungkapnya kepada BalleoNEWS, Selasa (20/9).
Menurutnya, kedatangan rombongan NFRPB ke Kota Sorong, Papua Barat, kejadiannya dimuka umum. Dimana ketika mereka tiba di Bandara DEO Sorong, kebetulan ada wartawan disitu dan langsung diliput.
"Kedatangan rombongan NFRPB di Bandara DEO Sorong ini kan kejadiannya di muka umum. Kebetulan ada wartawan di Bandara DEO dan langsung meliput dan memberitakan kunjungan rombongan NFRPB. Faktanya jelas, itu ada suatu tindakan dugaan makar yang terjadi dan di tempat umum," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Saat rombongan NFRPB tiba di Bandara DEO Sorong, sambungnya, mengapa aparat keamanan baik TNI maupun Polri tidak langsung bertindak dan justru seperti melakukan tindakan pembiaran.
"Setelah beritanya publisher dan viral, kenapa justru wartawan yang membuat berita yang kejadiannya di muka umum, dipanggil untuk diperiksa. Hal ini menunjukkan pihak Kepolisian lemah, dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tandas Chanry.
Chanry menilai, pemanggilan wartawan oleh polisi untuk menindaklanjuti pemberitaan soal kunjungan kerja tiga pejabat tinggi Negara Federal Republik Papua Barat, dapat merusak kredibilitas profesi wartawan. Seharusnya polisi cukup memanggil penanggung jawab media, yakni pimpinan redaksi, seperti diatur dalam Undang-undang Pers.
"Cukup pemred saja, itu pun hanya menjelaskan benar tulisan itu dari media tersebut, tidak lebih dari itu," kata Chanry pria yang juga merupakan jurnalis Televisi Nasional tersebut.
ADVERTISEMENT
Apalagi menurut Chanry terlihat pada video yang beredar saat kedatangan rombongan yang mengaku sebagai pejabat tinggi negara federal republik Papua barat ke Sorong, itu tidak adanya aparat Kepolisian yang melakukan tindakan hukum.
"Itukan sudah jelas-jelas disitu ada dugaan pelanggaran hukum tentang kedaulatan negara, kenapa tidak ada aparat Kepolisian duntuk bertindak malah terkesan dibiarkan. Ketika wartawan memberitakan, justru polisi baru bertindak dan yang ironisnya lagi langsung memanggil wartawan untuk diperiksa, ini jadi hal yang sangat buruk," tambah Chanry.
Oleh karena iitu Ketua IJTI Maluku Papua Chanry berharap kepada Kapolri agar dapat mengevalusi kembali kinerja anggotanya di Polres Sorong Kota, yang terkesan membiarkan adanya potensi pelanggaran hukum tentang gangguan kedaulatan negara.
"Saya pikir simple saja. Sudah ada pemberitahuan kan dari Kelompok tersebut ke pihak Kepolisian soal kedatangan mereka dan aktivitas mereka ke Kota Sorong, kenapa tidak ada tindakan tegas. Bapak Kapolri patut mengevalusi kinerja anggotanya di Polres Sorong Kota, yang saya duga melakukan pembiaran terhadap dugaan pelanggaran hukum kedaulatan negara. Ini kan namanya mau menutupi kekurangan-kekurangan kinerja polisi, makanya wartawan di panggil. Ini jadi salah satu preseden buruk tentang pemberangusan kebebasan Pers di Indonesia," pungkas Chanry.
ADVERTISEMENT