Mengenal Siti Kholisoh, Pejuang Stunting dari Desa Kluwut Brebes

Ahmad Syaiful Bahri
Membaca dan Menulis
Konten dari Pengguna
4 April 2023 10:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Syaiful Bahri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siti Kholisoh, S.Gz, ahli gizi puskesmas Kluwut Bulakamba Brebes, Ia mendedikasikan hidupnya untuk kesehatan masyarakat Desa Kluwut.
zoom-in-whitePerbesar
Siti Kholisoh, S.Gz, ahli gizi puskesmas Kluwut Bulakamba Brebes, Ia mendedikasikan hidupnya untuk kesehatan masyarakat Desa Kluwut.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bekerja sebagai tenaga kesehatan merupakan cita-citanya sejak kecil. Hal itulah yang terbersit dalam benak Siti Kholisoh, S.Gz yang mengawali karirnya di tahun 2005 hingga 2009 sebagai honorer di Puskesmas Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Provinsi DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Berbekal gelar D3 Akademi Gizi Poltekkes Jakarta 2 hingga meneruskan S1 di Universitas Muhammadiyah Semarang membuatnya semakin memantapkan dirinya untuk mengabdi di bidang kesehatan. Setelah itu, ia lulus tes CPNS umum tahun 2008 dan pada tahun 2009 ia menerima SK kemudian ditempatkan di Puskesmas Desa Kluwut Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes.
Perempuan yang lahir di Desa Lebaksiu Kabupaten Tegal pada tanggal 22 September 1978 ini mantap mengabdikan diri di desa Kluwut sebagai tenaga ahli gizi di Puskesmas Kluwut. Ia bertekad dan mencurahkan sepenuh hati untuk membantu masyarakat meningkatkan derajat kesehatannya.
Baginya ketika kesadaran masyarakat meningkat akan pentingnya gizi, maka itu merupakan awal yang bagus. "Yang terpenting terbuka terlebih dahulu, mereka memahami bahwa gizi itu penting untuk masyarakat terutama untuk bayi di bawah tiga tahun atau batita, karena dengan pemahaman tersebut gizi anak akan semakin baik untuk mencegah stunting," katanya, Selasa, (4/4).
ADVERTISEMENT
Bagi perempuan yang memiliki hobi membaca buku dan jalan-jalan ini mengakui jika pencegahan stunting bisa dimulai dari remaja, ia mengajak Pemerintah Desa dengan kegiatan pembinaan organisasi kepemudaan atau posyandu remaja bekerjasama dengan berbagai pihak seperti puskesmas, TNI-Polri, dan Dinas P3KB melalui program BKR (bina keluarga remaja).
Olis juga menggandeng Kantor Urusan Agama (KUA) dan puskesmas untuk membina calon pengantin agar siap membentuk keluarga yang melahirkan generasi berprestasi. Menurutnya, saat calon pengantin akan menikah dan hamil, di sini yang berperan yaitu lintas program melalui kegiatan ANC terpadu (antenatal care/ perawatan kesehatan selama kehamilan oleh dokter, bidan, laboratorium, P2/pencegahan penyakit, gizi, kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan), lalu ada DP3KB dengan kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) yang pesertanya meliputi ibu hamil, dan nifas. Pemerintah Desa juga berperan menyediakan Pemberian Makan Tambahan (PMT) lokal bagi ibu hamil dengan masalah KEK dan atau anemia, kader Tim Pendamping Keluarga (TPK) berperan dalam mendampingi ibu hamil.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, 1000 hari pertama kehidupan atau HPK merupakan upaya pencegahan penurunan stunting dari hulu ke hilir, bukan saja dibebankan kepada petugas kesehatan, tetapi mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pemangku kepentingan hingga staf Pemerintah Desa.
Berkaitan dengan pekerjaannya, Olis bersyukur dibantu oleh kader-kader desa yang hebat, mereka selalu membantu dan mendukungnya guna tercapai tujuan kesehatan masyarakat yang berkualitas. Selain itu Olis juga mengaku terbantu dikarenakan Desa Kluwut menjadi desa lokus pendampingan program percepatan penurunan stunting yang dilakukan Tanoto Foundation kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Brebes.
"Kami di sini terus bekerja untuk menyadarkan masyarakat akan bahayanya stunting, mengajak peran serta mereka lebih aktif dengan mengunjungi puskesmas, dan rajin datang ke posyandu," ucap Olis menyampaikan pengalamannya.
ADVERTISEMENT
Olis menceritakan bahwa proses pelaksanaan di lapangan masih perlu dikuatkan, terutama menyadarkan warga untuk mempraktikkan apa yang sudah diperoleh ketika mendapatkan edukasi yang disampaikan oleh kader dan bidan desa. Interaksi antara warga dengan kader, bidan desa, maupun tenaga kesehatan di puksesmas harus dibuka seluas-luasnya kalau mereka ingin menanyakan sesuatu terkait pencegahan stunting. Menurut Olis, diperlukan metode khusus yang bisa mendorong masyarakat agar fokus dan memprioritaskan masalah ini, termasuk dukungan dari tokoh-tokoh agama melalui pengajian, khutbah jum’at, jam’iyyah maupun kegiatan keagamaan lainnya. Selain itu, kader desa juga harus terus mengadakan pendekatan yang terus-menerus dan mengevaluasi agar target menurunkan stunting menjadi kenyataan.
"Ilmu yang saya peroleh dari kuliah bisa saya terapkan, apalagi bidan desa dan tenaga kesehatan di desa Kluwut ini telah dilatih pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang diselenggarakan Tanoto Foundation sebanyak 20 tenaga kesehatan, sehingga bisa dipraktikkan ilmunya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Praktik baik PMBA
Menurut Olis, sebelum memberikan PMBA, Ia dan kader mendata anak terlebih dahulu, siapa yang akan mendapatkan program tersebut. Ia ingin memastikan makanan yang dibuat tersebut dimakan oleh anaknya.
Selain mengadakan program PMBA, Olis juga memberikan edukasi kepada orangtua terkait pola asah asih asuh yang baik. Hal ini Ia lakukan setiap berkunjung ke posyandu. Asuh meliputi pemberian ASI, MP-ASI dan pemberian makan yang tepat, imunisasi, pemberian obat cacing dan vitamin dan menjaga kebersihan serta pemantauan pertumbuhan rutin di posyandu. Asah meliputi stimulasi perkembangan anak agar kemampuan motorik anak sesuai umur, kemampuan berbahasa, kemampuan kemandirian anak sesuai umur. Asih meliputi perhatian, kasih sayang kepada anak, menciptakan lingkungan keluarga atau tempat tinggal yang nyaman psikis anak, menjauhkan anak dari bahaya fisik atau lingkungan dan kekerasan.
ADVERTISEMENT
Yang menarik, perubahan positif di Desa Kluwut salah satunya karena kehadiran program Rumah Anak SIGAP yang dibangun dan dikelola Tanoto Foundation bekerjasama dengan Pemerintah Desa Kluwut dan Pemerintah Kabupaten Brebes, terutama kesadaran masyarakat terkait pola pengasuhan. "Jadi terbantu juga dengan adanya program Rumah Anak SIGAP tersebut, minimal dari sisi pola asuh terbantu, orangtua semakin peduli terhadap perkembangan anak sesuai dengan usianya, ini bisa mendukung program percepatan penurunan stunting di Desa Kluwut," katanya.
Sebagai tenaga kesehatan, dirinya hanya berharap masyarakat Desa Kluwut untuk terus menjaga kesehatan, selalu rajin datang ke posyandu dengan anak-anak mereka, juga tidak kalah pentingnya berkonsultasi dengan bidan desa jika ada keluhan dan hal lainnya.
"Terus konsultasi ke kami, para kader, terutama kader Tim Pendamping Keluarga (TPK) Karena mereka kader terdepan untuk penanganan stunting di desa Kluwut, libatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk mengedukasi warga, serta perlu terus didukung oleh staf pemerintah desa," harapnya.
ADVERTISEMENT
Di akhir sesi, Olis berpesan jika ia akan sangat senang jika apa yang dilakukan sekecil apapun ada hasilnya, membekas di masyarakat dengan capaian yang positif, karena selain bercita-cita menjadi tenaga kesehatan, dalam dirinya selalu ditanamkan oleh orangtuanya untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya.