Hak Perempuan Berstatus Janda untuk Dicintai

Basori Mukhti
Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY) - Penulis buku Titik Nadir - Content Writer - Penggerak Komunitas Klub Filosotoy
Konten dari Pengguna
30 Januari 2024 7:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Basori Mukhti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hak janda untuk mencintai dan dicintai. Foto: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Hak janda untuk mencintai dan dicintai. Foto: freepik.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Membaca atau mendengar kata "janda", orang-orang akan mendaratkan pada sebuah sejumlah pemikiran persepsi negatif. Perlu kamu ketahui, kata "janda" adalah status untuk perempuan yang tidak lagi didampingi pasangan atau suami karena bercerai atau karena ditinggal mati suaminya (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
ADVERTISEMENT
Persepsi negatif janda adalah momok bagi para perempuan. Menurut Ollenburger dan Moore (1996), wanita yang menjadi janda menghadapi dampak psikologis karena norma sosial. Dikarenakan wanita cenderung hidup lebih lama dan umumnya menikahi pria yang lebih tua, norma-norma menentang perempuan tua menikahi pria muda serta melarang wanita tua menikah lagi.
Lalu, apa dengan status "janda" yang dibawa oleh seorang perempuan merupakan tidak berhaknya perempuan untuk dicintai sekali lagi? tentu saja tidak.
Menurut pemikiran Kierkegaard, cinta bukan sekadar perasaan atau hubungan interpersonal biasa, melainkan sebuah hak yang melekat pada esensi manusia. Dalam pandangan eksistensialisnya, cinta dianggap sebagai bentuk kebebasan yang memberikan manusia kemampuan untuk membuat pilihan dan menentukan arah hidupnya.
Elaborasi lebih lanjut dari perspektif Kierkegaard mengungkapkan bahwa cinta, dalam hakikatnya, memberikan kebebasan kepada manusia untuk menjalani kehidupannya dengan cara yang autentik dan bermakna. Ini berarti bahwa cinta memungkinkan individu untuk mengambil keputusan yang mencerminkan nilai-nilai dan tujuan pribadi mereka, mengarahkan eksistensi mereka menuju suatu arah yang dianggap penting dan berharga.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, cinta pun menjadi pendorong bagi manusia untuk mengeksplorasi makna hidup mereka sendiri, bukan sekadar mengikuti norma-norma atau ekspektasi eksternal. Hal ini membawa konsep bahwa cinta memberikan kebebasan moral dan spiritual, memungkinkan manusia untuk mengejar autentisitas dalam tindakan dan hubungan mereka.
Dengan kata lain, janda berhak mendapat cintanya dan dicintai sekali lagi oleh orang yang mencintainya. Sebab cinta dalam perspektif Kierkegaard tidak hanya sebagai perasaan romantis, tetapi lebih sebagai panggilan untuk memahami dan mengambil tanggung jawab terhadap hidup dan pilihan-pilihan yang diambil. Cinta menjadi landasan bagi kebebasan eksistensial, menjadikan manusia sebagai agen aktif yang dapat membentuk makna hidup mereka dengan cara yang unik dan penuh makna.