Mohammad Natsir dan Secercah Tarikh UII

Muhammad Shalahuddin Al Ayyubi
Mahasiswa Universitas Islam Indonesia
Konten dari Pengguna
28 Maret 2021 7:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Shalahuddin Al Ayyubi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mohammad Natsir. Foto: Dok. Keluarga
zoom-in-whitePerbesar
Mohammad Natsir. Foto: Dok. Keluarga
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bila sanak sekalian mendengar “Mohammad Natsir”, nama tersebut pastinya tak lagi terdengar asing terlebih bagi para mahasiswa/i Ulul Albab Universitas Islam Indonesia. Ya, sosoknya diabadikan menjadi nama gedung Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII. Perlu diketahui, selain menjadi salah satu bapak pendiri Sekolah Tinggi Islam/STI (yang kini menjadi UII) sosoknya memiliki kontribusi besar dalam memprakarsai berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat melalui mosi integralnya. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia (periode 1950-1951) di Orde Lama, kemudian dianugerahkan gelar pahlawan nasional pada 10 November 2008–kurang lebih 15 tahun setelah wafatnya.
ADVERTISEMENT
Siapa yang menyangka bahwa Mohammad Natsir adalah sosok sederhana yang tidak semata-mata meraih jabatan politik hanya untuk kepentingan materi belaka. Bahkan tatkala itu ia dikenal sebagai menteri yang tak memiliki baju bagus, jasnya pun bertambal. Belum lagi sepanjang masa jabatannya ia menolak diberikan fasilitas mobil mewah oleh negara. Natsir adalah ulama sekaligus negarawan yang mengajarkan dakwah itu bukanlah perihal yang sempit. Seluruh aspek muamalah dapat menjadi ladang untuk berdakwah, dalam konteks ini juga pendidikan mengingat dirinya merupakan sosok pembaharu tatkala itu.
Sumber: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII (Facebook)
Perhatian Natsir pada Pendidikan
Sebelum pendirian STI, Natsir memang sudah menjadi seorang yang kritis terhadap pentingnya perkembangan pendidikan bagi generasi Indonesia. Memadukan pendidikan Barat dan pendidikan Islami merupakan gagasannya agar murid tak hanya berisi otaknya saja namun jiwanya pula demikian. Karena keprihatinan Natsir kepada kemunduran pendidikan yang tak kunjung usai, ia memberanikan diri membangun perguruan Pendis/Pendidikan Islam di Bandung. Meski dengan modal minim dan fasilitas tempat yang kurang memadai, perlahan demi perlahan sekolah tersebut kian berkembang. Dana dari Mohammad Yunus pun teralirkan untuk mendukung pembangunan tempat tersebut.
ADVERTISEMENT
Pendis kemudian menjadi sekolah yang mantap di mana sistem pendidikan Barat dan Islam diselaraskan dengan rancak. Menariknya sekolah tersebut bukan hanya monoton pada belajar mengajar saja, melainkan pula acara sandiwara, menyanyi, kesenian, dan tari semua tetap diselenggarakan untuk mengembangkan potensi non-akademik para murid yang ada. Dari sanalah Sekolah Pendis semakin dikenal dan menginspirasi pembangunan sekolah-sekolah Islam yang lain untuk kemaslahatan umat–inilah salah satu wujud pentingnya dakwah melalui pendidikan.
Eksisnya STI Kemudian Menjadi UII
Dalam buku “Natsir: Politik Santun di antara Dua Rezim”, ilmu dan pengalaman mengajar Natsir di Pendis itu kemudian membekalinya untuk bergabung dalam membangun STI atas ajakan Mohammad Hatta. Rencana pembangunan Sekolah Tinggi Islam pun tak jauh dari keadaan yang mana masih belum ada perguruan tinggi swasta yang didirikan oleh para pribumi Muslim sehingga ada inisiasi untuk merealisasikannya. Lalu, Muhammad Natsir diamanahkan menjadi pengurus Badan Wakaf pendirian STI sekaligus merangkap sebagai Sekretaris Dewan Pengurus atas pengalaman perjuangannya di dunia edukasi.
ADVERTISEMENT
Sekolah Tinggi Islam berdiri pada tahun 1945 di Jakarta. Namun sewarsa kemudian memasuki periode Perang Kemerdekaan Indonesia, seketika situasi menjadi gawat darurat sehingga ibu kota dipindahkan pemerintah dari Jakarta ke Yogyakarta. STI pun berpindah ke ‘Bumi Mataram’ ketika itu. Dan di tahun 1963 namanya berubah menjadi Universitas Islam Indonesia hingga saat ini. Seiring berjalannya waktu, UII semakin berkembang dan terus berkembang dengan pesat–Natsir dan Hatta pun tak menyangka hal demikian.
UII pun telah membangun rumah sakit bertaraf internasional. Bayangkan ketika universitas tersebut pertama kali didirikan, mahasiswanya hanya ada 14 orang, sedangkan sekarang ada sekitar 27.000 lebih mahasiswa/i yang terdaftar di UII. Belum lagi kini ada sekitar 107.000 lebih jumlah alumni UII yang telah lulus. Sebuah perkembangan yang mantap.
ADVERTISEMENT
Natsir: Suar yang Menerangi
Dapat diambil benang merah bahwa sosok Mohammad Natsir sangat peduli terhadap masa depan umat Islam untuk menyeimbangkan ilmu dunia maupun akhirat melalui pendidikan. Bagi Natsir sendiri, patutnya kaum Muslim memberi suar pada setiap pendidik Muslim yang ada agar mereka dapat mengemudikan perahu pendidikannya. Dengan begitu maka kebahagiaan dan kesuksesan yang hakiki dapat diraih.