Belajar dari Sisir (1)

Asep Abdurrohman
Pendidik dan Penulis Kehidupan
Konten dari Pengguna
16 September 2020 16:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi. pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi. pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Siapa yang tidak pernah memakai sisir. Semua orang pasti tiap hari menggunakan sisir. Baik anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua membutuhkan sisir. Hanya yang tidak punya rambut saja, yang tidak menggunakan sisir.
ADVERTISEMENT
Sisir yang sering kita gunakan tiap hari untuk merapikan rambut, mempunyai pelajaran penting yang bisa dijadikan renungan dan diambil hikmah oleh kita. Sisir mempunyai jasa besar kepada kita. Mau berangkat kerja, rambut kita dirapikan oleh sisir.
Mau pergi kondangan, rambut dirapikan oleh sisir. Mau ibadah salat, rambut dirapikan oleh sisir. Mau pergi jalan-jalan bersama keluarga, rambut dirapikan oleh sisir. Persis, sisir hampir jadi barang wajib yang harus ada. Jika tidak ada, rasanya seperti membuat kopi tidak pakai gula. Meskipun ada orang yang suka ngopi tidak pakai gula, namun keumumannya pasti pakai gula.
Itulah sisir. Bagi sebagian orang, sisir jadi sahabatnya. Ke mana pun pergi, sisir jadi perlengkapan yang wajib dibawa. Jika tidak dibawa, rasanya ada yang kurang lengkap. Dari sini, sisir menjadi pihak yang banyak manfaatnya. Banyak dicari oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan sehari-hari, ada manusia yang banyak dibutuhkan oleh orang lain. Ketika ia tidak ada di sampingnya, terasa seperti ada sesuatu yang hilang. Untuk melengkapi rasa penasarannya, ia mencari-cari atau menelepon keberadaannya. Seperti sisir, yang banyak dicari oleh semua orang untuk merapikan rambut.
Orang yang dibutuhkan itu, laksana lampu yang mampu menerangi di sekitarnya. Ketika lampu mati, orang yang ada di sekitarnya kelabakan mencari penerang. Atau mencari pengganti, selama lampu belum nyala kembali.
Namun sebaliknya, ada manusia yang kehadirannya tidak banyak dibutuhkan. Kehadirannya hanya sebagai pelengkap saja. Ada dan tidak adanya, tidak banyak pengaruh. Istilah kasarnya, ada sukur, tidak ada pun tidak apa-apa.
Atau jika kehadirannya dibutuhkan, orang itu dicari-cari. Sementara ketika tidak dibutuhkan ditinggalkan, bahkan dicampakkan begitu saja.Tapi yang lebih mengernyitkan dahi, adanya manusia itu justru menjadi malapetaka bagi semua orang. Sementara tidak adanya orang itu, menjadi sesuatu yang dinanti-nanti oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
Semoga sisir ini menjadi renungan berharga bagi kita semua dan kita mampu meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari, agar dikemudian hari mampu memberikan manfaat kepada sesama manusia.
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang dan Kandidat Doktor di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.