Balas Dendam Istri sebagai Respons Atas KDRT dalam Perspektif Kriminologi

Arief Nur Mustaqim
Pendidik anak bangsa di SMAN 10 Denpasar, Bali.
Konten dari Pengguna
29 April 2024 10:25 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arief Nur Mustaqim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi KDRT. Foto: charnsitr/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KDRT. Foto: charnsitr/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Angka KDRT di Indonesia masih dapat dikategorikan cukup tinggi sehingga masih tergolong sangat mengkhawatirkan. Tidak jarang media juga memberitakan aksi balas dendam yang dilakukan oleh istri kepada suaminya karena telah mengalami sekian banyak kekerasan baik fisik maupun psikis selama membina rumah tangga. Lantas, apakah perbuatan aksi balas dendam seorang istri tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah kejahatan murni? Tentu ada dua bahan pertimbangan yang coba saya kemukakan dalam menjawab pertanyaan ini.
ADVERTISEMENT
Pertama, KDRT dalam perspektif Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sementara dalam kajian kriminologi, perbuatan KDRT dipandang tidak hanya terbatas pada yang dijelaskan dalam undang-undang. Jika hukum materiil membahas mengenai perbuatan sesuai yang diatur dalam undang-undang dan tindakan preventif serta represif sesuai yang diatur undang-undang, maka kriminologi memiliki bahasan yang lebih luas dari segi undang-undang dan norma yang hidup di masyarakat serta tindakan preventif dan represif dari segi penegakan hukum di Indonesia dan akar permasalahan yang melatarinya.
ADVERTISEMENT
Kedua, seringkali dalam patron budaya patriarki yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia mendudukkan perempuan sebagai pihak inferior dalam bingkai rumah tangga dan laki-laki sebagai pihak yang superior. Superioritas inilah yang acapkali menjadi faktor pemicu timbulnya KDRT. Tentu, perempuan yang sering mendapatkan perlakuan kekerasan terlebih dalam jangka waktu yang panjang akan menimbulkan tekanan psikologis yang hebat bahkan rasa traumatik yang dalam. Tekanan batiniah inilah yang dapat menjadi motif perempuan dalam kedudukannya sebagai istri melakukan balas dendam sebagai motif perbuatan kepada suaminya sehingga menimbulkan suatu perbuatan hukum yang baru yaitu dapat berupa penganiayaan yang merupakan suatu perbuatan pidana hingga bermuara pada suatu pertanggungjawaban pidana. Saya melihat bahwa perbuatan balas dendam istri kepada suami tidaklah dapat dibenarkan dalam hukum, namun demikian serangkaian peristiwa yang melatarbelakangi aksi balas dendam istri tersebut dapat menjadi faktor yang meringankan pelaku dalam mendapatkan sanksi pidana. Oleh karena itu, perbuatan balas dendam dapat saya kategorikan sebagai bukan kejahatan murni dengan menilik riwayat yang menjadi background of action perbuatan tersebut. Kita tentunya harus mengingat bahwa kejahatan murni merupakan tindakan kejahatan yang dilakukan tanpa alasan atau dorongan lain selain untuk melakukan kejahatan itu sendiri. Pelakunya tidak terdorong oleh motif ekonomi, emosional, atau faktor lainnya, tetapi semata-mata untuk melanggar hukum atau merugikan orang lain.
ADVERTISEMENT