cerita pilu bersama lindha solihat 02 07 17

Andre
KumparanNews
Konten dari Pengguna
16 Februari 2018 1:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andre tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tak pernah sedikitpun aku menyesal mengenalmusetiap orang punya kisah masing-masing..Punya pelajarannya masing-masing.Dan kisah denganmulah yang terindah,Sekaligus yang terperih.Tapi aku bersyukur. Terima kasih. Lindha   
ADVERTISEMENT
Waktu berlalu begitu cepat. Entah mengapa hubungan ini semakin engkau bosan kepadaku . Adakah yang berubah denganmu? Atau bahkan denganku? Mengapa ini tak seperti hari-hari dimana kita baru saling mengenal dulu? Mengapa kalimat yang terucap kini tak semanis dahulu? Mengapa sikapmu tak seperti dulu? Seiring berjalannya waktu, perlahan mulai sibuk, kemudian menghilang. Jujur, aku rindu kamu yang dulu. Kau yang selalu bisa membuatku tesenyum dengan hal-hal yang sederhana yang kau lakukan, kau yang selalu bisa membuatku merasa menjadi laki laki paling bahagia saat bersamamu, dan kau yang selalu ada disaat aku butuh bantuan, disaat aku butuh bahu untuk bersandar, juga disaat aku butuh seseorang untuk mendengarkan segala keluh kesahku.Dimana kau yang dulu? Ada apa? Adakah yang salah? Bolehkah aku diberi alasan? Agar aku tak terus-menerus terpuruk dalam pemikiranku sendiri. Banyak hal yang terlintas. Sangat banyak. Tapi hati kecilku memaksaku untuk percaya padamu. Tentu saja aku percaya. Jika tidak, mengapa aku bertahan sampai sejauh ini?Tapi, si egois dalam dirimu. otak. Ia selalu memaksa untuk berhenti berharap pada hubungan yang kini tak tahu entah bagaimana akan berjalan ke depannya. Apakah  kamu tak mencintaiku. akubenar-benar mencintaimu. Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu, lebih dari yang selama ini sering kuucapkan kepadamu. Tapi harus kau tahu, aku lelah. Bukan bosan, hanya lelah.jika sikapmu seperti itu Hati dan otakku masih saling berperang menentukan siapa yang harus menang. Hati mengatakan bahwa aku harus mempertahankan yang kucintai, apapun konsekuensinya, meski aku harus terluka. Tapi otak sebaliknya. Ia mengatakan bahwa aku harus bisa memikirkan kebahagiaanku juga. Aku harus bisa menyadarkan diri sendiri bahwa masih ada yang lebih baik darinya, yang lebih bisa memberiku kenyamanan lebih darinya.Tapi aku terlalu bodoh untuk berpikir saat ini. Aku terlalu mencintainya, sehingga aku memutuskan untuk mengikuti kata hatiku. Aku bersedia menerima segala konsekuensi yang mungkin saja akan kutanggung dengan berat hati nantinya. Aku pernah membaca sebuah kalimat, “Jika dia layak untuk dipertahankan, pertahankan. Jika tidak, jangan membuang-buang waktu.”Kurasa dia layak untuk kupertahankan. Meskipun sekarang aku mulai ragu. Tapi aku tak ingin ini semua berakhir. Aku ingat masa perkenalan kita begitu lama. Aku ingat ketika aku menyatakan cinta untuk yang pertama kalinya padamu saat aku baru berkenalan kurang dari dua minggu, Aku juga ingat, setelah itu.. seiring dengan berjalannya waktu, rasa itu mulai tumbuh. Rasa yang benar-benar sulit untuk kujelaskan. Rasa yang mulai tumbuh hanya dengan sebuah nyanyian yang dikirimnya  Aku mengenal cinta pertamaku dengan kamu melalui media sosial.? Aku bahkan berani untuk mengungkapkan apa yang kurasa, meskipun itu hanya melalui social media. Aku berani mengatakan padanya bahwa aku tak pernah bisa berhenti memikirkannya, aku tak pernah bisa berpaling darinya, dan sebagainya. Gila, bukan?Dia wanita yang selalu kusebutkan tanpa henti dalam setiap doaku. Dia wanita pertama yang kulibatkan dalam setiap denyut jantungku, dalam setiap pemikiranku, dan dalam setiap hembusan napasku. Ah, dia benar-benar yang pertama.Mereka berucap..“Apa yang kau lihat darinya?”“Mengapa menyukainya? Dia tak secantik mereka..”Tahukah kau apa jawabanku?“Aku tertarik dengan segala yang tak kalian lihat darinya. Aku tidak peduli, selama dia bisa membuatku nyaman.”Aku benar-benar bahagia saat mengetahui bahwa dia masih memiliki perasaan yang sama kepadaku. Rasanya.. ah, tak bisa kujelaskan. Aku sangat bahagia. Dia mengatakan bahwa dia menyayangiku, dia mencintaiku, . Aku bingung harus bagaimana. Menangis haru? Atau tersenyum tanpa henti saking bahagianya? Peduli apa? Yang jelas aku benar-benar bahagia saat itu.Tapi apa yang terjadi? Dia mencintaiku hanya di awal saja.Seiring berjalannya waktu, dia mulai sibuk, lalu perlahan menghilang.. bahkan lenyap. Permainan macam apa ini? Dia bahkan tidak pernah lagi menanyakan kabarku.Seolah-olah dia hanya bermain-main denganku.Namun, lagi-lagi hatiku memintaku untuk berpikir lebih positif. Mungkin dia memang sedang sibuk. Mungkin dia tidak memberi kabar karena dia butuh istirahat, dan sebagai seorang kekasih yang baik, aku harus mengerti. Dia juga butuh ruang untuk melepas lelah. Aku akan tunggu sampai dia tidak sibuk.Tapi tetap saja aku gelisah. Sudah beberapa hari ia tidak memberi kabar. Mungkinkah dia sedang malas menghubungiku? Mungkinkah dia sedang tidak mempunyai mood yang baik untuk membalas pesanku? Begitu banyak pertanyaan yang terlintas di benakku.Kau seperti angin.Datang membelaiku sesaat dengan sejukmu.Dan saat aku sudah merasa nyaman dan terbuai..Kau pergi begitu saja.Disaat aku belum sempat meraihmu.Yang kutakutkan akhirnya datang juga. Dia mengirimkan sebuah pesan untukku.“Bisakah kita bicara?”Mungkin karena begitu lama ia tidak mengirimkan pesan padaku, aku dengan sumringah membalasnya.“Iya, boleh. Ada apa?”“Hmm, bisakah kita sampai di sini saja? Aku sepertinya tidak bisa membagi waktuku. Ini benar-benar sulit. Kupikir kau bisa mendapatkan yang lebih baik dariku.”Deg!Apa ini? Jantungku serasa berhenti sejenak. Aku merasa sangat sulit untuk menghirup oksigen dengan baik. Aku kehabisan kata-kata.“Tapi aku bisa ngerti kamu. Aku bisa ngerti kamu sibuk. Aku nggak minta buat harus selalu diutamakan. Aku akan selalu nunggu sampai kamu nggak sibuk.”“Kalau aku sibuk terus, gimana? Kupikir kita sampai di sini saja. Kau butuh wanita yang bisa lebih peduli padamu.”Entah mengapa, sesuatu dalam diriku mengatakan padaku untuk tetap bertahan. Sesuatu dalam diriku seolah berbisik padaku bahwa dia akan kembali.“Ya sudah, terima kasih untuk semuanya. Meskipun kau jarang punya waktu untukku, tapi aku selalu bersyukur bisa diberi kesempatan bersamamu. Aku benar-benar mencintaimu, tapi aku tak ingin egois, jika ini memang pilihanmu. Ingat, aku tak akan pernah mencari penggantimu. Aku akan tetap menunggumu, sampai kapanpun.”Kurasa aku kehilangan akal sehatku sekarang. Yang ada di pikiranku hanyalah dia. Bagaimana mungkin dia berkata putus begitu saja disaat aku sudah benar-benar merasa nyaman?Bagaimana mungkin dia mengakhiri segalanya, padahal beberapa jam yang lalu dia memanggilku ‘sayang’? Ah, ini benar-benar gila.Kuharap ini hanya mimpi. Mimpi yang akan berakhir disaat aku bangun nanti. Mimpi buruk yang akan kulupakan beberapa saat setelah aku bangun tidur nanti.“Okay. Terima kasih kembali. Maaf sudah membuatmu sakit hati. Maaf sudah membuatmu merasa telah memberikan cinta pada orang yang salah. Aku benar-benar minta maaf. Jika jodoh, kita pasti akan dipertemukan kembali.”Balasan darinya kini benar-benar membuatku sadar. Sadar bahwa ini benar-benar nyata. Semuanya sudah berakhir.Aku menghempaskan ponselku ke tempat tidur, lalu menutup wajahku dengan kedua tangan. Aku merasakan telapak tanganku basah. Mengapa aku sebodoh ini? Mengapa aku mencintainya terlalu dalam? Dan mengapa akhirnya seperti ini?Bertahan tanpanya? Tentu saja aku bisa.Kalaupun tidak, aku harus bisa.Setelah hari-hari sulit berlalu, aku harus berbuat apa? Bertanya pada diriku sendiri, apakah aku sudah sanggup melangkah tanpanya? Tentu saja aku akan mengiyakan dengan sangat yakin di bibirku, meski dalam hati aku benar-benar berteriak bahwa aku masih mengarapkannya kembali. Tapi apakah itu akan mengubah segalanya? Tentu tidak, bukan? Kupikir merengek untuk kembali adalah sebuah kesalahan. Mungkin memang bukan benar-benar kesalahan, sejujurnya dalam hati aku menganggap itu adalah suatu hal memalukan.Tapi ternyata masih sama saja rindunya. Puluhan, bahkan ratusan kali aku membantah, dan meyakinkan diriku bahwa rasa itu tak lagi ada. Namun, rindu tetap saja rindu. Terselip di setiap mimpi, mengacaukan pikiran, dan selalu saja membangkitkan hal-hal yang selalu kucoba untuk hempaskan dari ingatan.Tidak pernahkah terlintas di benakmu tentang hari-hari yang telah lalu? Tentang rahasia-rahasia yang kita ciptakan sendiri?Tapi setidaknya.. semuanya telah berlalu. Kupikir aku sudah benar-benar sanggup sekarang. Semua yang menyesakkan berangsur-angsur membaik. Semua yang telah kau rusak, perlahan tapi pasti kupulihkan sendiri. Aku sudah bisa menghapus secuil dari puluhan ribu kenangan, meski itu dengan susah payah. Tunggu saja, akan ada saatnya, semua kenangan itu akan benar-benar menghilang.Semoga semesta tidak bermain-main lagi mempertemukan kita, tak terduga suatu hari nanti. Sebab tanpamu, nyatanya aku bisa hidup dalam dunia yang kucintai sendiri.Selamat tinggal, kenangan..
ADVERTISEMENT