Urusan di Ranjang Kunci Peradaban Panjang

Muhammad Wahyudi
Bapak Rumah Tangga. Mantan Wartawan. Alumnus Magister Sosiologi Universitas Indonesia.
Konten dari Pengguna
29 September 2023 8:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Wahyudi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi warga kota Beijing, China. Foto: Reuters/Thomas Peter
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi warga kota Beijing, China. Foto: Reuters/Thomas Peter
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam keseharian, sering kali saya lupa usia. Tapi ada saja terselip momen yang menunjukkan bahwa saya memang menua. Seperti kemarin, ketika saya bersama anak-anak tengah duduk di bebatuan pinggir kali.
ADVERTISEMENT
Istri yang duduk persis di belakang saya, berteriak mengabarkan peristiwa teramat penting, mengagetkan kami yang sedang khusyuk menikmati aliran air pegunungan. Dia mengumumkan, kepala saya sudah beruban. Saya sudah semakin tua, lanjutnya.
Iya, saya memang menua. Tapi, saya bersyukur karena akan menua di tengah kehangatan keluarga. Tidak sedikit yang menjalani sisa-sisa masa dalam kesendiran dan kesepian.
Dalam People Quake, Fred Pearce menyebut bahwa sekitar sepertiga perempuan China bakal memasuki usia 60-an tanpa keturunan. Mereka menjadi bagian dari masyarakat lansia Tiongkok yang jumlahnya diperkirakan bakal mencapai 550 juta orang pada 2050.
Penuaan populasi membuat China mengalami stagnansi ekonomi. The Economist, Mei 2023, melaporkan pesimisme banyak pihak bahwa Cina bakal menjadi negara terkuat di Bumi menggantikan Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Dua belas tahun lalu, Goldman Sachs memproyeksi bahwa ekonomi Tirai Bambu akan melampaui Paman Sam pada 2026 dan selanjutnya menjadi 50 persen lebih besar dari rivalnya itu pada pertengahan abad ini. Proyeksi itu kemudian direvisi seiring menciutnya populasi usia produktif. Prediksi terbaru mereka, China masih akan mengekor AS setidaknya hingga 2035.
Capital Economics lebih parah lagi. Lembaga riset dari London tersebut meramal China tidak akan pernah bisa menyalip AS. Maksimal, Produk Domestik Bruto (PDB) Negeri Panda hanya akan mencapai 90 persennya negara yang memproduksi Kungfu Panda.
Sejatinya China tidak sendirian. Jepang juga mengalami penuaan populasi dan penyusutan angka kelahiran. Menurut survei pemerintahnya, pada 2015, sekitar 40 persen dari 7 ribu warga Nippon merasa nyaman hidup sendiri. Tidak tertarik memiliki pasangan sehidup-semati. Bagi mereka asmara adalah hal yang sia-sia, lebih baik mengejar kesenangan lainnya.
ADVERTISEMENT
Pemberitaan minggu lalu juga memberitahukan, untuk pertama kalinya, satu dari sepuluh penduduk Jepang berusia 80 tahun ke atas. Itu sekitar 10 persen dari total populasi. Saking membengkaknya jumlah lansia, panjang usia menjadi hal biasa di Negeri Sakura.
Dulu, jangankan pemenuhan kebutuhan wajib, Jepang pun sanggup memberikan bingkisan kepada warga yang hidup lebih dari seabad. Tercatat, pada 1963, menteri kesehatan Jepang menghadiahkan cawan sake berlapis perak pada sekitar 153 orang berusia 100 tahun.
Namun, pada 2015, sekitar 30 ribu centenarian gagal mendapatkan hadiah serupa. Ini lantaran ketiadaan anggaran, menyusul susutnya jumlah pembayar pajak dari kalangan pekerja.

Belajar dari Sparta

Sejarah mencatat, penuaan populasi bisa berujung pada lenyapnya sebuah bangsa. Seperti Sparta. Bangsa yang berjaya karena keperkasaaannya di medan laga itu harus menemui ajal di tangan prajurit Thebes dalam Perang Leuctra pada 371 BC. Mereka hancur karena sibuk menikmati kekayaan, lupa melakukan regenerasi untuk menjaga eksistensi sebagai bangsa yang ditakuti.
ADVERTISEMENT
Pola semacam yang terjadi di Sparta berlanjut hingga saat ini. Semakin maju ekonomi masyarakat sebuah negara, mereka cenderung enggan berkembang biak.
Dalam bukunya The Price of Prosperity, Todd Buchholz menyampaikan temuan hasil penelitiannya. Di era industri modern, jika perekonomian sebuah negara tumbuh 2,5 persen di atas rata-rata tahunannya selama 2-3 generasi.
Maka, angka kelahiran di negara tersebut akan merosot di bawah ukuran standar minimum replacement rate. Jika demikian, maka mereka membutuhkan imigran untuk menjaga jumlah populasi kelas pekerja.
Banyak negara bersiasat untuk kembali menggenjot angka kelahiran. Mereka memberikan berbagai insentif agar pasangan muda mau berlama-lama menghabiskan waktu di tempat tidur. Mulai dari iming-iming uang saku, penginapan gratis, hingga pemberian kulkas terbaru. Jadi, boleh dibilang, urusan di ranjang kunci menjaga peradaban panjang. Sepakat?
ADVERTISEMENT