Antara Zoom Fatigue dan Kuliah Daring

Andini Salsabila
Seorang mahasiswi Jurnalistik tingkat 4 di Politeknik Negeri Jakarta. Senang mencoba hal baru, memotret, menulis, dan traveling.
Konten dari Pengguna
14 Juli 2021 17:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andini Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai mahasiswa aku dituntut untuk bisa beradaptasi menghadapi kondisi pandemi dengan menjalankan kegiatan perkuliahan secara daring setiap hari di rumah. Namun, ketika menjalaninya melalui platform komunikasi virtual seperti Zoom atau Gmeet, aku sering merasa mudah lelah dan tidak fokus. Aku pikir hal ini terjadi karena belum terbiasanya diriku belajar secara daring di rumah dengan segala kendala berupa jaringan yang buruk atau pun kondisi rumah yang kurang mendukung untuk belajar. Untuk mengatasi hal tersebut, akhirnya aku coba mencari referensi terkait mengapa aku sering mengalami lelah dan tidak fokus saat menjalani perkuliahan daring.
ADVERTISEMENT
Setelah mencari beberapa referensi, aku menemukan sebuah unggahan menarik berupa poster webinar Methadone yang sangat berhubungan dengan permasalahan ku ini. Webinar ini diselenggarakan oleh mahasiswa Universitas Airlangga dengan tajuk “Improving Mental Health: Overcoming Zoom Fatigue”. Acara ini mengundang dr. Santi Yulianti sebagai Consultant Liaison Psychiatrist atau Dokter Spesialis Jiwa, ia akan membahas cara mengatasi Zoom Fatigue atau kelelahan akibat penggunaan platform komunikasi virtual yang berlebihan selama pandemi COVID-19.
Topik permasalahan kesehatan mental ini sangat berkaitan dengan apa yang sedang aku alami sehingga pada (9/7/2021) aku tertarik untuk mengikuti webinar tersebut. Setelah selesai mengikuti webinar tersebut via Zoom, aku terkejut mendengar penjelasan Santi mengenai kelelahan ku selama pertemuan daring di Zoom. Ternyata kelelahan dan kurang fokus ketika kuliah daring bukan diakibatkan karena terlalu lamanya diriku menggunakan platform Zoom, melainkan karena terlalu lamanya aku menggunakan platform lain seperti Instagram, Twitter, Youtube dan Whatsapp dalam sehari.
ADVERTISEMENT
Memang sejak perkuliahan dilakukan secara virtual membuat ku ingin selalu membuka gadget setiap saat di rumah. Alasannya karena ingin selalu up to that mencari informasi di media sosial, mencari bahan materi perkuliahan, atau hanya untuk sekadar mengisi sebagian besar waktu kosong ku saja. Namun, aku baru tahu kebiasaan selalu membuka gadget dalam waktu yang lama berakibat buruk bagi kesehatan mental ku.
Santi mengatakan bahwa, mata yang terlalu lama melihat sinar biru dari gadget dapat membuat otak menjadi stress karena bekerja secara terus-menerus, sehingga tidak bisa membedakan kapan waktunya harus serius, konsentrasi penuh, bermain, atau istirahat. Oleh karena itu, aku sering merasa lelah dan sulit fokus saat pertemuan pembelajaran virtual akibat terlalu lamanya aku beraktivitas secara online dalam sehari sehingga otak tidak dapat membedakan kapan harus serius atau bermain karena penggunaan metode yang sama yaitu secara online.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Santi menegaskan, terlalu banyak melakukan aktivitas secara online juga dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental ku karena berhubungan dengan mekanisme stress response system. Ketika otak bekerja tanpa istirahat maka otak akan stress dan mengeluarkan hormon cortisol yang bertugas untuk memengaruhi semua area tubuh. Santi menjelaskan, saat hormon cortisol dikeluarkan maka tubuh ku akan mengaktifkan fight or flight response. Saat mengalami keadaan ini tubuh kita diprogram oleh otak untuk siaga.
Pada kondisi siaga, kita dapat mengaktifkan semua sistem metabolisme berupa membesarnya pupil mata, bernapas dengan cepat, jantung berdebar cepat, otot mengencang, dan akhirnya kita berkeringat di telapak tangan dan kaki. Ini semua seharusnya hanya berjalan 10 menit kalau stresnya bisa dihentikan. Santi mengatakan, “Tetapi yang menjadi permasalahannya, dapatkah kita menghentikan stresnya? Kalau stress tidak berhenti maka hormon cortisol akan terus keluar yang dapat mengakibatkan hipertensi, diabetes, serangan jantung, stroke, gangguan mental, dan penyakit lainnya."
ADVERTISEMENT
Santi menyarankan kita mengurangi aktivitas online dengan aktivitas lain, seperti membaca buku, belajar memasak, work out atau olahraga, dan beragam aktivitas non-online lainnya. Namun, apabila aku harus melakukan aktivitas secara online dalam waktu yang lama, maka Santi menyarankan untuk melakukan micro break yang artinya memberikan jeda kepada mata ku setiap selang 2/3 jam selama 10 menit dengan mengalihkan mata dari layar laptop kemudian baru kembali lagi melihat layar. Micro break digunakan sebagai waktu istirahat mata agar tidak mengambil sesuatu untuk diterjemahkan oleh otak.
Micro break sangat dibutuhkan untuk membuat aku tidak fatigue. Karena fatigue berasal dari pandangan mata ku yang diminta terus-menerus melihat cahaya biru. Santi juga memberi solusi untuk makan sebelum melakukan pembelajaran virtual berlangsung karena dalam aktivitas yang membutuhkan konsentrasi penuh otak kita membutuhkan glukosa sebagai bahan bakar.
ADVERTISEMENT
Kemudian, terakhir ia menyarankan untuk bergerak agar mendapat O2. Dengan bergerak sel darah merah kita dapat mengangkut oksigen ke otak dengan lebih baik. Kalau kita kaum rebahan dan tidak melakukan apapun maka tidak akan terjadi pengangkutan O2 dengan baik. Jadi, bergerak tujuannya bukan untuk sehat badannya saja tapi untuk kesehatan otak kita juga.
Penjelasan dr. Santi Yulianti sangat berguna untuk mengatasi permasalahan Zoom Fatigue yang sering aku alami. Mungkin tips darinya ini bisa juga jadi solusi untuk kalian yang merasa mudah lelah dan tidak fokus ketika melakukan pembelajaran melalui platform komunikasi virtual. Walaupun pembelajaran tidak dilakukan secara offline tetapi kita sebagai pelajar atau mahasiswa harus bisa beradaptasi menjalankan sistem pendidikan saat ini dan tetap melakukan kewajiban kita untuk belajar dengan serius.
ADVERTISEMENT