Mengapa Jurnalis Rentan Diintimidasi Saat Bekerja di Lapangan?

Andi Adam Faturahman
Masih fokus merawat ikan cupang hingga lupa akan niat belajar.
Konten dari Pengguna
5 Juni 2020 9:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Andi Adam Faturahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi Rentannya Jurnalis Terintimidasi
Kasus intimidasi terhadap jurnalis di Indonesia memang bukan merupakan hal yang baru. Perlakuan intimidasi terhadap jurnalis tersebut pun bervariasi caranya, mulai dari mengancam, merampas atau menyita alat kerja jurnalis, serta melakukan tindakan kekerasan fisik yang meninggalkan traumatik, dan yang lebih mengenaskannya lagi, tindakan pembunuhan. Mengutip data yang dihimpun oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sejak tahun 2006 terhitung ada 763 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Selain itu juga terdapat sebanyak 10 jurnalis Indonesia yang meregang nyawa saat bertugas sejak rentang tahun 1996.
ADVERTISEMENT
Meski mendapat perlindungan dari Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, para jurnalis indonesia masih saja dihambat atau dihalang-halangi dalam bekerja. Tak hanya itu, mereka juga kerap kali diancam, diperlakukan secara buruk, bahkan menjadi korban kekerasan fisik.
Ada Di urutan Pertama
Berdasarkan data yang dihimpun oleh AJI pada rentang tahun 2019, polisi menjadi aktor utama yang sering melakukan tindakan kekerasan terhadap para jurnalis, setelah pada tahun sebelumnya juga menempati urutan pertama dalam hal tindak kekerasan terhadap jurnalis. Selain kekerasan fisik, ancaman teror, perampasan alat kerja, serta pengusiran atau larangan peliputan juga menghiasi kasus tersebut.
Kebebasan Pers?
Kebebasan pers di Indonesia bisa dikatakan hanya kalimat saja, hal ini selaras dengan catatan dari Reporters Without Border, yang menyatakan jika Indonesia menempati urutan nomor 124 dari negara-negara lain dalam hal kebebasan pers.
ADVERTISEMENT
Tidak Tegas
Kekerasan aparat masih kerap kali terjadi lantaran ada jarak antara intruksi pimpinan kepolisian dengan petugas yang berada di lapangan. Selain itu, kurangnya pemahaman petugas di lapangan terhadap fungsi dan tugas dari jurnalis juga menjadi salah satu faktor penyebab maraknya tindak kekerasan terhadap jurnalis. Kurangnya sikap tegas dan terkesan “malu-malu kucing” pimpinan kepolisan untuk mengakui kesalahan, menghukum, atau mengadili anggotanya yang terbukti melakukan tindak kekerasan juga menjadi faktor utama. Karena sering kali aparatur tersebut mengelak jika anggotanya telah melakukan tindakan seperti itu.
Jamin dan Lindungi!
Walaupun dari uraian di atas telah dikatakan jika jurnalis telah mendapat perlindungan sebagaimana termaktub dalam pasal 18 ayat 1 yang terdapat pada UU Pers No. 40 Tahun 1999. Namun, pada kenyataannya regulasi tersebut masih kurang ampuh untuk melindungi dan menjamin keselamatan jurnalis saat bekerja di lapangan. Dewan Pers dan perusahaan media selaku lembaga yang menaungi pun harus lebih extra dalam memberi jaminan dan melindungi para jurnalis saat bertugas. Tak cukup disitu, lembaga tersebut juga harus terus extra mengawasi dan menindak tegas aparat yang melakukan penyelewengan di lapangan. Agar kebebasan pers bisa benar-benar dijunjung tinggi, serta tiada lagi terulang kasus serupa di masa mendatang.
ADVERTISEMENT