Meretas Emas Hijau Salatiga Kembali Rajai Dunia

Zaki Nabiha
ASN Penikmat Kopi yang Bertugas di Kementerian Pertanian
Konten dari Pengguna
12 April 2021 16:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Zaki Nabiha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bibit vanili di salah satu P4S di Kota Salatiga. Foto: Ari S /Humas Kementan
zoom-in-whitePerbesar
Bibit vanili di salah satu P4S di Kota Salatiga. Foto: Ari S /Humas Kementan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Butuh waktu kurang lebih enam jam dari Jakarta untuk sampai di Salatiga, salah satu kota tertua dan terindah di Jawa Tengah. Memasuki kotanya, mata saya dimanjakan oleh pemandangan bangunan bergaya India yang masih tegak berdiri di kiri-kanan jalan. Beberapa digunakan sebagai perkantoran. Udaranya yang sejuk merangsang Dopamin dan menjadi semacam penawar letih setelah lama di perjalanan.
ADVERTISEMENT
Mungkin itu tuah “Srir Astu Swasti Prajabyah”, tulisan pada Prastasi Plumpungan, muasal lahirnya Kota Salatiga yang bermakna Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian.
Berada di kaki Gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil lainnya menjadikan tanah Salatiga subur. Komoditas pertanian seperti padi, sayur-sayuran, buah-buahan, kopi, teh termasuk vanili tumbuh dengan produktivitas yang cukup tinggi.
Khusus untuk vanili, walaupun produksi vanili Salatiga tidak sebesar Pati, tapi Pemerintah Kota Salatiga bersama Kementerian Pertanian telah mencanangkan Salatiga sebagai Kota Vanili pada tanggal 31 Maret 2021 melalui program Saga Dasa Ben Vatra, di mana satu keluarga menanam 10 tanaman vanili.
Perkembangan vanili di dunia bahkan di Indonesia tentu tidak lepas dari peran Charles François Antoine Morren, pakar tanaman asal Belgia di Universitas Liège. Hasil penelitiannya tentang vanili menyebar dan vanili kemudian dibudidayakan di negara-negara jajahan. Inggris misalnya, membawa emas hijau, sebutan lain vanili ini ke India, sementara Belanda mengintroduksi ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Badan pangan dunia atau Food & Agriculture Organization (FAO) dalam catatannya menunjukkan bahwa produksi vanili Indonesia pada tahun 2007 mencapai 3.700 ton. Disusul di bawahnya yaitu Madagaskar dengan produksi 2.800 ton. Fakta tersebut kemudian mentasbihkan Indonesia, pada saat itu menjadi produsen vanili terbesar dunia.
Agus Ruhnayat dalam bukunya, Bertanam Vanili, Si Emas Hijau nan Wangi menjelaskan bahwa vanili merupakan salah satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Harga polong atau buah vanili di pasar dalam negeri berkisar satu sampai dua juta rupiah per kilo gram dalam kondisi kering.
Vanili dalam kondisi polong basah laku kisaran 150 sampai 200 ribu rupiah. Untuk kebutuhan ekspor ke pasaran internasional, vanili biasanya sudah berbentuk polong kering. Pada Januari-Desember 2020, volume ekspor vanili Indonesia sebesar 363,5 ton atau senilai 883 miliar rupiah atau meningkat 28,16% dibanding periode yang sama tahun 2019. Amerika Serikat, Malaysia, Jerman, Prancis, Belanda merupakan negara tujuan ekspor vanili Indonesia.
Eskpor vanili Indonesia periode 2015-2020. Sumber: Ditjenbun Kementan
Berdasarkan data Statistik Perkebunan tahun 2020, luas areal tanaman vanili secara nasional mencapai 10.219 hektar dengan produksi sekitar 1.545 ton vanili polong kering, dan masih memiliki potensi untuk dikembangkan.
ADVERTISEMENT
Produksi vanili Indonesia tiap tahun memang mengalami penurunan. Hal ini menurut Agus yang juga sebagai Peneliti Tanaman Rempah dan Obat Badan Litbang Pertanian Kementan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kesesuaian lingkungan tumbuh, teknik budi daya, varietas, dan serangan penyakit. Fusarium oxysporum atau serangan penyakit busuk batang sejak dulu memang menjadi momok dalam pengembangan vanili di Indonesia.
Peran Kementerian Pertanian
Pada pencanangan itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo optimis vanili bisa dikembangkan di Salatiga. Pasalnya, kondisi lahan dan agroklimat Kota Salatiga memiliki kesesuaian. Apalagi konsep pengembangan yang digulirkan Walikota Yulitanto berbasis pekarangan (10 tanaman vanili per kepala keluarga) atau Saga Dasa Ben Vatra beririsan dengan pengembangan vanili di pekarangan ala Kementan yang bertujuan memberdayakan masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Pengembangan vanili di pekarangan secara garis besar akan mengkonsolidasi rumah tangga petani untuk bergabung dalam kelompok tani (Poktan) yang kemudian akan melakukan budi daya vanili. Poktan yang terbentuk itu selanjutnya akan diberikan bantuan atau fasilitasi sarana dan pra sarana serta pendukung lainnya dengan melibatkan swasta sebagai mitra strategis korporasi yang akan memasarkan vanili dan produk turunannya.
Oleh karena itu, menurut Mentan Syahrul, yang mendesak dilakukan bukan hanya pada aspek penyediaan benih unggul, budidaya, panen dan pasca panen (hulu hingga hilir) tapi juga penguatan kelembagaan melalui pengembangan korporasi petani.
Dengan membangun ekosistem tersebut, maka tujuan meningkatkan pendapatan petani, menyerap tenaga kerja, peningkatkan investasi dan ekspor serta mendukung pertumbuhan PDB dapat terwujud. Semoga.
ADVERTISEMENT