Membangun Literasi Media dalam Menganalisis Berita Palsu di Media Sosial

Yuvi Afiani
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
22 Januari 2021 10:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Yuvi Afiani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pendahuluan
Perkembangan teknologi melaju sangatlah pesat, dengan adanya perkembangan-perkembangan itulah semua orang mulai merasakan baik dampak negatif maupun dampak positifnya. Kini informasi-informasi dapat kita dapatkan dengan mudah, dengan mengakses media sosial. Mungkin bukan hanya hanya persoalan informasi namun sekarang ini kita bisa mendapatkan apa yang kita inginkan hanya dengan mengotak-atik smartphone milik kita, misalkan berbelanja, membeli makanan tanpa harus datang ke toko maupun ke kafe.
ADVERTISEMENT
Menurut B.K Lewis (2010) media sosial sendiri merupakan label bagi teknologi digital yang memungkinkan orang berhubungan, berinteraksi, memproduksi, dan berbagi isi pesan. Kapanpun dan dimanapun kita berada, sekarang ini kita bisa dengan mudahnya mengakses informasi secara cepat. Namun informasi-informasi yang kita dapatkan belum tentu benar adanya, banyak orang yang memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan berita-berita palsu (hoax). Mereka memiliki tujuan sendiri dalam menyebarkan berita-berita palsu tersebut, salah satunya untuk melakukan provokasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah minimnya pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan teknologi secara bijak. Dengan beranggapan bahwa semua orang bisa menggunakan media dengan bebas, maka mereka membuat opini-opini dan menyebarkan kepada publik. Opini-opini tersebut yang kemudian dilihat oleh orang lain dan menyebar sebagai berita palsu (hoax). Membangun literasi media bukan hanya dalam kalangan masyarakat saja, namun pemerintah juga harus memperhatikan adanya informasi hoax. Karena berita-berita tersebut tidak hanya berkembang dikalangan masyarakat tetapi sudah menjadi isu global. Hal tersebut mampu membuat perselisihan anatar kelompok bahkan anatar negara, untuk menyikapi hal tersebut ada baiknya kita paham tentang literasi media.
ADVERTISEMENT
Isi
Pakar teknologi informasi dan komunikasi sebelumnya tidak pernah membayangkan bahwa perkembangan teknologi dan persebaran media akan menyebabkan hal yang sangat serius, bahkan kini telah menjadi salah satu isu global. Karena pada dasarnya mereka menciptakan media sosial atau media-media baru tersebut untuk mempermudah menyampaikan suatu informasi maupun berita yang sedang terjadi di muka bumi saat itu, namun nyatanya berita-berita maupun informasi tersebut bisa berubah baik data maupun isinya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggug jawab. Mereka membuat informasi tersebut seolah-olah nyata dan asli agar masyarakat mempercayainya. Menurut ‘National Leadership Conference on Media Education’ (Aufderheide, 1992) literasi media memang sangatlah penting, digunakan sebagai kemampuan mengakses, mengevaluasi maupun mengkomunikasikan informansi dengan berbagai bentuk.
ADVERTISEMENT
Sementara itu di Indonesia sendiri, terdapat regulasi yang membahas tentang literasi media yaitu dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2003 tentang Penyiaran, dalam Pasal 52 yang memaknai literasi media sebagai “kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan sikap kritis masyarakat” (Iriantara, 2009: 25). Tujuan literasi media sendiri adalah untuk memberi kita kontrol yang lebih besar atas interpretasi terhadap muatan pesan media yang merupakan hasil dari suatu konstruksi kepentingan. Jika kita paham akan makna literasi media dengan baik, maka kita tidak akan sepenuhnya menelan mentah-mentah berita yang beredar di media. Semakin kita memahami, maka semakin mudah kita menganalisna tentang isi dari berita yang beredar. Namun pada kenyataannya masih banyak diantara kita yang masih percaya dengan berita-berita hoax. Pengetahuan yang kurang akan literasi media sangat mempengaruhi manusia percaya akan berita palsu, selain itu rendahnya pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi hal-hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagi mereka masyarakat dengan latar pendidikan dan pemahaman yang cukup tentang media memungkinkan untuk memudahkan mereka menyaring informasi-informasi yang layak mereka konsumsi. Sedangkan mereka dengan latar pendidikan yang minim, akan sulit membedakan konten-konten yang benar maupun informasi yang positif. Dan disinilah peran literasi media seharusnya muncul, yaitu untuk memberikan edukasi kepada masyarakat yang rentan terhadap informasi palsu.
Selain itu media sebagai makanan sehari-hari masyarakat, seharusnya mampu menyaring berita-berita yang tidak layak beredar. Namun, sekarang ini masih banyak media yang memberitakan informasi palsu maupun konten yang tidak bermanfaat. Seperti halnya akhir-akhir ini banyak sekali media yang memberitahan informasi yang palsu, terkait dengan pandemi Covid-19 dan juga bencana alam yang sedang terjadi. Agar kita tidak terpengaruh dengan berita-berita tersebut, kita bisa membandingkan berita di satu media dengan media lain agar kita mempunyai data-data yang kuat sehingga kita tidak terpengaruh dengan berita palsu. Masifnya peredaran informasi palsu (hoax) melalui media sosial hendaknya menyadarkan para pengelola media arus utama untuk bekerja lebih profesional dengan standar jurnalistik tinggi. Masyarakat butuh rujukan informasi yang terpercaya dan pada sisi itulah media massa dapat menjawabnya melalui suguhan informasi yang terverifikasi. Media massa harus memperjelas fungsinya sebagai penyaji fakta empiris dan kebenaran.
ADVERTISEMENT
Sekarang ini semua orang adalah wartawan (citizen journalist), mereka saling mencari, menerima, mengolah, dan menyebarkan informasi yang telah mereka dapat. Perhatian utama wartawan terleteak pada etika. Kemampuan literasi media yang tinggi ditandai oleh hal-hal berikut:
1. Kritis dalam menerima maupun memaknai pesan.
2. Mampu mencari dan memverifikasi pesan dengan baik.
3. Mampu menganalisis pesan kedalam sebuah diskursus.
4. Memahami logika penciptaan realitas yang dibentuk oleh media.
5. Mampu mengkonstruksi pesan positif dan mampu mendistribusikannya ke pihak lain.
Menurut Wijetunge dan Alahakoon (2009) melalui model Empowering 8 (E8), kemampuan melakukan literasi informasi terhadap penelusuran suatu berita hoax dilakukan melalui 8 tahapan praktik melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi subjek, sasaran audiens yang dituju, serta menggunakan sumber-sumber yag relevan.
ADVERTISEMENT
2. Mencari sumber serta informasi yang sesuai dengan topic.
3. Menyeleksi informasi serta data-data yang relevan.
4. Menyusun informasi serta data-data tersebut sebagai susunan yang logis. Mampu membedakan antara fakta maupun opini.
5. Menciptakan informasi menggunakan kata-kata sendiri, dan membuat daftar pustaka.
6. Informasi yang ditampilkan mampu menunjukan perbandingan dari kedua kelompok sehingga dinilai keakurasiannya.
7. Penilaian berupa masukan dan masukan orang lain.
8. Penilaian yang didapat digunakan untuk kegiatan yang akan datang.
Literasi media sering diartikan sebagai ‘melek media’. Hal semacam ini dianggap menyerderhanakan arti dari literasi media sendiri. Karena ketika di sambungkan dengan melek huruf maka literasi media diartikan sebagai ‘sekedar’ tidak buta akan media. Peerkembangan media yang sangat cepat seharusnya dibarengi dengan berkembangnya gerakan literasi media yang komprehensif. Agar masyarakat memanfaatkan media massa sebagai kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Melalui literasi media, diharapkan masyarakat mampu membedakan konten yang bermanfaat dan yang menyebabkan kerugian bagi kehidupan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Dengan adanya literasi media diharapkan masyarakat dapat menilai informasi-informasi yang ada, dengan membandingkan dengan sumber-sumber lain yang kemungkinan memiliki akurasi kebenaran yang tinggi. Dan melalui model literasi media tersebut, diharapkan masyarakat mampu memfilter informasi dari berbagai belahan dunia.
Penyebaran informasi maupun berita palsu membuat masalah yang cukup serius, bukan hanya menjadi persoalan nasional bahkan sudah menjadi persoalan global. Perkembangan media yang sangat cepat membuat semua orang mampu menguasai perkembangan-perkembangan yang ada. Ada yang memanfaatkan perkembangan tersebut sebagai suatu hal yang positif da nada juga yang memanfaatkan perkembangan media sebagai sesuatu yang negatif.