Peran Mahasiswa dalam Meningkatkan Budaya Literasi di Era Teknologi

Rohmi iliyin
Saya Rohmi Iliyin, Saya Mahasiswi ITB AD Jakarta prodi S1 Akuntansi
Konten dari Pengguna
19 Juni 2021 14:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rohmi iliyin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.com/photos/kindle-amazon-e-reader-e-ink-381242/
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.com/photos/kindle-amazon-e-reader-e-ink-381242/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kampus merupakan dunia baru bagi siswa-siswa yang lulus dari bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dan setingkatnya. Tentunya status yang mereka dapatkan juga berbeda, yakni sebagai ‘maha’siswa. Menjadi seorang mahasiswa pastinya harus memiliki perubahan dalam pola pikir, sikap, tanggung jawab, kedewasaan, serta menanamkan budaya literasi.
ADVERTISEMENT
Semua itu perlu dikembangkan secara optimal guna mewujudkan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kedewasaan dalam bersikap dan berpikir pun dibutuhkan untuk menghadapi ragam tugas dan tantangan yang lebih berat.

Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agent of change dan kaum intelektual dipercaya oleh masyarakat untuk melakukan perubahan tatanan kehidupan ke arah yang lebih baik.

Mereka yang disebut “mahasiswa” memerlukan banyak modal dan persiapan matang untuk menjadi insan yang berkredibilitas tinggi. Hal demikian dapat dicapai dengan membudidayakan literasi dalam setiap napas kehidupannya.
https://pixabay.com/photos/people-looking-in-laptop-5069842/
Kehidupan kampus tidak hanya terbatas pada kegiatan diskusi namun juga diwarnai oleh kegiatan menulis. Membuat makalah, presentasi, jurnal, esai, resume, penelitian, dan sejenisnya adalah santapan rutin mahasiswa tiap harinya. Mereka juga akan diberikan tugas akhir (skripsi) sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana.
ADVERTISEMENT
Dalam pengerjaannya membutuhkan analisis yang lebih mendalam, cara berpikir yang lebih logis dan ilmiah, serta keterampilan menulis yang baik dalam menyajikan hasil pemikiran. Tingkat kesulitannya tentu lebih tinggi dibanding tugas yang diberikan di jenjang sebelumnya.
Salah satu kelemahan sistem akademik kampus terletak pada pemberian tugas makalah oleh dosen kepada para mahasiswanya. Seringkali dosen memberikan tugas tanpa disertai follow up yang baik. Misalnya saja, ketika mahasiswa secara berkelompok diberikan tugas membuat makalah tentang suatu topik.
Kemudian pertemuan berikutnya diminta untuk presentasi, tanya jawab, dan makalah dikumpulkan. Selesai. Mahasiswa tidak pernah tau makalah yang dibuatnya sudah memenuhi standar keilmiahan atau belum. Ketidaktahuan ini akan terus berlanjut hingga kegundahan menyelimuti mahasiswa di tingkat akhir dalam penyusunan skripsi.
ADVERTISEMENT
Tidak semua mahasiswa mampu bergulat dengan salah satu kegiatan literasi ini. Perlu adanya pembiasaan secara continue agar bisa menguasainya. Bagi mereka yang menyenanginya, semaksimal mungkin dapat menyelesaikan tugas tersebut sampai titik sempurna. Bahkan mencari tahu kebenaran dalam membuat makalah. Sebaliknya, bagi mereka yang enggan bersusah-payah hanya mengandalkan copy-paste sebagai formalitas memenuhi tugas.
Menurut saya, minat membaca dan menulis di era ini sudah mengalami penurunan. Dapat kita lihat banyak mahasiswa yang menjiplak karya orang lain di internet atau yang biasa disebut plagiat saat mengerjakan tugas. Hal tersebut dilakukan karena mereka menginginkan sesuatu yang instan dan cepat selesai. Mereka hanya menjiplak karya orang lain, maka tugas mereka akan kelar tanpa harus bersusah payah membaca maupun menulis dengan kinerja mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Apakah mahasiswa seharusnya begitu? Seharusnya mahasiswa sebagai kaum intelektual dapat menciptakan karya mereka sendiri dengan kreatif dan inovatif tanpa harus menjiplak karya orang lain. Mahasiswa seharusnya dapat menjadi panutan masyarakat yang berlandaskan dengan pengetahuannya, latar belakang pendidikan, dan etika-etikanya.
Jika dengan hanya membaca buku saja mereka malas, bagaimana ke depannya mereka bisa membawa perubahan-perubahan untuk bangsa ini dengan wawasan mereka yang masih sangat minim? Bagaimana mereka bisa membantu pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini?
Sebagai mahasiswa alangkah baiknya kita menanamkan jiwa membaca dan menulis di diri kita sendiri dan membantu pemerintah dalam memerangi anggapan yang menyatakan bahwa minat membaca di Indonesia masih sangat rendah, khususnya di Tangsel.
ADVERTISEMENT
Rohmi Iliyin
Mahasiswa ITB-AD JAKARTA