Bertahan Masa Pandemi, Mahasiswa S3 asal Blitar Produksi Arang Batok Kelapa

Konten Media Partner
29 Agustus 2020 14:35 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Statusnya sebagai mahasiswa strata-III (S3) Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Timur tidak menurunkan semangatnya untuk terus bertahan hidup di tengah badai pandemi COVID-19. Dialah Muhaimin, pria asal Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar yang sedang menekuni sebagai produsen arang yang terbuat dari batok kelapa. Siapa sangka dengan peralatan sederhana, Muhaimin dapat memproduksi arang batok kelapa sebanyak 6 ton dalam sebulan.
Muhaimin ketika mengayak arang di halaman belakang rumahnya. foto: rino hayyu setyo.
Sepanjang toko kelapa di Pasar Legi, Kota Blitar sudah seperti rumahnya sendiri. Hampir setiap hari, Muhaimin menyusuri pasar tersebut. Bukan untuk membeli kelapa, tapi ia hanya mencari sisa batok kelapa dari para penjual di Pasar Legi. Dalam sehari, pria 29 tahun ini membawa pulang sekitar 20 karung batok kelapa atau setara dengan 1000 Kg. “Tapi saya gak sebulan penuh cuma cari batok, hanya dua minggu saja, setelah itu produksi,” ungkap Muhaimin saat ditemui tugumalang.id partner kumparan.com.
Proses memisahkan arang dengan batok kelapa yang belum matang pembakaran. foto: rino hayyu setyo.
Selama dua minggu, ia dapat mengumpulkan sekitar 18 ton batok kelapa untuk dibakar untuk proses produksi arang tersebut. Dari belasan ton tersebut, setelah dibakar hanya menghasilkan sekitar enam ton. Selama pandemi ini, kata Muhaimin, ia fokus memproduksi arang kelapa tersebut. Meskipun, ia mengawali bisnis ini sejak 2013 silam. Kesibukannya menyelesaikan kuliah, membuat Muhaimin kurang fokus dalam memproduksi arang batok kelapa tersebut. “Mulanya dulu coba-coba, karena lihat di youtube,” imbuhnya.
Proses mengayak arang. foto: rino hayyu setyo.
ADVERTISEMENT
Ia menceritakan jika ide membuat arang itu muncul ketika ayahnya membuat kerajinan dari batok kelapa. Seiring berjalannya waktu, kerajinan tersebut berhenti, sehingga ia mengalihkan batok kelapa dari kerajinan menjadi arang. Sebab, kerajinan batok kelapa di Blitar tidak banyak diminati masyarakat. Tak hanya itu, pasarnya juga masih sulit. Sehingga, ia membandingkan antara pasar kerajinan batok kelapa dengan arang itu. “Setelah saya dalami, ternyata pasarnya itu sampai luar negeri,” terang mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM).
Muhaimin menyortir arang. foto: rino hayyu setyo.
Namun, ia tidak bisa masuk ke pasar luar negeri secara langsung karena arang itu harus diolah lagi menjadi bricket oleh pabrik yang lebih besar. Sementara ini, Muhaimin hanya menyetor hasil produksi arang rumahan ke pengepul yang akan mengirimkan ke pabrik. “Kalau dari referensi yang saya tahu itu, setelah diolah jadi bricket itu kan jadi bahan bakar pengganti batu bara,” kata bapak satu anak ini.
Batok kelapa yang baru saja dibeli Muhaimin di Pasar Legi. foto: rino hayyu setyo.
Rencananya, Muhaimin akan membuat program pemberdayaan masyarakat sekitar untuk memproduksi arang batok kelapa. Meskipun masih dalam jumlah kecil, perbulan ia bisa mencapai penghasilan bersih sekitar Rp 6 juta – Rp 9 juta. “Beberapa orang sudah saya ajak untuk mencoba produksi, tapi sangat kecil. Minimal bisa belajar dulu bagaimana proses produksinya,” pungkas Muhaimin.
Muhaimin memasukkan arang batok kelapa ke karung. foto: rino hayyu setyo.