DPD RI Perjuangkan Ketua RT/RW Dapat Honor Tetap

Konten Media Partner
20 Januari 2019 10:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Anggota MPR RI yang juga Komite IV DPD RI asal DIY, Cholid Mahmud mengungkapkan komite IV DPD RI kini tengah memperjuangkan keinginan para ketua Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW) untuk mendapatkan honorarium dari Alokasi Dana Desa (ADD). Ia mengakui jika tanggungjawab dan tugas dari Ketua RT/RW cukup besar. Menurur Cholid, Ketua RT/RW selama ini menjadi ujung tombak layanan pemerintahan dan juga saluran komunikasi paling ujung dengan masyarakat. Kendati demikian, mereka tidak pernah mendapat alokasi honorarium namun justru sering tombok ketika harus melakukan kegiatan di masyarakat. Selama ini, para ketua RT/RW hanya mendapat tali asih yang besarannya sebenarnya tidak layak. Sepanjang yang ia tahu, para ketua RT/RW hanya mendapat tali asih antara Rp 250.000 hingga Rp 300.000 setahun sekali. Tali asih tersebut diberikan ketika menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri. "Oleh karena itu, mereka (RT/RW) memang layak diperjuangkan,"ujarnya di sela sosialisasi Tata Kehidupan Berbangsa dan Bernegara MPR RI di Gedung DPD RI Yogyakarta, Sabtu (19/1/2019) malam. Selama ini, Ketua RT/RW sangat lekat dengan urusan masyarakat tingkat bawah. Berbagai urusan administrasi yang berkaitan dengan warga ditangani oleh Ketua RT/RW. Namun perhatian pemerintah seolah kurang indikatornya dengan minimnya honorarium yang diberikan. Cholid mengakui jika pemberian honorarium tersebut belum terakomodir dalam Undang- Undang Desa. Sehingga untuk merealisasikannya membutuhkan perjuangan yang panjang karena harus melalui perubahan undang-undang. Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk mencari alternatif lain. "Kami tengah mengusulkan melalui mekanisme Peraturan Menteri Dalam Negeri,"ujarnya. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) sangat memungkinkan. Terlebih saat ini dana desa masih banyak terserap untuk pembangunan fisik semata. Bahkan DPD menyoroti minimnya dana desa yang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat. Pihaknya melihat baru sekitar 3 persen dana desa yang digunakan untuk pemberdayaan. (erl/fra)
ADVERTISEMENT