Ada Apa dengan Senja?

Tiara Hasna R
Journalist and Bachelor of Engineering ITB
Konten dari Pengguna
25 Desember 2019 15:04 WIB
comment
19
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Tiara Hasna R tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kuta, Bali (Agustus, 2018)
zoom-in-whitePerbesar
Kuta, Bali (Agustus, 2018)
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Senja, waktu menuju piringan mentari meninggalkan cakrawala. Kadang terasa gelap dan hampa, kadang berwarna penuh makna. Kekagumanku padanya sungguh tak terelakkan. Entah bagaimana awalnya, mungkin jatuh cinta pada pandangan pertama itu benar-benar ada. Tapi apa kuasaku? Apa istimewanya perasaanku ini dibanding perasaanmu--jika memang kamu juga menaruh perasaan padanya?
ADVERTISEMENT
Kata orang, kalau sayang, ya, buktikan dengan aksi nyata, jangan cuma bicara. Baiklah, kuceritakan satu dari banyak perjuanganku untuk dapat bersua dengannya.
Aku tengah rehat sejenak dari hiruk-pikuk Ibu Kota, dan sampailah di Pulau Dewata. Salah satu alasan memilih pulau ini, ya, agar bisa sering-sering bertemu dengannya. Wah, kalau “nya” ini adalah seorang pria, mungkin aku sudah dilabeli 'budak cinta' karena rela cuti dan menyeberangi pulau hanya untuk bersua.
Sejak jauh-jauh hari, aku sudah buat daftar tempat terbaik untuk kami janjian. Tak sabar, sudah lama sekali kami tak bertemu di pinggir pantai. Terakhir kali bertemu, aku sedang di atas motor ojek online, tepatnya di flyover Ciledug, sepulang kerja. Haduh, sungguh enggak nyaman pertemuan kala itu, kami tak sempat bertukar cerita karena abang ojeknya ngebut dan kami terhalang jalan layang TransJakarta.
Ciledug (November, 2019)
Sayang sayang sipatokaan, penghalang berikutnya adalah musim hujan. Usai tiga hari di Pulau Dewata, kami belum juga bersua. Hari pertama mendung, hari kedua hujan, hari ketiga bahkan sudah buat janji, batal juga karena hujan datang lebih deras. Heran, ada masalah apa, sih, si Hujan ini dengan kami?
ADVERTISEMENT
Akhirnya, di hari ketiga aku buat janji lagi untuk keesokan hari. Apa yang terjadi? Si hujan datang lagi. Kali ini lebih parah, beberapa titik menuju tempat kami jumpa bahkan tergenang banjir. Hujan deras, macet, petir, lengkap sudah kegalauan ini.
Tapi namanya juga si 'bucin', akan kulakukan semua untukmu, apalagi hari itu adalah kesempatan terakhir. Aku pun membulatkan tekad, datangi saja dulu apa pun yang terjadi. Kalau ia tak datang, biar saja. Mungkin waktunya tak tepat, mungkin ia sedang bertemu seseorang di tempat lain.
Sesampainya di sana--beach club yang kemarin kupesan, langit masih tak berwarna, gelap sekali. Saat itu pukul 17:15 WITA, aku masih optimis karena senja di Bali biasanya datang sekitar pukul 18:15 WITA. Untuk membunuh waktu, dalam satu jam itu aku bersama ibu dan adikku menjajal restonya. Sambil berdoa keras-keras supaya hujan reda dan gerombolan awan gelap itu segera hilang.
Bali, 17:10 WITA.
Terlalu banyak kemungkinan yang bisa terjadi dalam satu tahun, satu bulan, bahkan satu jam. Dan kita tidak pernah benar-benar tahu apa yang akan datang, apa yang akan hilang. Karena alasan sederhana itulah aku tetap menunggunya.
ADVERTISEMENT
Rasanya gelisah, bahkan usai menyantap habis hidangan resto tersebut, nihil tanda kedatangannya. Kata orang, saat kita berlebihan menaruh harap, bersiaplah jatuh kecewa.
Sudah pukul 18:13 WITA, hujan pun reda. Entah doa apa yang berhasil didengar saat badai tadi--semoga soal studi lanjutku pun kelak diamini. Akhirnya kami keluar resto, memandangi sang angkasa.
Tapi... Senjanya tipis sekali. Ada apa dengannya?
Ah, sudahlah, begini saja sudah senang. Bersyukur, berusaha menerima, pasrah. Mengingat hujan lebat tadi, pikirku mana mungkin bertemu dengannya dalam wujud yang lebih baik dari ini.
Cafe del Mar, Bali, 18:20 WITA.
Sesungguhnya sabar adalah kunci. Tak lama, senja yang kurindu itu datang menghampiri.
Cafe del Mar, Bali, 18:32 WITA.
Speechless.
Ada segudang cerita yang ingin kuteriakkan padanya. Tapi langit jingga, ungu, biru, kuning, merah muda yang berpadu indah itu terlalu memesona. Aku ingin sekali menatap dan memeluknya lama-lama.
ADVERTISEMENT
Seperti biasa, aku pun tak lupa mengantongi sepucuk senja untuk 'dirinya' di suatu masa. Barangkali hujan membinasakan pertemuan kami di Ibu Kota, aku sudah punya banyak persediaan dalam kotak senja.
Aku tahu, pertemuan itu tak akan lama. Bahkan rasanya hanya sekejap mata. Selanjutnya adalah perpisahan, bagian yang paling menjemukan. Tapi apa daya, dunia ini terus berputar. Jika beruntung, aku yakin esok pasti jumpa.
Kadang, saat kita sedang benar-benar lelah dan akan menyerah, saat itulah kita berada pada jarak yang paling dekat dengan angan. Senja mengajarkan itu semua, dan aku tak akan pernah lupa cerita di balik setiap pertemuan.
ADVERTISEMENT
Sampai jumpa di lain masa.