Guru dan Jeratan Hoaks

supadilah
Saya adalah seorang guru di SMA Terpadu Al Qudwah. Sebuah sekolah yang beralamat di Jl. Maulana Hasanuddin, Kp. Cempa, Ds. Cilangkap, Kec. Kalanganyar, Kab. Lebak, Banten
Konten dari Pengguna
30 Agustus 2021 19:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari supadilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Teknologi semakin maju. Kalau tidak dibarengi dengan literasi informasi, kita bisa terjebak hoaks. Hoaks adalah berita bohong atau berita yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Guru bisa juga termakan hoax juga.
ADVERTISEMENT
Pelaku hoaks itu bukan tidak pintar. Malah, hoaks sering juga dilakukan orang-orang yang secara pendidikannya cukup mumpuni dan punya gelar akademik.
Bahkan ada plesetan 'semua akan kena hoaks pada waktunya'. Sebuah gambaran bahwa hoaks bisa terkena siapa saja.
Ini juga yang saya alami di grup sekolah. Ada beberapa guru yang suka mengirim berita yang belum tentu benarnya. Malahan, beberapa kiriman itu adalah berita bohong itu.
Ada yang mengingatkan. Dia malah tersinggung. Dia beralasan, 'kalau salah ya tidak apa-apa. Kalau benar, kita bisa waspada.'
Lain waktu, seorang guru-pendidik mengirim sebuah video tentang magnet yang menempel di lengan pascavaksin. Lalu pura-pura bertanya apa betul yang dikatakan di video itu. Kalau benar, berarti bahaya vaksinasi. Saya tahu kalau dia pura-pura bertanya. Dari sekian banyak guru, dia yang termasuk belum divaksin. Sampai sekarang, dia belum divaksin.
ADVERTISEMENT
‘Pura-pura bertanya’ adalah cara aman agar tak dibilang menyebarkan hoaks.
Di ranah pendidikan bisa juga menyulut debat kusir. Misalnya tentang bumi datar versus bumi bulat.
Suatu hari saya ngobrol dengan kepala sekolah. Saya bertanya kepadanya, “Menurut Bapak mana yang benar, bumi bulat atau datar?”
Beliau menjawab, “Memang apa manfaat buat kita kalau bumi itu bulat atau bumi itu datar? Kita dapat apa? Apa kita dapat sesuatu?” Beliau balik bertanya.
Wah jawabannya menohok! Benar juga. Apa untungnya mendebatkan yang tidak ada manfaatnya?
Perdebatan seperti itu hampir tidak ada manfaatnya. Malah banyak ruginya. Mulai dari habis waktu dan tenaga hingga membuat silaturahmi tidak harmonis. Ya, debat kusir bisa membuat tidak saling bertegur sapa bahkan bermusuhan.
ADVERTISEMENT
Padahal debat seperti itu biasanya tidak sebentar. Bisa setengah jam bahkan berjam-jam. Coba kalau waktu selama itu dipakai buat hal produktif semisal minum kopi, bikin konten, buat nulis, atau bikin tutorial. Bukankah kita di anjurkan untuk menghindari hal yang sia-sia?
Ayolah. Kita ini sedang cari teman atau cari lawan? Cari lawan itu gampang cari teman itu susah. Ingat ungkapan seribu teman masih kurang, satu musuh terlalu banyak. Tetap jaga persatuan. Hindari saling bermusuhan.
Kalau dipikir-pikir, tantangan atau masalah yang kita hadapi itu banyak. Dalam tataran negara, kita masih banyak masalah juga. Kita bersatu belum tentu maju. Apalagi kalau kita saling bermusuhan.
Kembali ke guru tadi. Saya pernah menganjurkan agar mengecek berita seperti itu ke google dulu. Biasanya sudah ada yang membahasnya. Termasuk video magnet vaksinasi tadi. Hanya keluar sedikit kuota internet untuk searching.
ADVERTISEMENT
Atau bisa manfaatkan layanan internet yang sudah terpasang di sekolah atau di rumah. Beruntung saya sudah menggunakan program Indihome dari Telkom yang terpasang sejak Maret 2020. Bayar per bulannya sama. Rugi kalau tidak dipakai untuk hal kebaikan.
Sejak pandemi akibat Covid-19, keluarga kami semakin sering di depan laptop. Saya melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Saat pandemi, sering ada webinar. Satu hari bisa ada 2 – 3 kali webinar.
Tidak rugi saya menggunakan layanan IndiHome ini. Kalau dibandingkan dengan kuota internet di handphone dulu jauh lebih ramah di kantong.

Guru Jadi Teladan, Jangan Termakan Hoaks

Guru merupakan teladan bagi siswa. Kalau guru dengan mudah termakan hoaks, begitu juga dengan siswanya.
Rumusnya begini. Saat mendengar berita, cek apakah berita itu benar atau bohong? Kalau benar, lantas apakah berita itu membawa manfaat atau tidak. Kalau berita itu membawa manfaat bolehlah di-share. Tapi kalau berita itu tidak membawa manfaat ada baiknya tahan tangan kita untuk sharing.
ADVERTISEMENT
Nah, ketimbang menyebarkan berita yang belum tentu benar, lebih baik gunakan media sosial untuk menyebarkan hal-hal baik. Tidak sulit. Konten-konten positif juga banyak tersedia di internet baik berupa gambar, tulisan, video atau podcast.
Guru sebagai seorang pendidik seyogyanya mendukung berpikir kritis, membangun budaya positif, dan pembangunan karakter. Termasuk memilih reaksi positif saat mendapat berita.
Kita bisa memanfaatkan berbagai kanal untuk menyebarkan hal-hal baik itu. Salah satunya adalah kanal Lebih Baik Sebar Yang Baik. Kanal ini disediakan oleh IndiHome yang dapat kita gunakan untuk berbagi hal-hal yang baik.
Sebagai penutup, saya mengutip kalimat penulis Asma Nadia. “Tulislah sesuatu yang membuatmu tidak menyesal dengan apa yang kamu tulis.” Yang terpenting bukan seberapa banyak yang melihat konten kita tetapi kualitas konten kitalah yang terpenting. (*)
ADVERTISEMENT