Semasa kecil, orang tua saya mengingatkan bahwa bersikap tinggi hati dan mawas diri adalah dua hal berbeda. Yang pertama berarti menutup diri terhadap kemungkinan baru. Yang kedua berarti mengetahui kemungkinan mana yang bukan milikmu. Maka, ucap mereka pada saya, jangan jadi orang yang sombong. Tapi, jangan ragu untuk pilih-pilih teman.
Sayangnya, saya gamang mengamalkan pemikiran tersebut. Pelajaran PPKN dan pola pergaulan meyakinkan saya bahwa pilih-pilih teman adalah perilaku khas manusia takabur. Pertemanan di masyarakat kita tidak dibangun berdasarkan penerimaan terhadap perbedaan dan keberagaman nilai setiap individu. Pertemanan justru merupakan upaya untuk membaur dan jadi bagian dari suatu kelompok yang lebih besar.
Karena itu, pikir saya, pilih-pilih teman adalah jalan hidup yang tidak praktis. Membaur saja belum tentu diterima, apalagi menjadi diri sendiri. Dilema ini dimuluskan oleh dua perkara penting: pertama, saya punya kecenderungan people pleasing yang menjengkelkan. Kedua, semasa remaja saya orang yang canggung dan sulit menembus tongkrongan. Dapat teman saja sudah syukur. Buat apa pilih-pilih?
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814