Kesultanan Berau, Penguasa Wilayah Kalimantan Timur yang Hilang

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
3 Juni 2018 14:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kesultanan Berau adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang berada di wilayah Kalimantan Timur. Kerajaan ini dibangun pada abad ke-14. Awalnya, kerajaan ini bercorak Hindu dan Buddha, kemudian pada abad ke-17 berubah menjadi pemerintahan bercorak Islam.
ADVERTISEMENT
Agama Hindu dan Buddha yang dianut sebagian besar masyarakat Berau sebelum masuknya Islam berasal dari pengaruh yang ditinggalkan Majapahit dan Sriwijaya ketika menaklukkan wilayah Kalimantan Timur.
Pada masa kejayaannya, kesultanan Berau dikenal memiliki relasi yang baik dengan negeri di luar Nusantara. Kerajaan ini pernah menjalin hubungan dipomatik dengan kesultanan Brunei Darussalam, yang menyebut Berau dengan nama Kuran.
Kesultanan Berau didirikan setelah menggabungkan beberapa wilayah adat yang ada di sekitar Kalimantan Timur, seperti Kuran, Marancang, Bulalung, Sawakung, Pantai, Bunyut, dan Lati. Setelah wilayah-wilayah tersebut dipersatukan dan menjadi satu kerajaan, maka pemimpin pertama kesultanan Berau yang disepakati adalah Baddit Dipattung, seorang tokoh dari Kampung Lati.
Baddit Dipattung naik takhta pada 1377, dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma. Pusat pemerintahan Berau pun dialihkan ke wilayah Kampung Lati, yang sekarang masuk ke dalam Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
ADVERTISEMENT
Baddit Dipattung membawa kerajaan baru ini pada era kejayannya. Kesultanan Berau berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, meliputi Bulungan, Tidung, Alas, Tungku, dan sebagian wilayah Kalimantan Utara, hingga perbatasan Brunei Darussalam.
Aji Raden Suryanata Kesuma dikenal sebagai raja yang bijaksana dan cakap dalam membangun pemerintahan.
Setelah Aji Raden Suryanata Kesuma, ada 11 penguasa yang memimpin Berau sebelum akhirnya memeluk agama Islam. Kerajaan kemudian diubah menjadi kesultanan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Hasanuddin pada 1676.
Agama Islam sebenarnya telah masuk ke wilayah Berau pada masa pemerintahan Aji Tumanggung Barani, yang memerintah sejak 1495 sampai 1524. Namun, Islam baru menjadi agama resmi di Berau pada masa pemerintahan Muhammad Hasanuddin, yang memerintah sejak 1676 hingga 1700.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini, pemerintahan Berau berhasil menghalau upaya Belanda yang ingin menguasai perdagangan di wilayah Kutai dan Berau. Di bawah pimpinan Sultan Muhammad Hasanuddin, kekuatan Berau berada pada puncak kejayaannya, seperti pada masa Aji Surya Natakeusma.
Sultan Zainal Abidin II menjadi penguasa terakhir kesultanan Berau. Setelah ia wafat, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan internal kerajaan karena banyaknya putra mahkota yang mengingkan kekuasaan. Situasi perpecahan tersebut dimanfaatkan oleh Belanda untuk menaklukkan Berau, yang sebelumnya gagal dilakukan.
Strategi pemecahan yang dilakukan oleh Belanda berhasil membuat kesultanan Berau terpecah menjadi dua kerajaan baru, yakni Kesultanan Simbaliung dan Kesultanan Gunung Tabur. Maka berakhirlah masa kekuasaan Kesultanan Berau di wilayah Kalimantan Timur.
Sumber: Gustama, Faisal Ardi. 2017. Buku Babon Kerajaan-Kerajaan di Nusantara. Yogyakarta: Brilliant Book
ADVERTISEMENT
Foto: id.wikipedia.org