Takmir Masjid Yogya Minta Pemerintah Bantu Sediakan Toa Sesuai Standar

Konten Media Partner
22 Februari 2022 15:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengeras Suara  Foto: shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Pengeras Suara Foto: shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Agama (Kemenag) baru saja mengeluarkan aturan tentang pengeras suara di masjid dan musala. Aturan tersebut dikeluarkan sebagai bentuk toleransi umat beragama di Indonesia yang sangat beragam.
ADVERTISEMENT
Takmir Masjid Syuhada Yogyakarta, Henky Desri Mulyadi, menyambut baik aturan tersebut. Sebab, aturan itu menurut dia memang menguntungkan bagi masjid. Sebab, selama ini pengeras suara masjid memang kerap jadi permasalahan di tengah masyarakat.
“Itu demi jamaahnya juga, supaya lebih nyaman dalam mendengarkan, juga untuk masyarakat di sekitarnya,” kata Henky Desri Mulyadi, ketika dihubungi pada Senin (21/2).
Namun, Henky berharap Kemenag tak sekadar mengeluarkan aturan tentang pengeras suara untuk masjid dan musala. Dia juga berharap, pemerintah baik di pusat maupun daerah ikut membantu masjid dan musala memiliki pengeras suara yang ideal seperti standar yang ditetapkan oleh Kemenag. Pasalnya, tidak semua masjid atau musala memiliki kemampuan finansial yang sama untuk menyediakan pengeras suara yang sesuai standar.
ADVERTISEMENT
Masjid-masjid besar memang sudah banyak yang memiliki kemampuan untuk memiliki sound system yang memadai. Tapi banyak juga masjid-masjid dan musala, misalnya yang berada di kampung-kampung dan di desa yang masih sulit untuk memenuhi aturan itu.
“Jadi perlu diperbaiki secara total, kalau ada aturan harusnya pemerintah juga punya solusi, karena memang sangat vital pengeras suara itu,” lanjutnya.
Masjid Syuhada sendiri menurut dia sudah memenuhi aturan itu sejak bertahun-tahun sebelumnya. Hal itu karena posisi masjid yang terletak di tengah kota, dan di sekitarnya juga terdapat banyak tempat ibadah dari umat agama lain.
“Jadi kami memang harus menyadari kalau di sekitar kita juga banyak pihak yang mungkin terganggu dengan pengeras suara dari masjid,” kata Henky Desri Mulyadi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telah menerbitkan surat edaran (SE) Nomor 05 tahun 2022 yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Ada sejumlah hal yang diatur dalam surat edaran tersebut, salah satunya adalah volume pengeras suara masjid yang diizinkan maksimal adalah 100 dB atau decibel dengan suara tidak sumbang.
Selain itu, surat edaran tersebut juga mengatur kapan masjid boleh menggunakan pengeras suara luar dan kapan harus menggunakan pengeras suara dalam. Untuk azan, diizinkan untuk menggunakan pengeras suara luar, namun untuk ceramah harus menggunakan pengeras suara dalam.
Selain itu, suara yang disiarkan melalui pengeras suara juga harus bagus atau tidak sumbang dengan pelafalan yang baik dan benar.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” kata Menag Yaqut di Jakarta, seperti dikutip dari laman kemenag.go.id, Senin (21/3).
ADVERTISEMENT
PP Muhammadiyah Mendukung
Terpisah, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad menyambut baik hadirnya pedoman ini. Menurutnya, pedoman ini dibuat agar pengeras suara di masjid tidak digunakan pada sembarang waktu.
“Bagus ada pengaturan. Supaya penggunaan pengeras suara masjid atau pun yang lain tidak sembarangan. Tidak sembarang waktu,” ujar Dadang, Senin (21/2) seperti dimuat di Muhammadiyah.or.id.
Dirinya meminta agar pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala ini dapat ditaati oleh semua pihak.
Sementara itu Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas juga mengaku setuju dengan aturan ini. Hanya saja, dia meminta pelaksanannya tidak boleh kaku.
Misalnya terkait dengan penggunaan pengeras suara luar yang hanya dibatasi lima menit sebelum azan dikumandangkan menurutnya sangat singkat. Dia mengusulkan supaya waktu penggunaan suara toa masjid ke luar ditambah 10 menit agar masyarakat tidak telat datang ke masjid
ADVERTISEMENT
“Khusus untuk salat subuh banyak orang yang terbangun setelah mendengar suara lewat loud speaker. Kemudian juga banyak dari mereka yang mandi terlebih dahulu sebelum berangkat ke mesjid. Jadi mungkin minimal memerlukan waktu 15 menit sebelum waktunya,” ujarnya.
Apalagi, dia melanjutkan, untuk masyarakat muslim yang ada di kampung-kampung, terutama di daerah pedesaan, biasanya jarak masjid dengan rumahnya jauh. Jika waktu yang diberikan 5-10 menit diperkirakan bisa membuat jemaah telat, terutama bagi yang tak punya kendaraan.
“Hal-hal seperti ini tentu perlu dipertimbangkan. Untuk itu bagaimana baiknya pelaksanaan sebuah peraturan perlu ada kesepakatan-kesepakatan dari masyarakat setempat,” pungkasnya