Dugaan Pungli SMK Negeri di DIY Terjadi Lagi, Siswa Disebut Dapat Perundungan

Konten Media Partner
21 September 2022 15:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SMK Negeri 2 Depok, Sleman. Foto: SMKN 2 Depok
zoom-in-whitePerbesar
SMK Negeri 2 Depok, Sleman. Foto: SMKN 2 Depok
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah kembali mencuat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Jika sebelumnya SMK Negeri 2 Yogyakarta dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY karena diduga melakukan pungutan kepada orang tua siswa, kini giliran SMK Negeri 2 Depok, Sleman, yang dilaporkan ke ORI DIY.
ADVERTISEMENT
Namun, Kepala Sekolah SMKN 2 Depok membantah seluruh laporan ini.
Sekretaris Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi), yang memberikan pendampingan kepada orang tua siswa, Yuliani Putri Sunardi, menjelaskan bahwa dugaan pungli itu mulai mencuat saat terjadi rapat komite sekolah pada Jumat (16/9).
Di dalam rapat tersebut, dipaparkan kebutuhan anggaran biaya program sekolah yang jumlahnya mencapai Rp 5,3 miliar lebih.
Pemaparan anggaran itu juga dibagi dalam tiap angkatan, dimana di tiap angkatan sudah tercantum nilai sumbangan yang menjadi indikasi terjadinya pungutan.
“Walaupun tidak disebutkan per siswa, tapi sudah dipaparkan sumbangan orang tua untuk tiap angkatan itu berapa,” kata Yuliani Putri Sunardi saat dikonfirmasi Pandangan Jogja @Kumparan, Rabu (21/9).
Sekretaris Sarang Lidi, Yuliani Putri Sunardi. Foto: Dok. Pribadi
Setelah itu, pada akhir rapat, sekolah membagikan formulir untuk tiap orang tua siswa, yang isinya berupa surat kesediaan berapa besar sumbangan yang akan diberikan oleh orang tua. Sekolah kemudian menurut Yuliani meminta siswa mengumpulkan surat itu pada hari Senin (19/9), tiga hari setelah rapat.
ADVERTISEMENT
Yuliani mengatakan, jika memang hal itu adalah sumbangan, maka tak perlu ada surat kesanggupan menyumbang berapa dan tidak perlu ada batas waktu penyumbangan.
“Kalau sukarela itu ya enggak perlu pakai surat kesanggupan, enggak perlu waktu mau diisi kapan, apalagi batas pembayaran,” lanjutnya.
Sehari berikutnya, pada Selasa (20/9) kemarin, Yuliani mengatakan bahwa sempat terjadi desakan kepada siswa yang belum mengumpulkan surat kesanggupan menyumbang tersebut. Sekolah menurutnya memberi batas waktu kepada siswa untuk segera menyerahkan surat tersebut pada keesokan harinya, Rabu (21/9).
“Siswa juga mendapat perundungan dan intimidasi untuk segera mengumpulkan surat tersebut. Ini kan kayak pemaksaan, kita dipaksa untuk mengisi,” ujarnya.
Apalagi surat kesanggupan tersebut disampaikan tidak dalam amplop tertutup, sehingga bisa diketahui oleh anak yang bersangkutan maupun siswa lain. Hal itu memberikan tekanan tersendiri bagi siswa-siswa tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kan yang tidak menyumbang atau yang menyumbang tapi sedikit jadi malu kan, apalagi ada orang tua yang pamer sudah menyiapkan uang Rp 10 juta untuk anaknya, ini kan akan menekan yang lain,” kata Yuliani Putri.
Yuliani mengatakan bahwa Sarang Lidi telah melaporkan dugaan pungutan tidak sah tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY.
SMK Negeri 2 Depok, Sleman. Foto: SMKN 2 Depok
Adapun Kepala SMK Negeri 2 Depok, Agus Waluyo, membantah adanya dugaan pungutan di sekolahnya. Masalah nominal yang dipaparkan dalam rapat komite menurut Agus bukanlah nominal yang harus dibayar orang tua, namun kebutuhan anggaran sekolah.
“Kalau pungutan itu tidak benar. Kami tidak pernah melakukan itu, dan insyaallah kami sangat paham bahwa pungutan itu enggak boleh, yang boleh adalah sumbangan,” kata Agus Waluyo.
ADVERTISEMENT
Sementara, Ketua ORI DIY, Budhi Masthuri, mengatakan pihaknya akan mempelajari laporan tersebut dan melakukan penelusuran lebih dalam.
Budhi mengatakan bahwa pungutan yang dilakukan dengan tidak sah oleh sekolah tetap melanggar hukum meskipun telah disepakati dalam musyawarah Bersama.
“Sesuatu yang melanggar hukum tetap tidak boleh dilakukan meskipun atas dasar musyawarah Bersama. Mau diberi nama sumbangan, sedekah, infak, atau apapun, itu tetap pungutan,” kata Budhi Masthuri.