Budidaya Teripang: Menjadi Kaya dan Menyelamatkannya dari Kepunahan

Konten dari Pengguna
10 Oktober 2020 13:31 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pandangan Jogja Com tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi teripang. Foto: sehatq.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi teripang. Foto: sehatq.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika melihat bentuknya, beberapa orang mungkin akan merasa geli dengan teripang. Kendati demikian, terlepas dari bentuknya yang dapat membuat sebagian orang bergidik, teripang merupakan salah satu komoditas hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi.
ADVERTISEMENT
Harga satu kilogram teripang, bisa mencapai 3.000 dolar AS. Yang artinya dengan kurs saat ini, hampir setara dengan Rp 45 juta per kilogramnya. Meskipun, harga teripang tentu berbeda-beda setiap jenisnya.
Namun jauh sebelum orang-orang menemukan potensi ekonomi yang dimiliki teripang, hewan laut ini merupakan spesies penting di habitatnya.
Peneliti dari Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Dwi Handoko, mengatakan bahwa salah satu peran teripang yang paling penting adalah menjadi indikator kualitas perairan.
“Artinya apa? Suatu perairan yang memang di situ banyak kita jumpai teripang, itu dapat kita pastikan perairan tersebut relatif lebih bagus,” kata Dwi Handoko Putro dalam seminar daring yang diadakan oleh Universitas Negeri Lampung (Unila), pekan kemarin.
ADVERTISEMENT
Hal ini disebabkan karena pola makan, jenis makanan, bahkan hasil metabolisme teripang, semuanya sangat menguntungkan bagi proses-proses yang berlangsung di dalam ekosistem.
Namun karena tingginya nilai ekonomi yang dimiliki teripang, membuatnya banyak dieksploitasi. Yang mengkhawatirkan adalah, jika eksploitasi yang terjadi tidak sebanding dengan upaya pemulihan yang dilakukan.
“Untuk itu, mau enggak mau, kita harus sudah mulai berpikir masalah budidaya,” ujarnya.
Budidaya yang Tidak Berkembang
Sayangnya sejauh ini, budidaya teripang yang ada di Indonesia tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Ada beberapa masalah budidaya teripang di Indonesia menurut Dwi Handoko.
Pertama, adalah sifat biologi yang dimiliki oleh teripang. Teripang memiliki sifat yang tidak aktif dan masa pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut membuat orang yang ingin melakukan budidaya teripang akan berpikir ulang.
ADVERTISEMENT
“Dari sisi bisnis harus kita akui bahwa hampir seluruh tangkapan itu mengandalkan dari alam,” ujarnya.
Kondisi topografi Indonesia yang sangat bagus, dengan garis pantai yang sangat panjang, justru kerap membuat terlena. Akibatnya, potensi besar itu terus dieksploitasi namun lupa untuk melakukan konservasi.
Belum lagi dengan adanya pola pandang yang mengatakan bahwa teripang memiliki sifat renewable dan common property. Memang tidak sepenuhnya salah, tapi dalam konteks ini, pola pandang seperti itu sangat merugikan bagi kelestarian teripang.
“Karena apa, kondisi ini kalau berlangsung dalam waktu lama maka sistem kita itu dapat diyakinkan semakin menurun dan rusak. Dan kelangkaan teripang ke depan akan semakin tinggi,” ujar Dwi Handoko.
Untuk memperbaiki kondisi budidaya teripang di Indonesia, supaya tidak membuat populasinya di alam semakin kritis, harus ada sinergi antara pemerintah, peneliti, akademisi, serta praktisi baik itu pembudidaya, eksportir atau importir, serta masyarakat.
ADVERTISEMENT
“PR kita saat ini adalah bagaimana mengembangkan dan bagaimana memproduksinya secara massal supaya dapat mencukupi kebutuhan,” ujarnya.
Teknik Budidaya Teripang
Dwi Handoko Putro menjelaskan bahwa sebenarnya sudah ada teknik budidaya teripang yang dikembangkan dan bisa diterapkan. Ada beberapa hal dasar yang perlu diperhatikan dalam budidaya teripang.
Pertama adalah pemeliharaan indukan. Untuk memelihara indukan, dibutuhkan kolam air laut dengan luas sekitar 500meter yang didalamnya terdapat kurungan tancap. Untuk kedalaman air, dibuat 30 cm ketika pasang surut dan 150 cm ketika pasang naik. Aktivitas pasang surut air laut ini juga dijadikan sebagai pergantian air kolam, sehingga tidak perlu dilakukan pergantian air secara manual.
“Untuk kepadatan populasinya dibuat 1 sampai 2 individu per meter persegi. Untuk pakan, hampir seluruhnya kami mengandalkan pakan dari alam, kebetulan kolam kami cukup subur,” kata Dwi Handoko.
ADVERTISEMENT
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah proses pemijahan. Proses pemijahan yang baik menurutnya dilakukan pada malam hari saat gelap bulan maupun terang bulan.
Proses pemijahan pertama adalah pemilihan indukan, dimana indukan yang dipilih adalah yang sehat dengan berat sekitar 500 sampai 1.000 gram. Indukan yang telah dipilih kemudian dimasukkan ke dalam keranjang, dimana dalam satu keranjang diisi 4 sampai 5 individu teripang.
“Kemudian kita gantung atau diapungkan dengan kedalaman 5 sampai 10 cm di bawah permukaan air,” lanjutnya.
Pada sore harinya, teripang yang sudah diapungkan tersebut kemudian diangkat untuk dibersihkan dan dimasukkan ke dalam air laut yang bersih. Di sana akan terjadi penurunan suhu hingga selisihnya nyaris 5 derajat.
“Penurunan inilah yang biasanya merangsang induk itu untuk berpijah,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan pemijahan, hal berikut yang harus dilakukan adalah pemeliharaan larva yang bisa dilakukan di dalam bak fiber atau beton. Volume bak yang digunakan bisa digunakan antara 4 sampai 10meter kubik dengan padat penebaran 100 individu per liter.
Untuk pakan, larva usia 1 sampai 20 hari biasanya diberi Chaetoceros spp. atau Nannochloropsis sp. Bisa juga diberi pakan campuran dua jenis pakan tersebut. Setelah larva berusia 21 tahun sampai panen, baru kemudian pakannya diganti dengan algae betik yang didominasi oleh diatom.
“Hal penting di dalam pemeliharaan larva ini adalah penempatan atau pemasangan collectors yang biasanya kita lakukan di umur 10 hari,” ujarnya.
Hal tersebut karena larva yang bermetamorfosis, akan menempel di collectors pada umur sekitar 12 hari ke atas. Untuk pemanenan, dilakukan setelah larva berumur 45 sampai 60 hari, bisa dengan cara parsial atau sedikit demi sedikit atau dengan cara total.
Ilustrasi teripang. Foto: beritabeta.com
Setelah memanen larva, langkah berikutnya adalah pendederan. Pendederan bisa dilakukan di bak fiber maupun beton, bisa dilakukan secara indoor maupun semi-outdoor dengan kepadatan 50 sampai 100 individu per meter persegi.
ADVERTISEMENT
Yang terpenting dalam proses pendederan ini adalah pakan, yakni menggunakan alga bentik. Karena benih-benih teripang ini sudah menempel, maka air yang digunakan adalah air mengalir.
“Lama pemeliharaan kami lakukan selama 2 bulan, dan setelah panen itu akan kita dapatkan benih ukuran 3 sampai 5 gram,” ujar Dwi Handoko Putro.
Karena pada proses pendederan pertama tubuh benih teripang masih sangat lunak, maka perlu dilakukan pendederan tahap kedua. Prosesnya hampir sama dengan pendederan pertama, bedanya hanya pada subtract atau dasar kolam yang perlu ditambah dengan pasir, lumpur, atau campuran keduanya.
Supaya pertumbuhannya bisa optimal, kepadatan penebarannya juga dikurangi menjadi 10 sampai 25 individu per meter persegi. Setelah dua bulan, benih teripang akan berukuran antara 10 sampai 25gram dan siap untuk dipanen.
ADVERTISEMENT
Benih yang dipanen ini sudah bisa ditebar ke kolam pembesaran menggunakan kurungan tancap dengan kepadatan 2 sampai 5 individu per meter persegi. Pakan yang digunakan juga berupa bahan organik, yakni pupuk kandang.
“Lama pembesaran sekitar 1 tahun sebelum nantinya dipanen dengan size antara 300 sampai 500 gram,” ujarnya. (Widi Erha Pradana / YK-1)