Analisis Perilaku Homoseksual Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Muhammad Kasyfillah
Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
Konten dari Pengguna
13 November 2022 19:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Kasyfillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang (foto: Muhammad Kasyfillah)
zoom-in-whitePerbesar
Gambar Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Malang (foto: Muhammad Kasyfillah)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjalani kehidupan dalam sebuah lapas tentu mengalami berbagai macam keterbatasan. Salah satu keterbatasan yang paling utama adalah keterbatasan untuk bersosialisasi. Seorang narapidana memang harus dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat mengingat tindakan kriminal yang dilakukan dapat mengganggu atau mengancam kehidupan manusia lainnya. Dengan kata lain, proses pemisahan atau isolasi ini merupakan bentuk hukuman atas perbuatan tercela yang dilakukan. Dalam proses pemisahan tersebut, narapidana akan dibimbing dan dibina oleh petugas Pemasyarakatan dengan tujuan untuk disadarkan dan tidak mengulangi perbuatan yang melanggar norma tersebut. Dalam proses pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan senantiasa berjalan dengan asas memanusiakan manusia dan tetap memperhatikan hak-hak narapidana sebagai seorang manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam Undang-Undang No 12 tahun 1995 tentang Sistem Pemasyarakatan, disebutkan bahwa narapidana memiliki beberapa hak yang wajib untuk dipenuhi, di antaranya kebebasan beribadah, mendapat perawatan jasmani/rohani, mendapatkan pendidikan, pelayanan kesehatan dan makanan layak, menyampaikan keluhan, mengikuti perkembangan media masa, mendapatkan upah atas pekerjaan yang dilakukan, mendapatkan kunjungan, mendapatkan remisi, mengajukan2 cuti (mengunjungi keluarga atau menjelang bebas) dan menerima pembebasan bersyarat.
Dapat dikatakan, jenis-jenis hak yang disebutkan tersebut mengacu pada kebutuhan hidup narapidana sebagai manusia pada umumnya dan kebuuhan dalam menjalani proses pemidanaan. Keseluruhan hak narapidana dijamin oleh pihak lapas dengan disesuaikan pada peraturan yang berlaku. Di samping haknya terjamin, narapidana tetap wajib mematuhi segala aturan dan instruksi selama proses pembinaan mengingat pengurungan narapidana di lapas bukan hanya sekadar mengisolasi, melainkan sebagai bentuk pembinaan mendalam guna membentuk kepribadian yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Berbagai macam hambatan yang telah disebutkan mengakibatkan sampai sekarang kebutuhan seksual narapidana belum bisa terpenuhi. Jika kondisi ini tetap terjadi, maka akan membuka peluang terjadinya disorientasi/penyimpangan seksual. Dalam proses pembagian sel hunian, pihak lapas mengelompokkan narapidana berdasarkan jenis kelamin sebagai indikator utama di atas indikator lainnya adalah usia, tindak pidana, dan lain sebagainya. Itu artinya, disorientasi yang berpeluang besar terjadi adalah homoseksualitas atau hubungan seksual sesama jenis.
Penyebab munculnya homoseksualitas di kalangan narapidana dilatar belakangi oleh beberapa hal. Sumber-sumber pemicu yang ditemukan dapat berasal dari dalam diri narapidana itu sendiri dan juga faktor pergaulan atau lingkungan sekitar. Menjadi seorang narapidana dengan beragam keterbatasan, khususnya keterbatasan dalam berhubungan seksual akan menghasilkan dampak yang cukup signifikan dalam hal perilaku seksual. Fasilitas conjugal visit yang sampai saat ini belum terpenuhi memaksa narapidana untuk menahan hasrat untuk berhubungan seksual selama berada di dalam Lapas.
ADVERTISEMENT
Perilaku homoseksual kerap dilakukan oleh narapidana sebagai upaya memenuhi kebutuhan seksual selama menjalani hukuman. Pada awalnya, para narapidana melakukan kegiatan onani saat merasakan ereksi, atau keinginan untuk berhubungan seksual. Rutinitas onani yang sering dilakukan pada akhirnya memberikan rasa kebosanan dalam diri narapidana sehingga sensasi kenikmatan seksual juga ikut berkurang. Kondisi tersebut ditemukan pada seluruh narapidana, khususnya narapidana yang sebelum menghuni Lapas telah memiliki pasangan dan dapat melakukan hubungan seksual secara rutin. Ketidakmaksimalan narapidana untuk mencapai kenikmatan seksual selama menghuni Lapas pada akhirnya menggerakkan untuk melakukan hubungan intim dengan sesama narapidana.
Pada akhirnya, perilaku homoseksual merupakan tindakan yang pasti dijumpai di kalangan narapidana selama fasilitas conjugal visit belum diberlakukan di Lapas Indonesia. Perilaku homoseksual yang ditemukan terdapat tiga jenis aktivitas, di antaranya menggesek kelamin, anal sex, dan oral sex. Dari ketiga aktivitas tersebut, oral sex menjadi aktivitas seksual yang paling banyak dilakukan narapidana.
ADVERTISEMENT
Toilet umum atau kamar mandi luar yang digunakan satu blok lapas merupakan lokasi yang paling sering digunakan narapidana untuk melakukan hubungan sesama jenis. Kegiatan tersebut dilakukan saat kondisi toilet sedang sepi yang mayoritas adalah saat malam hari. Mengacu pada kejadian tersebut, petugas lapas seharusnya melakukan pemantauan secara berkala kondisi toilet umum, khususnya saat malam hari. Pemantauan yang dimaksud di sini selain memeriksa kondisi di dalamnya, juga lebih selektif terhadap narapidana yang menuju ke toilet umum pada malam hari. Dengan kata lain, petugas lapas mempertanyakan kepada narapidana mengapa lebih memilih menggunakan toilet umum padahal toilet di kamar sel juga tersedia. Jika jawaban dirasa cukup masuk akal, petugas dapat mempersilakan narapidana menuju toilet umum, namun jika berlawanan maka narapidana diminta untuk kembali ke kamar sel dan menggunakan toilet di dalamnya. Kegiatan ini tentunya akan menghindari pertemuan antar narapidana, khusus narapidana yang sebelumnya sudah melakukan janji dengan narapidana lain untuk melakukan hubungan sesama jenis di toilet tersebut.
ADVERTISEMENT
Narapidana sejatinya memiliki peran kunci terkait pencegahan hubungan sesama jenis di dalam lapas. Segala aktivitas homoseksual sebenernya telah diketahui oleh narapidana lain. Karena merasa sebagai suatu kegiatan yang lumrah dan tidak ingin ikut campur, maka narapidana terkesan tidak peduli dan membiarkan hal tersebut terjadi. Petugas lapas dapat memberikan pemahaman terhadap para narapidana bahwa melakukan hubungan sesama jenis merupakan sesuatu yang dilarang dan dapat menghasilkan dampak negatif. Petugas dapat memberikan pemahaman terkait agama, norma, dan atau penyakit yang berpeluang didapatkan jika melakukan hubungan sesama jenis.
Disimpulkan bahwa dalam kehidupan narapidana di Lapas telah terdapat perilaku homoseksual. Beberapa perilaku homoseksual yang dilakukan oleh narapidana di antaranya menggesek alat kelamin, oral sex, dan anal sex. Hubungan sesama jenis tersebut pada dasarnya tidak mempertimbangkan aspek kasih sayang dan status hubungan, melainkan hanya bertujuan untuk mencapai kenikmatan seksual berupa ejakulasi. Hal ini dibuktikan dengan tidak dilakukannya aktivitas kissing atau berciuman, di mana kegiatan tersebut merupakan simbol dari kasih sayang dalam berhubungan. Narapidana hanya menganggap hubungan tersebut sebagai pelampiasan dan upaya sementara dalam memenuhi kebutuhan seksual saat tidak bisa berkumpul dengan pasangan lawan jenis. Pemicu terjadi hubungan diawali oleh pengaruh narapidana yang terindikasi homoseksual sebelum menghuni Lapas. Pengaruh tersebut kemudian menghasilkan ketertarikan narapidana lainnya yang pada saat itu sedang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan seksual. Selain itu, salah satu alasan terbesar perilaku homoseksual masih terjadi hingga saat ini adalah karena kondisi lapas yang cenderung kelebihan kapasitas atau over kapasitas sehingga pengawasan yang terjadi tidak berlangsung secara optimal.
ADVERTISEMENT
Muhammad Kasyfillah, Mahasiswa Politeknik Ilmu Pemasyarakatan