BEM IPB Tinjau Dampak Food Estate terhadap Masyarakat Adat

Muhamad Husni Tamami
Manusia yang suka berkelana.
Konten dari Pengguna
28 Juni 2021 22:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhamad Husni Tamami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
BEM IPB Tinjau Dampak Food Estate terhadap Masyarakat Adat. (Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
BEM IPB Tinjau Dampak Food Estate terhadap Masyarakat Adat. (Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Eksekutif Mahasiswa IPB (BEM IPB) adakan diskusi dalam rangka respon terhadap rencana pemerintah untuk mengadakan program ketahanan pangan Food Estate. Diskusi tersebut diadakan pada Minggu 27 Juni 2021 dengan mengangkat judul “FOOD ESTATE: Program Ketahanan Pangan atau Eksklusi Masyarakat Adat?” secara virtual.
ADVERTISEMENT
Acara tersebut dihadiri oleh tiga pembicara yakni Samuel Raimondo Purba selaku pembicara dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Eko Cahyono selaku akademisi IPB dan Triyoga Habibi selaku perwakilan dari Ombudsman RI.
Dalam pertemuan tersebut terdapat beberapa poin diskusi yang memantik para peserta, salah satunya membahas mengenai bagaimana program Food Estate ini sebelumnya pernah dilakukan oleh rezim pemerintah terdahulu. Namun, disayangkan hanya merugikan negara dan melahirkan konflik sosial terhadap masyarakat adat terdampak akibat kegagalannya, seperti contoh pada Proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar tahun 1998 hingga program Merauke Intergrated Food and Energy Estate tahun 2008.
Menurut pemaparan Samuel Raimondo selaku perwakilan dari AMAN, pemerintah keliru dalam merumuskan konsep Food Estate bagi masyarakat adat. Baginya konsep Food Estate yang berjalan tidak jauh berbeda dengan program yang pernah gagal sebelumnya baik program PLG era Soeharto dan MIFEE era SBY yang telah secara massif mengubah pola tatanan yang telah dimiliki oleh masyarakat adat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Triyoga Habibi selaku perwakilan Ombudsman RI juga turut memberikan argumen bahwa jangan sampai program tersebut (food estate) lupa terhadap nasib masyarakat adat. Bahkan ia menyebutkan bahwa terkait masalah subsidi pupuk saja, negara masih kerap mengalami masalah, sehingga diperlukan evaluasi mendalam terkait pelaksanaan program Food Estate ini agar tidak menghasilkan kesalahan yang sama.
Memperkuat argumen-argumen terdahulu berdasarkan bahan diskusinya, Eko Cahyono selaku akademisi dari FEMA IPB menyatakan bahwa sering kali program-program pemerintah melahirkan potret pahit bagi masyarakat adat. Contohnya, hilangnya perlindungan hak dan pengakuan ruang hidup, eksklusi dan marginalisasi dengan ragam kuasa hingga kriminalisasi, kekerasan, terror dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat dan aktivis. (*)