RUU Perampasan Aset yang Terombang-ambing Selama 10 Tahun

Muhammad Fhandra Hardiyon
Mahasiswa Jurnalistik, Politeknik Negeri Jakarta. Menulis itu bagian dari siklus anak muda.
Konten dari Pengguna
14 April 2022 14:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Fhandra Hardiyon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Perjuangan (Foto: Fajar Grinanda/Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perjuangan (Foto: Fajar Grinanda/Unsplash)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Melihat gejolak 'maling' uang negara di sepanjang negeri tentu membuat rakyat muak dengan tingkah laku para koruptor. Hal ini tentu menimbulkan dampak negatif di masyarakat mulai dari stigma miring mengenai para politisi yang sewenang-wenang hingga persepsi normalisasi korupsi itu sendiri yang rakyat sebetulnya sudah 'membiasakan diri' tentang penyakit serius pejabat-pejabat ini.
ADVERTISEMENT
Di tengah keriuhan ini sebenarnya ada penawar yang menurut penulis sangat-sangat berguna jika diaplikasikan pada terdakwa korupsi yang terbukti bersalah. Yaitu, lanjutkan perjuangan dengan memprioritaskan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
Banyak yang belum tahu mungkin mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tidak Pidana ini. Secara akademik maupun secara materil RUU ini membahas kebutuhan adanya sistem yang memungkinkan dilakukannya penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana secara efektif serta efisien, yang memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan tidak melanggar hak-hak perorangan.
Tujuan dibuatnya RUU Perampasan Aset adalah untuk memberikan kewenangan kepada pihak-pihak terkait dalam menyita dan merampas hasil tindak pidana dari pelaku tindak pidana. Tidak saja memindahkan sejumlah harta kekayaan dari kegiatan kejahatan kepada masyarakat (dalam hal ini koruptor), tetapi juga akan memperbesar kemungkinan masyarakat untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu terbentuknya keadilan serta kesejahteraan bagi seluruh masyarakat sebagaimana yang dicantumkan pada Undang-Undang Dasar 1945.
ADVERTISEMENT
RUU Perampasan Aset sebetulnya sudah dibuat pada tahun 2012 lalu oleh pemerintah tepatnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun tahun berganti tahun, perkembangannya memang tidak ada.
DPR RI selaku lembaga legislatif yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan mengesahkan undang-undang nyatanya sepertinya masih belum ingin melanjutkan RUU Perampasan Aset ini untuk dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2022. Jangankan Prolegnas, dibahas pada komisi saja belum terealisasikan.
Selama ini Indonesia dalam menangani kasus korupsi lebih cenderung mengutamakan pada penghukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi dari pada pengembalian aset negara dari hasil “pencuriannya” itu. Padahal pengembalian kerugian negara diharapkan mampu menutupi defisit APBN sehingga dapat menutupi ketidakmampuan negara dalam membiayai berbagai aspek kebutuhan berdasarkan UU No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Rakyat.
ADVERTISEMENT
Dengan mekanisme pengembalian aset juga dianggap sangat penting karena yang melakukan usaha pengembalian atas aset hasil korupsi pejabat tingginya dan ternyata, dalam usahanya itu acapkali menemui banyak hambatan baik pada prosedural maupun pada ranah teknis. Hambatan-hambatan tersebutlah yang kemudian perlu dicarikan jalan keluar dengan mengatur masalah mengenai pengambilan aset.
Perlu diketahui bahwasanya dalam kasus tindak pidana korupsi hasil dari tindak pidana yang berupa keuangan negara dalam kenyataannya tidak hanya diterima atau dinikmati oleh terdakwa saja, tetapi juga diterima oleh pihak ketiga atau pihak-pihak lain yang tidak menjadi terdakwa. Maka dari itu perlunya upaya pengembalian kerugian keuangan negara oleh pihak ketiga secara prosedural dan sudah pasti memerlukan instrumen hukum yang tepat.
ADVERTISEMENT
Ya, menurut penulis jawaban atas segala kegelisahan di atas terangkum dalam RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana. RUU ini memiliki 16 jangkauan dan pengaturan mulai dari jangkauan Aset yang diperoleh atau diduga berasal dari tindak pidana yang dapat dirampas, tata cara pengelolaan aset, kewenangan dalam mengadili, hingga ganti rugi atau kompensasi.
Presiden RI Joko Widodo sudah mewanti-wanti bahwa sesungguhnya RUU Perampasan Aset ini mesti masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR RI tahun 2022, mengingat RUU ini sudah cukup lama tidak kunjung dibahas. Namun hal berbeda memang sudah dilayangkan DPR RI, pasalnya DPR RI menyatakan keberatannya atas aturan tersebut.
Jangankan untuk dibahas segera, masuk dalam Prolegnas saja nantinya RUU ini akan terus berada di tumpukan pembahasan paling bawah, padahal keadaan negeri sedang tidak baik-baik saja, koruptor berkeliaran di mana-mana.
ADVERTISEMENT
Jika boleh usul, RUU Perampasan Aset mesti menjadi tuntutan para masyarakat semua pihak terutama mahasiswa Indonesia yang menjadi ujung tombak demokrasi di negeri ini. Kita harus selalu bersuara, bertindak mengenai keberlanjutan dari RUU Perampasan Aset, agar nantinya dapat masuk ke dalam pembahasan di parlemen. Ini adalah langkah kita bersama untuk menjadikan Indonesia dapat lebih baik lagi dalam menangani kasus korupsi dan menegakkan hukum untuk menciptakan kesejahteraan serta keadilan di Bumi Pertiwi.