Terbang ke Moskow: Kursi Pesawat dan Imigrasi yang Ketat

27 April 2017 12:04 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kursi pesawat (Foto: Rachmadin Ismail/kumparan)
Kebetulan adalah sebuah rangkaian peristiwa hampir sama yang berulang. Ada kebetulan yang menyenangkan, kadang ada juga kebetulan yang menyedihkan. Sayangnya, untuk penerbangan saya ke Moskow pada 26 April kemarin, kebetulan kedua yang saya dapatkan.
ADVERTISEMENT
Saya kebetulan mendapat kursi pesawat yang memiliki masalah sepanjang perjalanan terbang hampir 13 jam itu. Pertama, perjalanan dari Jakarta ke Dubai (8 jam), lalu dari Dubai ke Moskow (5 jam). Ditambah transit, maka total waktu perjalanan saya hampir 19 jam.
Ceritanya begini. Saat naik pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, saya sengaja memesan kursi di koridor agar mudah buang air kecil. Lalu petugas maskapai pesawat memberi kursi di nomor 40D. Di bangku deretan tiga itu, ada satu pasangan (sepertinya pengantin baru) yang duduk di samping saya.
Nah, begitu pesawat hendak lepas landas, pasangan itu meminta dengan sopan kepada saya agar pindah kursi. Memang ada kursi di sebelah saya di bagian koridor yang kosong. Ya sudah, untuk menghormati momen kebersamaan mereka, karena berdasarkan pengalaman kalau sudah punya anak sulit untuk bermesraan di kursi pesawat, akhirnya saya pun pindah.
ADVERTISEMENT
Benar saja. Begitu saya pindah, pasangan itu saling tidur selonjor dengan cara bergantian. Ini cukup unik dan bisa jadi tips buat pelancong lain yang ingin nyaman di kursi ekonomi. Bila ada tiga kursi, angkat pemisah kursi di bagian tengah, lalu tidurlah berselonjor dengan cara bergantian. Maksudnya, kepala Anda dipangku oleh paha pasangan, lalu bila sudah cukup tidur, Anda yang gantian memangku kepala pasangan. Brilian.
Saya pun duduk di kursi lain dengan perasaan ikut bahagia bisa mensukseskan program ‘bulan madu’ mereka. Namun ternyata kebahagiaan mereka, duka bagi saya. Saat kursi yang saya tempati hendak dimiringkan supaya enak tidur, ternyata agak rusak. Bila dimundurkan ke belakang, kursi itu tiba-tiba berubah lagi menjadi tegak secara otomatis. Dicoba dimundurkan lagi, eh malah maju lagi. Begitu seterusnya sampai 8 jam penerbangan.
ADVERTISEMENT
Tak ada pilihan kursi lainnya yang bisa dijadikan sandaran. Akhirnya saya nyerah dan tidur dalam posisi tegak. Tak apalah, sekalian terapi meluruskan punggung.
Di penerbangan kedua dari Dubai menuju Moskow, kursi yang saya tempati kembali bermasalah. Kali ini tak ada orang yang meminta saya pindah. Tapi masalahnya, kursi yang saya tempati tak bisa dimundurkan ke belakang.
Pesawat Emirates di Dubai (Foto: Rachmadin Ismail/kumparan)
Sempat terpikir untuk pindah cari kursi lain, tapi kondisi pesawat saat itu penuh, sebagian besar oleh turis China. Rata-rata mereka berusia lanjut tapi masih semangat jalan-jalan. Uang pensiunnya terpakai dengan baik pasti.
Turis China memadati pesawat (Foto: Rachmadin Ismail/kumparan)
Alhasil, saya kembali tidur dalam posisi tegak dan mendarat di Moskow dalam kondisi punggung agak keras, leher sakit dan mata yang masih mengantuk.
ADVERTISEMENT
Masalah lainnya adalah pemeriksaan Imigrasi. Di pesawat, saya bertemu dengan Mas Fajar, seorang WNI asal Bekasi yang bekerja di rumah dinas pejabat KBRI Moskow. Dia sudah mewanti-wanti, pemeriksaan Imigrasi di Rusia biasanya ketat, lama dan cukup detail. Jangan harap bisa mendapat senyum.
Benar saja, begitu tiba giliran saya, petugas Imigrasi yang bertugas terlihat sangat bengis. Dia meminta saya melepas kacamata, lalu mencocokkan wajah saya dengan paspor berulang-ulang. Dia melihat saya dengan tatapan yang tajam, masuk ke dalam ulu hati lalu mencabiknya dengan taring beruang. Okay, itu berlebihan.
Total ada sekitar 10 kali dia melihat wajah saya lalu melihat foto di paspor. Tak ada senyuman. Setelah itu dia periksa setiap halaman paspor saya dengan sinar ultraviolet seperti untuk memeriksa uang palsu. Satu per satu. Malah ada yang dibolak-balik berulang-ulang. Total waktu pemeriksaan paspor dan visa selama hampir 15 menit!
ADVERTISEMENT
Ada tombol di samping loket yang isinya meminta respons pendatang soal pelayanan. Sempat mau mengisi dengan pelayanan sangat baik dan luar biasa, tapi daripada lebih lama lagi dan ketahuan bohong, saya tinggal pergi. Saya coba senyum ke dia sebelum pergi dan mengucapkan terima kasih, tapi tak berbalas.
Mas Fajar cerita, pemeriksaan keimigrasian di Rusia memang ketat. Bahkan jauh sebelum ada kejadian teror di St Petersburg. Di jalanan, kadang ada juga razia acak, untuk memeriksa identitas kita. Karena itu, harus selalu membawa paspor ke mana-mana.
Helga mahasiswi RI di Rusia (Foto: Rachmadin Ismail/kumparan)
Helga, salah seorang mahasiswa Indonesia di Rusia yang saya temui sore harinya bercerita, di Rusia memberikan senyum lebih dulu kadang bisa dianggap sebagai sebuah tindakan kurang sopan. Menurut Helga, sebaiknya tidak langsung tersenyum saat bertemu orang Rusia. "Bila mereka yang mengajak senyum duluan, baru kita membalasnya. Jika tidak, ya sudah diamkan saja," pesan Helga.
ADVERTISEMENT
Oke Noted, Helga…
Secara umum, perjalanan ke Moskow kemarin sebetulnya menyenangkan. Banyak film baru yang bisa ditonton di pesawat. Makanannya enak-enak. Toilet tidak terlalu ngantri. Banyak ketemu orang Indonesia di pesawat ke Dubai. Ada yang mau kerja jadi ABK kapal, ada yang jalan-jalan, ada yang perjalanan dinas, banyak yang duduk di kelas bisnis.
Ini menunjukkan kondisi bangsa yang sudah mapan dalam urusan naik pesawat. Mapan untuk urusan lainnya? Nanti dulu.
Oia, perjalanan saya ke Moskow adalah untuk menghadiri acara forum jurnalis muslim di dunia. kumparan (kumparan.com) adalah satu-satunya media di Indonesia yang diundang dalam forum tersebut.
Cerita selanjutnya soal forum tersebut dan kisah di Moskow lainnya akan saya ceritakan di story berikutnya. До свидания!
ADVERTISEMENT