Jikumerasa (yang) Sepi di Pulau Buru

22 Maret 2017 15:50 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keindahan Pantai Jikumerasa di Pulau Buru. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Terik siang membakar kepala dan wajah yang tak dilindungi helm ataupun topi. Seharian aku gentayangan bersama Edy, pemuda 20 tahun yang berprofesi sebagai tukang ojek keliling di Pulau Buru, Maluku.
ADVERTISEMENT
Tukang ojek di Buru jauh lebih canggih dibanding di kota-kota besar, karena tanpa kita memesan lewat aplikasi ponsel, mereka seakan punya indra keenam dengan menghampiri penumpang yang membutuhkan jasa mereka.
Ojek-ojek melintas di sepanjang jalan dari pagi hingga malam, sehingga kita tak perlu khawatir tak sampai ke tempat tujuan meski tak memiliki kendaraan pribadi.
Perjalanan menuju Pantai Jikumerasa (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Aku bertemu Edy, tukang ojek pengantarku, saat hendak berkeliling pulau untuk mewawancarai narasumber di Kepolisian dan dinas-dinas setempat, Sabtu (11/3).
Sekian detik aku keluar dari mes TNI tempatku menginap, Edy menghampiri dan menyapa, “Ojek, Bang?”
Langsung saja kusewa jasa Edy untuk seharian. Sampai-sampai, aku sempat mampir ke rumah Edy dan bertemu ayahnya yang berprofesi sebagai nelayan.
Suasana sepi di Pantai Jikumerasa. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Nasib membawaku menginjakkan kaki di Pantai Jikumerasa, sekitar satu jam dari Namlea. Aku siap membakar diri untuk melihat keindahan pasir putih dan bening air laut, meski tak memakai helm di siang bolong.
ADVERTISEMENT
Rencanaku mewawancara sejumlah narasumber memang harus tertunda, sebab kantor-kantor dinas setempat tutup Sabtu itu. Anggap saja blessing in disguise, sebab aku jadi bisa melihat potensi wisata Buru.
Apalagi, Edy sopir sehariku hafal betul dengan lokasi pantai-pantai indah di Buru. Memang sudah rezekiku.
Jalanan menuju Jikumerasa sangat sepi. Syukurlah embusan angin sepoi-sepoi meredakan panas yang kurasa.
Pohon kayu putih di Pulau Buru. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Sepanjang jalan, kanan-kiriku dipenuh pohon minyak kayu putih dan sagu. Sesekali, aku bertemu anak-anak yang baru pulang sekolah. Mereka melambai-lambaikan tangan padaku, menganggap aku turis setelah melihat muka Jawa-ku.
Mendekati Jikumerasa, aku melintasi pantai-pantai kecil berpasir putih yang disirami air laut biru menyegarkan.
Pesona pantai di sekitar Pulau Buru. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Tampak pula beberapa warung yang penjualnya sedang membakar ikan, membuat perutku lapar meski baru sejam lalu aku menyantap makan siang.
ADVERTISEMENT
Setelah satu jam berlalu, akhirnya aku sampai di sebuah gerbang bertuliskan “Kawasan Pantai Jikumerasa”.
Rumah-rumah di kawasan tersebut sangat sederhana, terbuat dari kayu beratapkan seng atau dedaunan kering, dan halaman yang dibatasi pagar bambu atau bahkan tak berpagar.
Aku pun memasuki kawasan pantai yang terletak di kanan jalan.
Pepohonan rindang menyatu dengan Pantai Jikumerasa (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Tak seperti kebanyakan pantai di Buru, Jikumerasa tergolong sejuk karena ditumbuhi pepohonan rimbun dan sejumlah gazebo yang dapat dijadikan tempat berteduh.
Untuk memasuki kawasan ini, kita akan dikenakan tiket masuk 5000 rupiah per orang.
Suasana Sabtu itu cukup sepi untuk ukuran hari libur. Aku dan Edy duduk di sebuah gazebo yang berada tepat di pinggir pantai.
Andai aku tadi mendapat tukang ojek perempuan, mungkin suasana akan terasa lebih sejuk.
Kejernihan air laut di Pantai Jikumerasa. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Betul kata Edy, pantai ini betul-betul indah. Kondisi pasirnya yang bersih dan putih, air lautnya yang biru menyegarkan, ditambah suasana pantai yang sepi, membuat kita merasa berada di pulau pribadi.
ADVERTISEMENT
Daun-daun kering dan kerang-kerang di pantai pun bak penghias yang menyempurnakan keindahan pantai.
Berteduh di Pantai Jikumerasa. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Melihat anak-anak berenang bermain air, aku pun tergoda untuk menikmati air laut Pulau Buru. Aku lalu duduk dan membasahi kaki di pinggir pantai. Dan terbayang akan Pramoedya Ananta Toer yang diasingkan ke pulau ini. (Baca juga: Karya Pram di Peta Sastra Dunia)
Aku bertanya-tanya, sempatkah Pram menikmati keindahan pulau ini ketika diasingkan Orde Baru ke sini? Mungkin tidak, sebab ia bisa jadi sibuk membuka lahan pertanian dan jalan, serta menulis di bawah pengawasan aparat.
Sama halnya mungkin dengan Mohammad Hatta yang diasingkan di Banda Neira, pulau lain di Maluku.
Andai pariwisata di Buru dikelola dengan baik, sangat mungkin kusut masalah tambang emas bermerkuri yang mengancam lingkungan pulau, akan terurai. (Baca: Emas dan Merkuri yang Mengubah Wajah Pulau Buru)
ADVERTISEMENT
Terlebih, banyak tempat-tempat indah di Buru seperti Pantai Lala, Pantai Jikubesar, Danau Rana, Danau Namniwel, dan air terjun Waprea.
Yuk, kunjungi Pulau Buru!
Pantai Jikumerasa yang berada di Pulau Buru. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)