Wawancara Khusus Hariyanto Arbi: Pemilik Smash 100 Watt yang Sukses Berbisnis

12 Oktober 2021 9:18 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara penghasil atlet-atlet bulu tangkis terhebat di dunia. Hariyanto Arbi adalah salah satu dari mereka, para pahlawan yang mengukir sejarah dan prestasi bagi 'Merah-Putih' dengan raket.
ADVERTISEMENT
Hariyanto lahir di keluarga atlet. Kedua orang tuanya juga mantan pebulu tangkis, begitu juga dengan dua kakaknya, Eddy Hartono dan Hastomo Arbi, yang lebih dulu menekuni dunia olahraga tepuk bulu dan melahirkan prestasi bagi Indonesia.
Hariyanto cilik juga berusaha mengikuti jejak mereka. Walau sempat putus asa, sosok kelahiran 21 Januari 1972 ini menemukan titik untuk kembali bangkit dan melompat tinggi.
Hariyanto mengukir banyak prestasi, termasuk empat kali masuk dalam tim Indonesia yang menjuarai Piala Thomas (1994, 1996, 1998, 2000). Titel ajang prestisius lain seperti World Championships 1995, Asian Games 1994, SEA Games 1993 & 1997, All England 1993 & 1994, dan lain-lain juga digamitnya.
Selepas pensiun, Hariyanto Arbi banting setir. Pria kelahiran Kudus ini meninggalkan hiruk-pikuk kompetisi bulu tangkis dan beralih menjadi seorang pebisnis. Tak jauh-jauh, ia juga berdagang peralatan olahraga.
ADVERTISEMENT
kumparan berkesempatan mewawancarai Hariyanto Arbi. Sang legenda pemilik 'Smash 100 Watt' ini banyak bercerita soal nostalgia masa silam hingga kehidupannya terkini. Silakan disimak.

Bisa diceritakan bagaimana awal karier Anda sebagai pebulu tangkis?

Awalnya, saya enam bersaudara, bapak-ibu dulu sempat main juga, tetapi mungkin kelas daerah. Katanya, sih, pernah ikut PON, pasangan.
Terus, ada dua orang kakak, Hastomo dan Eddy Hartono, yang awalnya main di PB Djarum, saya ikut juga ke PB Djarum. Mulai main umur 10 tahun sudah di PB Djarum karena di PB Djarum kan ada tingkatannya, dari awal di sana sampai setelah main.

Katanya dulu Anda sempat berhenti di tengah jalan, kenapa?

Oh ya, itu waktu umur kira-kira 8 tahun, main masih diantar ibu kan seringnya. Kalau pulang kan, badan sakit semua. Terus, bapak bilang, kalau kayak gitu, sudah setop saja, enggak main. Jadi, sempat setop 2 tahun, umur 10 tahun mulai lagi.
ADVERTISEMENT

Apa yang membuat Anda mau kembali bangkit berlatih?

Waktu itu, pernah nonton pertandingan bulu tangkis anak-anak, ya. Jadi, pas ada pertandingan seusia-usia gitu (10 tahun), anak-anak itu mainnya sudah pada bagus, bisa juara. Dari situ, saya jadi kepengin lagi, main lagi.

Adakah beban karena melihat kakak kemudian menjadi pebulu tangkis hebat dan juara?

Waktu itu, sih, jadinya kayak semangat ingin main karena kakak kan pertandingan ke luar negeri dan menjadi juara, jadi kepengin juga gitu, lho.
(Hastomo Arbi dan Eddy Hartono sudah berprestasi saat Hariyanto Arbi masih kecil. Hastomo menyabet emas SEA Games 1979, 1981, dan 1983; dan trofi Piala Thomas 1984. Eddy menjuarai World Cup 1986, Piala Sudirman 1989, Piala Thomas 1994; serta emas SEA Games 1987, 1989, 1991--RED).
ADVERTISEMENT

Sejak usia berapa Anda mulai ikut turnamen internasional?

Kalau enggak salah, saat usia 17 tahun. Saya main di Hong Kong pertama kali.
Pebulu tangkis Indonesia, Hariyanto Arbi, dalam sebuah kejuaraan di masa jayanya. Foto: Instagram/@hariyanto_arbi

Anda merasakan 4 kali juara Piala Thomas, apa momen paling berkesan?

Tahun 1994, pertama kali ikut Piala Thomas, jadi semangatnya masih menggebu-gebu. Waktu itu, kami biasanya di tunggal putra kan sudah disusun strateginya, tunggal pertama siapa yang main, kami ngumpul dan bedah semua itu lawan-lawannya. Nanti kalau lawan 'ini', pemain lain kasih masukan.
Nah, waktu itu, karena pertama kali ikut Piala Thomas yang turnamen beregu itu, mainnya di Istora [Senayan, Jakarta], penontonnya ramai sekali. Saya masih belum pengalaman di beregu, jadi ngikutin komando penonton jadinya. Enggak pakai strategi, ikuti komando penonton.
ADVERTISEMENT
Kalau mereka teriak 'Smash', ya saya smash gitu. Akhirnya, sampai tenaganya habis sendiri, akhirnya kalah waktu itu. Kalau kalah, biasanya kan kalau tim Indonesia kuat, kalau satu sudah kalah biasanya enggak dimainkan lagi.

Kalahnya lawan siapa waktu itu?

Lawan Korea, saya kalah lawan Korea. Ya, Park Sung-woo.
(Hariyanto Arbi yang merupakan tunggal kedua/wakil ketiga Indonesia saat kontra Korea di semifinal Piala Thomas 1994 kalah dari Park Sung-woo dengan skor 16-17 dan 1-15. Indonesia tetap menang 4-1 usai Ricky Subagja/Rexy Mainaky menundukkan Lee Kwang-jin/Choi Ji-tae--RED).
Nah, pas sudah kalah, waktu awal kan strateginya kalau ketemu Malaysia [di final], saya harus turun main gitu. Nah, di situ, psikolog sama pelatih, ngasih motivasi dan evaluasi bareng, bertiga. Terus ditanya lagi, siap main atau enggak? Jadi akhirnya, waktu lawan Malaysia, saya dimainkan.
ADVERTISEMENT
(Hariyanto Arbi turun sebagai wakil pertama Indonesia saat melawan Malaysia di final Piala Thomas 1994. Ia mengalahkan Rashid Sidek 15-6 dan 15-11, RI menang 3-0 setelahnya--RED).

Siapa nama pelatih dan psikolog Anda waktu itu?

Waktu itu, pelatih saya adalah almarhum Indra Gunawan dan psikolognya adalah Profesor Singgih Gunarsa.

Masih ingatkah kata-kata motivasi dari mereka waktu itu?

Kami menonton video ulangan waktu saya kalah. Kan sudah tahu, salahnya di mana, mereka cuma kasih tahu bahwa mereka yakin sama saya. Masa, saya sendiri yang meragukan?
Saya juga jadi yakin setelah melihat evaluasi pertandingannya. Salahnya kan sudah tahu. Nah, dari situ, saya belajar bahwa kalau main jangan ngikutin penonton, harus ikut strategi awal gitu [yang telah disepakati bersama tim pelatih].
ADVERTISEMENT

Ada cerita dulu Hastomo Arbi sempat halangi Anda main di final Piala Thomas 1994, benarkah?

Iya, jadi karena mungkin waktu itu, dia tahu tekanannya karena kakak sering main di beregu, dia tahu makanya dia menyarankan, 'Saya tahu adik saya, jangan dimainin dulu' setelah kekalahan lawan Korea itu.
Namun, pelatih tetap percaya dan kembali saya ditanya, 'Siap turun, enggak?'. 'Ya, siap turun' karena saya kalau lawan Rashid, tunggal pertamanya [Malaysia] waktu itu, kan sering menang, jadi yakin. Apalagi main di Istora, sudah tahu kesalahan saya, saya yakin bisa membuka jalan buat [kemenangan] tim Indonesia.

Akhirnya Anda menang dan Indonesia jadi juara, apa kata Hastomo dan anggota keluarga lain?

ADVERTISEMENT
Ya, ikut senang karena kan memang main di Indonesia itu tekanannya lebih berat. Saya juga merasa bahwa selama ikut pertandingan, enggak pernah ngalamin setelah menang, rasanya badan itu enteng banget, kayak mau terbang. Mungkin, karena bebannya terlalu berat. Di pertandingan lain enggak pernah ngalamin, waktu di Piala Thomas 1994 saja.
Pebulu tangkis Indonesia, Hariyanto Arbi, pada masa jayanya banyak berprestasi. Foto: Instagram/@hariyanto_arbi

Selain Piala Thomas, dari sekian banyak gelar juara lain, ada yang berkesan lagi?

Kalau itu, All England 1993. Jadi, saya waktu itu pernah ikut di 1989 kalau enggak salah. Jadi dari klub PB Djarum waktu itu sudah membiayai saya untuk pertandingan di All England dan kalah di 8 besar dari Eddy Kurniawan.
ADVERTISEMENT
Terus, enggak pernah main [di All England] lagi, terus tahun 1993 itu [comeback]. Yang berkesannya, tahun 1992 saya masih nonton di TV, 'Wah, kapan nih bisa main di All England lagi dan bisa juara' dan pas 1993 bisa dapat gelar itu.

Mengalahkan siapa waktu itu di final All England 1993?

Joko Supriyanto. Dia lebih senior. (Hariyanto Arbi menang dengan skor 15–7, 4-15, 15-11--RED)
(Setahun berselang, pada 1994, Hariyanto kembali menggamit titel juara tunggal All England, dengan mengalahkan Ardy Wiranata 15–12, 17-14. Hariyanto nyaris mencetak hattrick juara andai tak kalah dari Poul-Erik Høyer Larsen pada final 1995--RED).

Bagaimana dengan World Championships 1995, Anda mengaku tak menyangka bisa menjuarainya?

Ya, karena dulu kan Sudirman dan Kejuaraan Dunia itu digabung (waktu penyelenggaraan beruntun). Waktu itu, Indonesia lagi kuat-kuatnya dan targetnya adalah rebut lagi dan bawa pulang Piala Sudirman.
ADVERTISEMENT
(Piala Sudirman 1995 dihelat di Lausanne, Swiss. Indonesia menjadi runner up usai dikalahkan China 1-3 di final. Hariyanto Arbi yang turun sebagai wakil pertama kalah dari Sun Jun--RED).
Sudah enggak semangat lagi [main di Kejuaraan Dunia] karena sudah kalah [di Piala Sudirman]. Karena penginnya kan Piala Sudirman. Jadi, main ngikuti saja dan badan sudah sakit semua gegara habis main Piala Sudirman karena mungkin tekanannya kuat, apalagi kalah, jadi ngerasa badannya, kalau kata orang Jawa, 'Remuk', hahaha...
Gitu, jadi enggak menyangka masuk final dan jadi juara 1995. Lawannya, Park Sung-woo [skor akhir 15-11 dan 15-8].
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Anda memiliki dua julukan, 'Jumping Jack' dan 'Smash 100 Watt', ada kisah apa di baliknya?

Kalau 'Jumping Jack', sih, kelihatannya orang Eropa yang juluki itu karena saya mainnya lompat-lompat gitu. Ya, benar, orang Eropa kelihatannya. Mungkin karena sering jumping smash.
ADVERTISEMENT
Kalau 'Smash 100 Watt' ini, ceritanya waktu itu, pertandingan di Malaysia, lupa saya turnamennya. Waktu itu, Ardy [Bernardus Wiranata] kalah sama Rashid, Rashid kan susah tuh dikalahkan kalau main di Malaysia. Jadi, Ardy malamnya itu kalah, terus paginya kami makan bareng, sarapan, terus saya bilang, 'Wah, Ar, smash kamu cuma 5 watt sih, coba nih nanti malam 100 watt'.
Kebeneran, malamnya saya menang beneran lawan Rashid itu. Mungkin, kalau seingat saya di belakang, ada wartawan yang dengar, makanya ditulis 'Smash 100 Watt'.

Arti '100 Watt' itu apa?

Enggak ada artinya, waktu itu kan guyonan saja, "Ah, smash-mu 5 watt, sih, coba nih 100 watt", guyonan sarapan pagi saja.

Apa rahasia smash keras Anda?

Banyak macamnya latihannya. Ada angkat beban, terus latihan skipping, latihan drilling yang lompat smash-lompat smash gitu.
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Sepanjang karier, siapa rival terberat Anda?

Dari China, Sun Jun, saya sering kalah. Menang beberapa kali, tetapi terakhir-terakhir banyak kalahnya. Terus, waktu itu juga sama pemain-pemain Indonesia karena waktu itu kita kuat di tunggalnya, jadi saling mengalahkan.
ADVERTISEMENT
(Menurut data yang tertera di BWF Tournament Software, Hariyanto Arbi kalah tiga kali dan menang sekali atas Sun Jun. Uniknya, satu kemenangan yang tercatat itu terjadi di kandang sang lawan, China Open 1992, 15-10 15-1--RED).

Bagaimana bersaing dengan tunggal putra RI yang kuat-kuat, seperti Alan Budikusuma, Joko Supriyanto, dan Ardy Wiranata?

ADVERTISEMENT
Kembali lagi, kalau kompetisinya bagus, apalagi di latihannya kan ketat, jadi di situ kami saling belajar saat latihan karena persaingannya ketat, jadi bagus buat kami.

Kapan Anda pertama kali masuk pelatnas? Dulu katanya Anda susah latihan karena lapangannya sedikit?

Saya awal masuk pelatnas tahun 1990, usia 19 tahun kalau enggak salah. Betul, kan dulu, saya pas awal masuk, Jalan Manila yang di Istora dibongkar, jadi asramanya di Ladogi, latihannya di Hall C dan di Asia-Afrika.
ADVERTISEMENT
Kalau di Hall C, lapangannya cuma tiga, pemainnya banyak di pelatnas. Jadi, ya, baru masuk menunggu 1,5 jam atau 2 jam, datang paling duluan, latihan paling belakangan. Biasanya sih menunggu dulu, habis itu baru latihan. Pemain utamanya yang latihan duluan.

Bagaimana Anda melihat tunggal putra RI sekarang?

Tunggal putra Indonesia Jonatan Christie pada penyisihan grup A Thomas Cup 2020 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark. Foto: Yves Lacroix/Badmintonphoto/BWF
Ya, apa ya, menurut saya karena saingannya ketat ya. Ketat sekali saingannya, kalau enggak benar-benar siap dan latihannya lebih keras sih keadaan di lapangan saat itu yang menentukan, jadi benar-benar persiapan mesti bagus.

Pada 2014, Anda bilang Jonatan Christie mendekati jadi penerus 'Smash 100 Watt', 4 tahun kemudian Jonatan juara Asian Games, kini menurun, bagaimana pendapatnya?

Mungkin ini ya, saya sih nyaranin lebih bagus Jonatan Christie itu melihat pertandingannya waktu dia juara Asian Games, gimana cara mainnya. Kalau sudah kalah-kalah sih percaya dirinya turun ya, mungkin cara ngembaliin percaya diri lagi dia harus lihat pertandingan waktu dia juara, biar memori dia terulang lagi, 'Oh, cara main saya tuh begini, yang bikin saya bagus tuh latihannya ini'.
ADVERTISEMENT

Ada komentar soal Anthony Ginting?

Ya, sama sih, mestinya. Treatment-nya sama. Kalau mau mengembalikan kepercayaan diri lagi, mesti melihat pertandingan waktu dia juara.
Ini yang saya sendiri. Jadi, kalau mulai kalah-kalah dan enggak percaya diri, saya melihat video saya waktu juara. Biasanya, keulang itu memorinya, oh, waktu itu latihannya 'ini' yang bikin performance kita bagus dan cara main kita mesti 'gini'.

Bagaimana kans RI di Piala Thomas?

Kesempatannya ada, bagus, karena Indonesia ada dua ganda yang kuat (Marcus Gideon/Kevin Sanjaya dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan). Jadi, harusnya strateginya, dua ganda dan satu tunggal yang diambil.
Ada sih kesempatannya (Indonesia jadi juara Piala Thomas) dan bagus juga. Yakin, tetapi kan yang di lapangan balik lagi, kita yakin tetapi kadang kan di lapangan lain. Kayak di Piala Sudirman kan kemarin gitu, kalau lihat strategi atau lihat susunan pemain, kualitas pemain kan kita lebih unggul, tetapi bisa kalah juga.
ADVERTISEMENT

Faktor apa yang membuat pemain Indonesia menang di ajang lain, tetapi kalah di Piala Sudirman?

Bisa jadi ada tekanan juga. Keadaan saat itu di lapangan kan beda-beda ya. Mungkin ada angin, shuttlecock-nya berat, gitu lho, ada faktor-faktor yang kalau kita lihat saja ini mainnya tidak bagus, paling gitu aja.
Tapi ada juga, karena hal-hal kecil, mainnya jadi bisa berubah gitu. Bisa enggak sesuai strategi atau keadaan karena ada kendala-kendala kecil.
Pebulutangkis tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting pada pertandingan Piala Sudirman di Energia Areena, Vantaa, Finlandia, Minggu (26/9). Foto: Raphael Sachetat/Badmintonphoto/BWF

Setelah Anda pensiun, mengapa tidak meneruskan karier sebagai pelatih?

ADVERTISEMENT
Saya pensiun pada 2000 setelah Piala Thomas. Terus, kenapa enggak melatih? Karena waktu itu pilihannya bukan di sana, hehe... Dulu masih belum tahu kan. Kalau dulu, kami tahunya main saja, sekarang orang-orang bisa belajar di mana saja kayak YouTube.
ADVERTISEMENT
Kalau dulu, susah akses belajarnya (belajar jadi pelatih). Jadi waktu saya main, tahunya main saja, setelah pensiun bingung mau apa, karena benar-benar enggak siap.
Kalau anak-anak sekarang kan banyak sumber belajarnya, mungkin sebelum pensiun mereka sudah bisa menyiapkan mau jadi pelatih, pengusaha, atau apa pun, sekarang banyak variasinya. Kalau saya kan dulu kurang.

Ada yang menawarkan Anda menjadi pelatih?

Ada, sih, cuma waktu itu kan habis selesai married, istri kan juga enggak mau kalau saya melatih di luar negeri. Jadi, pas kebenaran saja bisa menjalankan bisnis, masih kebenaran saja sih sampai sekarang menurut saya. Saya ngerasa, ini bergerak buat saya, jalannya itu lancar saja.

Negara mana yang menawarkan Anda melatih?

Singapura kalau enggak salah, lupa saya.
ADVERTISEMENT

Kapan Anda mulai merintis bisnis Flypower?

Saya mulai pada tahun 2002.

Kenapa memilih toko alat olahraga?

Enggak milih, sih. Gini, saya enggak ada pilihan waktu itu. Saya pada 2002 masih kontakkan sama teman yang main di Taiwan, Fung Permadi (mantan pebulu tangkis nasional yang kini melatih di PB Djarum), ngelatih sambil main. Saya tanya 'Ada enggak yang bisa dikerjain di sini buat di sana atau dari sana dibawa masuk ke sini?'.
Terus, Fung bilang, 'Ini ada yang mau pesan sepatu nih, mau dikerjain enggak?'.
Nah, jadi awalnya, dia pesan di sini, saya kirim ke Taiwan, kira-kira 1.500 sepatu dikirim ke Taiwan pakai namanya juga sudah Flypower. Iya, jadi, itu merek memang dari sana asalnya.
ADVERTISEMENT
Pengiriman kedua, waktu itu kalau enggak salah 2000-an sepatu, saya bilang ke Fung, 'Boleh enggak saya jual di sini sambil coba?'. Dia bilang, 'Ya, jual saja', akhirnya pesannya kita lebihin. Saya jual di sini mulai sepatu dulu.
Waktu mulai jual, pasar tuh menerima karena saya jelasin bahwa ini sepatu bulu tangkis. Soalnya dulu kalau enggak salah, ada banyak sepatu, tetapi enggak ada yang ngeklaim ini sepatu bulu tangkis. Pasar menerima, setelah itu, penjualannya bagus.
Terus, saya bertemu pihak Flypower Taiwan ini. Ngobrol, ini mau gimana ke depannya, mau sama-sama atau gimana. Dia yang bilang, 'Oh lain, Flypower Indonesia dan Flypower Taiwan lain. Sudah, sendiri-sendiri saja'.
Saya boleh pakai nama Flypower ini, tetapi dia minta barter dengan nama dan logo saya juga. Barter brand. Kalau dulu kan saya ada Arbi, lompat itu (maksudnya foto dia lagi lompat), dia pakai di sana juga sama pakai foto-foto saya buat promosi.
ADVERTISEMENT

Masih kontak dengan pihak Taiwan sekarang?

Enggak, sudah lama. Setelah waktu terakhir ketemu, Itu [bisnis Flypower Indonesia] sudah jalan 3-4 tahun, dan bilang Flypower Indonesia dan Flypower Taiwan sendiri-sendiri, masing-masing saja, setelah itu sudah.
Terus, malah sekarang yang berkembang kan Flypower Indonesia, Flypower Taiwan-nya enggak berkembang kelihatannya ya karena patennya yang di luar punya saya kebanyakan. Mungkin dia enggak patenkan, tetapi kalau saya iya, di Eropa dan lain-lain.
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Hariyanto Arbi. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Bagaimana Flypower merambah ke produk lain?

Awalnya itu kan memang sepatu dulu, terus ke raket, karena modelnya terbatas, jadi mulai sedikit-sedikit dulu.

Sudah ke negara mana saja ekspornya?

Kalau sekarang, enggak banyak dan kecil-kecil sih, kalau market-nya kan 80% masih di Indonesia dan 20%-nya di luar negeri. Luar negerinya tuh di Vietnam, Malaysia, Thailand, Brunei, Iran, Bahrain, Uni Emirat Arab, Jerman, mana lagi ya, ada 8-10 negaralah.
ADVERTISEMENT

Produksinya bagaimana?

Produksinya yang bisa bikin di Indonesia, ya, kami bikin di Indonesia. Tapi ada beberapa barang seperti raket, mesin senar, karpet itu masih dari luar karena belum ada pabriknya di sini kelihatannya sih.

Dari dulu Flypower sudah berkantor di Kebayoran?

Enggak, dulu di emperan Asia-Afrika, toko-toko kecil di situ. Ini sudah 5 tahun di sini. Jadi dari Asia-Afrika, kami pernah juga pindah ke gang-gang, di Senayan juga, sudah tiga kali pindah, baru terakhir di sini.
(Kantor Flypower Indonesia terletak di Jln. Pulo Tanjung No. 28 RT 03/RW 06 Grogol Utara - Keb. Lama, Jakarta, Jakarta 12210).

Ada kantor cabang?

Enggak ada. Agen ada, ada di Banten, DKI, Jawa Barat, dan Palembang. Kalau tokonya, mungkin kita sudah masuk 102-104 toko seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT

Berapa omzetnya?

Hahaha... Enggak usahlah, enggak enak juga.

Apakah kondisi finansial sempat terdampak pandemi?

Pas pandemi awal-awal kena, habis itu normal. Pas awal-awal saja di Februari sampai Juli 2020, itu yang benar-benar sepi banget. Terus di Agustus 2020 mulai naik dan sekarang sudah normal.
***
Ikuti survei kumparan Bola & Sport dan menangi e-voucher senilai total Rp3 juta. Isi surveinya sekarang di kum.pr/surveibolasport.