Peneliti Kembangkan Obat Untuk Atasi Kepikunan di Usia Tua

17 Februari 2019 19:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kakek sudah pikun. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kakek sudah pikun. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebuah obat eksperimental sedang dikembangkan oleh sekelompok peneliti untuk mengatasi masalah kepikunan, salah membuat keputusan, atau gangguan mental lainnya di usia tua.
ADVERTISEMENT
Sekelompok peneliti dari Pusat Ketergantungan dan Kesehatan Mental di Toronto meyakini obat tersebut bisa membantu para penderita skizofrenia dan Alzheimer.
Nantinya, obat ini dapat dikonsumsi per hari oleh mereka yang berusia lebih dari 55 tahun apabila uji klinis terhadap obat tersebut dinyatakan aman dan benar-benar efektif mencegah berkurangnya ingatan.
Dalam pengujian yang dilakukan terhadap hewan berusia tua, terbukti mereka memiliki ingatan yang lebih baik dalam waktu setengah jam setelah mengonsumsi obat tersebut. Bahkan setelah dua bulan, jaringan otak yang sebelumnya menyusut pada hewan dapat berkembang kembali, menurut para peneliti.
Etienne Siberley, dari Pusat Ketergantungan dan Kesehatan Mental Toronto, mengatakan obat ini bukan hanya ditujukan untuk mereka yang mengalami penurunan kemampuan kognitif, tapi juga menurunnya daya ingat dan gangguan mental seperti depresi, skizofrenia dan Alzheimer.
Ilustrasi obat. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Siberly mengungkapkan, jika obat ini terbukti sukses dalam pengujian untuk manusia, maka orang-orang berusia di atas 55-60 tahun bisa mengonsumsinya secara rutin untuk mengatasi permasalahan-permasalahan daya ingat dan mental yang bisa terjadi di usia tua.
Sebelumnya, belum ada obat-obatan yang teruji klinis dapat membantu mengembalikan daya ingat, gangguan mental dan skizofrenia. Tapi, para peneliti yakin jika obat yang mereka kembangkan dapat melakukan itu dengan cara menyasar jaringan otak yang terkait proses belajar dan ingatan. Kemudian, obat itu akan mengembalikannya.
Hasil studi tentang kehilangan memori, pada dasarnya terkait dengan neurotransmitter yang dikenal sebagai GABA (Asam gamma-Aminobutyric) yang memperlambat kerja neuron. Selain itu, obat yang dikembangkan ini merupakan obat turunan dari benzodiazepine, keluarga obat-obatan yang termasuk pil anti kecemasan Valium dan Xanax.
ADVERTISEMENT
Dalam hasil penelitian ini tidak menunjukkan obatnya dapat berpengaruh terhadap hewan yang berusia muda yang tidak memiliki kelemahan pada ingatannya. Seperti yang dikatakan Siberly, obat ini hanya berfungsi terhadap otak yang mengalami penurunan kognitif, yang berusaha meningkatkan ingatan yang lemah.
Ke depannya, para peneliti berencana untuk menguji obat ini kepada mereka yang mengalami depresi tinggi, seperti dilaporkan The Guardian.
"Jika obat ini dapat mengatasi masalah tersebut, maka obat ini dapat memberikan dampak untuk menyembuhkan depresi," kata Siberly.