Pasien Virus Corona di Indonesia Kebanyakan Berusia 45 Tahun ke Bawah

13 Mei 2020 6:32 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas medis mengambil sampel lendir dari seorang penumpang KRL saat tes swab COVID-19 di Stasiun Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Petugas medis mengambil sampel lendir dari seorang penumpang KRL saat tes swab COVID-19 di Stasiun Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Meski pandemi virus corona SARS-CoV-2 di Indonesia belum membaik, pemerintah bakal memperbolehkan warga berusia di bawah 45 tahun untuk beraktivitas kembali lantaran dianggap sehat secara fisik. Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo, mengatakan pemberian izin ini bertujuan untuk menekan angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
ADVERTISEMENT
“Kelompok muda usia di bawah 45 tahun mereka adalah secara fisik sehat, mereka punya mobilitas tinggi dan rata-rata kalau toh mereka terpapar mereka belum tentu sakit, mereka tidak ada gejala. Kelompok ini tentunya kita berikan ruang untuk beraktivitas lebih banyak lagi sehingga potensi terkapar karena PHK bisa kita kurangi,” ujar Doni, saat jumpa pers, Senin (11/5).
Dasar pelonggaran batas gerak bagi kelompok muda tak pelak menuai polemik. Menurut data sebaran usia pengidap COVID-19 di Indonesia pada situs covid19.go.id, mereka yang terinfeksi mayoritas justru berusia 0 hingga 45 tahun, persentasenya mencapai 53,4 persen. Sementara 46,6 persen sisanya berusia 46 tahun ke atas.
Sedangkan untuk alasan kedua, kelompok muda dianggap kerap terinfeksi tanpa gejala. Hal ini justru semakin berisiko memperluas penyebaran. Dengan potensi sebagai carrier virus, anak muda yang dibiarkan bebas beraktivitas rentan membuka peluang terjadinya penularan senyap, karena ia bisa saja tampak sehat meski telah terinfeksi.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, pemerintah juga mengumumkan wacana relaksasi kebijakan PSBB. Hal ini ditentang ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono. Menurut Pandu, Indonesia masih jauh untuk bisa menerapkan rencana tersebut.
Pandu menjelaskan, setidaknya ada tiga indikator yang harus dipenuhi sebelum melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Indikator tersebut terdiri dari indikator epidemiologi, public health, dan kesiapan layanan kesehatan.
Pertama, indikator epidemiologi yang mencakup data penurunan kasus, penurunan suspect, dan penurunan kematian. Evaluasi data tersebut mesti dilihat dalam kurun waktu dua minggu atau lebih.
Kedua, indikator public health. Indikator ini berisi data mengenai jumlah tes diagnostik yang telah tercapai, soal kesehatan masyarakat secara umum seperti apakah orang yang pakai masker meningkat, apakah orang yang menjaga kesehatannya meningkat seperti cuci tangan, dsb.
ADVERTISEMENT
Adapun indikator terakhir berkaitan dengan kesiapan layanan kesehatan yang tersedia. Untuk memenuhi prasyarat terakhir ini, pemerintah harus memastikan ketersediaan ICU dan alat pelindung diri (APD). Tujuannya agar memastikan layanan yang tersedia mampu menampung pasien seandainya ada lonjakan kasus kembali.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! Bantu donasi atasi dampak corona.