Ini Alasan Tambang Nabi Sulaiman Ditinggalkan menurut Peneliti

4 Oktober 2022 7:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para arkeolog telah menggali situs yang dikenal sebagai Slaves Hill di Lembah Timna, yang merupakan pusat utama produksi tembaga dari abad ke-11 hingga ke-9 SM. Foto: Central Timna Valley Project
zoom-in-whitePerbesar
Para arkeolog telah menggali situs yang dikenal sebagai Slaves Hill di Lembah Timna, yang merupakan pusat utama produksi tembaga dari abad ke-11 hingga ke-9 SM. Foto: Central Timna Valley Project
ADVERTISEMENT
Raja atau Nabi Sulaiman diceritakan punya kekayaan luar biasa di kitab agama Abrahamik. Berdasarkan penuturan alkitab, Sulaiman mendapat kekayaannya salah satunya dari pertambangan bahan Bumi, seperti tembaga, perunggu, hingga emas.
ADVERTISEMENT
Perburuan tambang tersebut dimulai sejak lama. Sejarawan modern, misalnya, mengusulkan beberapa tempat (ada di Israel dan ada yang di Spanyol) yang diyakini sebagai King of Solomon’s Mines —Tambang Raja Sulaiman. Kisah kekayaan Nabi Sulaiman sendiri belum mencapai konsensus antara sejarawan, dengan beberapa dari mereka bahkan menyebut pertambangan tersebut adalah hanyalah kisah dongeng.
Ada beberapa titik yang diyakini sebagai Tambang Nabi Sulaiman, salah satunya adalah sisa pertambangan kuno yang ditemukan di Lembah Timna, Gurun Negev Israel. Fragmen dari arang di Lembah Timna tersebut diyakini berasal dari 10 abad SM, hingga ditinggalkan 3000 tahun yang lalu.
Kemudian tambang tersebut ditinggalkan oleh masyarakat tanpa alasan yang jelas. Ekskavasi arkeologis terbaru yang dipimpin oleh Mark Cavanagh dari Tel Aviv University, Israel, mengungkap kenapa sejarah tambang kuno ini terhenti.
ADVERTISEMENT
Lembah Timna di gurun Negev Israel dekat Eilat adalah lokasi pertambangan tembaga besar dan industri peleburan sekitar 3.000 tahun yang lalu. Foto: Central Timna Valley Project
Berdasarkan penelitian yang terbit di Scientific Reports pada 21 September 2022, Cavanagh dan kolega meneliti fragmen arang dari 3.000 tahun yang lalu dari area Lembah Timna, khususnya di Slave Hill. Pada 3.000 tahun yang lalu, industri tembaga berada di puncaknya, dan ini bertepatan dengan masa kepemimpinan Nabi Sulaiman —setidaknya menurut peniliti yang sepakat bahwa ia pernah ada.
Seperti biji mineral lain, biji tembaga perlu dipanaskan untuk diekstrak dari tanah. Api yang panas dihasilkan dari arang yang dibakar besar-besaran. Ketika awal-awal pertambangan, masyarakat kuno Lembah Timna menggunakan kayu dari white broom dan akasia secara besar-besaran. Namun seiring waktu, seperti ditunjukkan dari sampel arang, kualitas kayu bergeser ke kayu dari pohon lebih jelek.
Arang membakar lebih panas dan lebih lama dari kayu yang digunakan untuk membuat arang, dan para peneliti mengambil sampel arang dari berbagai fase industri tembaga kuno. Foto: Central Timna Valley Project
Peneliti berpendapat penebangan pohon besar-besaran menuntun ke kelangkaan kayu berkualitas. Puncaknya, tidak ada kayu lagi yang bisa dipakai untuk membuat arang. Masyarakat saat itu terpaksa meninggalkan tambang dan mencari sumber penghidupan lain.
ADVERTISEMENT
"Ketika Anda mulai menebang pohon, Anda menggerakkan efek bola salju," kata Cabannagh. Lebih sedikit pohon berarti lebih sedikit hewan dan lebih sedikit air di seluruh ekosistem, dan "beberapa hal yang hilang tidak pernah kembali."
Pertambangan baru dilanjutkan 1.000 tahun kemudian ketika Nabath dan Romawi mengimpor kayu untuk arang yang lebih baik.