Gunung Es Raksasa Seukuran Pulau Bali di Antartika Akhirnya Mencair Tak Tersisa

22 April 2021 7:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Serangkaian gambar yang diambil selama lebih dari dua minggu menunjukkan A-68a mendekati Georgia Selatan, kemudian retak dan berputar setelah menabrak area lepas pantai dasar laut dangkal. Foto:  European Space Agency (ESA)
zoom-in-whitePerbesar
Serangkaian gambar yang diambil selama lebih dari dua minggu menunjukkan A-68a mendekati Georgia Selatan, kemudian retak dan berputar setelah menabrak area lepas pantai dasar laut dangkal. Foto: European Space Agency (ESA)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Gunung es raksasa di Antartika yang perjalannya terdokumentasikan dengan baik dikabarkan telah mencair, hancur dan hanyut di lautan Atlantik.
ADVERTISEMENT
Gunung es A68 pertama kali memisahkan dirinya dari lapisan es Larsen C di Semenanjung Antartika pada tahun 2017. Sejak saat itu, A68 menjadi gunung es terbesar yang pernah ada, luasnya setara pulau Bali atau 5.800 kilometer persegi.
A68 terus bergerak menerjang Antartika Selatan, menuju Pulau Georgia. Di sana, suhu dan gelombang hangat memecahnya menjadi bongkahan es raksasa. Bongkahan itu terfragmentasi menjadi potongan-potongan yang lebih kecil sehingga sulit untuk dilacak.
Peta kontur menunjukkan dasar laut di wilayah tempat A-68a terbelah dan berbelok. Foto: British Antarctic Survey/ESA
A68 telah sejak lama dipelajari dan diamati. Berkat citra satelit, peneliti dapat melihat jelas ketika A68 pertama kali mengalami retakan.
Ilmuwan dapat melihat celah di es dan perbedaan suhu di air yang mengelilinginya. Mereka menyaksikan bagaimana gunung es terlepas dari lapisan es Larsen C, kemudian berputar menuju perairan yang lebih hangat dalam arus yang disebut Weddell Gyre.
ADVERTISEMENT
Pada November 2020, A68 diprediksi bakal menabrak perairan dangkal dekat Pulau Georgia Selatan yang terletak di bagian tenggara Argentina.
A68 berpotensi menutup akses penguin yang hidup di sana. Namun prediksi meleset. A68 justru bergerak sangat lambat dan sebaliknya secara bertahap ia mencair.
A68 kemudian retak ketika gelombang menghantamnya dan air hangat merembes ke dalam lapisan es sehingga menimbulkan retakan-rekan kecil lainnya.
"Kami melihat setiap belokan demi belokan kecil," kata Laura Gerrish, spesialis pemetaan di British Antarctic Survey, kepada BBC. "Kami dapat mengikuti kemajuannya dengan citra satelit harian, pada tingkat detail yang belum dapat kami lakukan sebelumnya."
Sebuah peta menunjukkan bagaimana A-68a telah bergerak sejak retak di Larsen C. Garis biru menunjukkan jejak sejarah gunung es lainnya. Foto: European Space Agency (ESA)
Para peneliti juga telah melakukan penelitian guna memahami bagaimana A68 bisa lepas dari Larsen C dan memengaruhi ekosistem di sekitarnya, kendati iklim Antartika yang ekstrem membuat penelitian sulit dilakukan.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2018, ekspedisi Survei Antartika Inggris mencoba menuju lokasi A68 itu tercipta untuk mengumpulkan sampel dasar laut, tetapi ekspedisi itu terhalang oleh es laut yang sangat tebal. Misi kedua pada tahun 2019 juga bernasib serupa.
Sementara misi ke Pulau Georgia Selatan pada Februari 2021 akhirnya membuahkan hasil. Para peneliti mengerahkan dua robot di dekat pulau tersebut untuk mempelajari bagaimana masuknya air tawar yang dingin dari pecahan A68 yang mencair memengaruhi ekosistem setempat. Salah satu robot dikabarkan hilang, tapi robot lain bisa ditemukan pada Mei mendatang dan datanya bakal dianalisis.