Bagaimana Zat Radioaktif di Tangsel Bisa Bahayakan Tubuh Manusia?

19 Februari 2020 7:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas melakukan dekontaminasi zat radioaktif di Perumahan Batan Indah-Serpong. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas melakukan dekontaminasi zat radioaktif di Perumahan Batan Indah-Serpong. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Paparan radioaktif cukup tinggi ditemukan di daerah Perumahan Batan Indah, Tangerang Selatan, pada Sabtu (15/2). Dari hasil analisis laboratorium yang dilakukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) dan Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN) hingga 8 Februari 2020, sumber radiasi tinggi itu berlokasi di area tanah kosong di samping lapangan voli blok J.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini, BAPETEN masih melakukan investigasi mencari sumber penggunaan radioaktif Cesium 137 atau Cs-137, termasuk mendata pihak mana saja yang menggunakan Cs-137.
Yang pasti, menurut Kabag Komunikasi Publik dan Protokol BAPETEN, Abdul Qohhar, zat radioaktif itu diduga memang sengaja dibuang oleh pihak tertentu karena Cs-137 bukan berasal dari alam.
Bagaimanapun, paparan radioaktif Cesium-137 memang bisa membahayakan manusia, terlebih ketika jumlah paparannya sangat tinggi. Yang jadi pertanyaan, bagaimana paparan radiasi ini bisa membahayakan tubuh? Dan apa risiko jangka panjang dari paparan radiasi tersebut?
Gris polisi di lokasi penemuan Limbah Radioaktif di Perumahan Batan Indah. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Menurut Kathryn Higley, direktur departemen teknik nuklir dan fisika kesehatan radiasi di Oregon State University, ketika sebuah reaktor nuklir bocor atau rusak, zat yang akan dilepaskan adalah yodium radioaktif dan Cesium. Kedua zat kimia ini pernah ditemukan di bekas uji coba nuklir Jepang.
ADVERTISEMENT
Yodium radioaktif yang dilepaskan ke lingkungan memiliki dua cara dalam merusak tubuh manusia. Pertama membunuh sel-sel di dalam tubuh, kedua dapat menyebabkan mutasi DNA. Jika mutasi tidak diperbaiki, maka sel akan berubah menjadi kanker.
Yodium radioaktif biasanya diserap oleh kelenjar tiroid yang berujung pada kanker tiroid, seperti dijelaskan Prof. Dr. Lydia Zablotska, peneliti di departemen epidemiologi dan biostatistik di University of California, San Francisco.
Walau begitu, menurut Andre Bouville dari National Cancer Institute yang mempelajari tingkat radiasi dari ledakan Chernobyl di Ukraina pada 1986, umur yodium radioaktif relatif pendek, ia akan menghilang dalam waktu dua bulan pasca-kecelakaan. Ini artinya, jika paparan telah berlangsung selama dua bulan, maka yodium radioaktif tidak menimbulkan risiko penyebaran.
Garis pembatas dipasang di lokasi dekontaminasi zat radioaktif di Perumahan Batan Indah-Serpong. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Adapun Cesium radioaktif dapat bertahan di lingkungan selama lebih dari satu abad. Ketika Cesium radioaktif memengaruhi manusia, mereka tidak terkonsentrasi di satu bagian tubuh, sebagaimana yodium radioaktif menyerang kelenjar tiroid. Semakin tinggi tingkat radiasi dari Cesium radioaktif, semakin tinggi pula risiko seseorang terkena kanker.
ADVERTISEMENT
“Misalnya jika ada seseorang yang terpapar 10 rem (100 millisievert, mSV) radiasi, risiko kankernya akan naik sekitar setengah persen. Dosis ini setara dengan sekitar lima kali pemeriksaan CT Scan,” ujar Higley seperti dikutip dari Live Science.
Ini artinya, risiko paparan radioaktif tergantung pada seberapa banyak radiasi yang diserap tubuh. Mereka yang terpapar radiasi tingkat tinggi, sekitar 200 rem (2000 milisievert) dapat mengembangkan penyakit akibat radiasi.
Menurut Zablotska, penyakit yang ditimbulkan dari radiasi ini sering berakibat fatal, orang-orang yang terpapar biasanya akan mengalami gejala seperti pendarahan dan pelepasan lapisan pada saluran pencernaan. Ini juga terjadi pada 140 orang ketika kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl di Ukraina.
Maka tidak heran jika tim BATAN bertindak cepat untuk mensterilkan lingkungan yang terpapar radiasi radioaktif cukup tinggi. Sebagai langkah antisipasi, tim BATAN akan melakukan pemeriksaan Whole Body Counting (WBC) terhadap sejumlah warga yang tinggal di sekitar lokasi penemuan.
ADVERTISEMENT