Jalan Berbayar Diklaim Lebih Efektif daripada Ganjil Genap

28 Februari 2020 12:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengendara melintasi alat teknologi sistem jalan berbayar elektronik (ERP) di Jalan Merdeka Barat. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Pengendara melintasi alat teknologi sistem jalan berbayar elektronik (ERP) di Jalan Merdeka Barat. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
Implementasi sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) diprediksi lebih efektif mengurai kemacetan di jalan protokol dan perbatasan di Jakarta.
ADVERTISEMENT
Kepala Humas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Budi Rahardjo, menjelaskan pembagian wewenang proyek tersebut. Menurutnya, saat ini BPTJ bertanggung jawab terhadap sistem ERP yang akan diterapkan di jalan nasional berbatasan dengan Jabodetabek.
"Untuk jalan protokol seperti M.H. Thamrin dan Jenderal Sudirman itu kewenangannya Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Lalu BPTJ fokusnya pada ERP yang ada di jalan nasional, misalnya perbatasan Depok, Bekasi, Tangerang ke Jakarta," kata Budi Raharjo kepada kumparan beberapa waktu lalu.
Jalan nasional yang dimaksud yaitu Jalan Margonda yang berbatasan dengan Depok, Jalan Kalimalang yang berbatasan dengan Bekasi, dan Jalan Daan Mogot yang berbatasan dengan Tangerang.
Budi menyebut, implementasi sistem ERP di jalan nasional masih dalam tahap kajian terkait payung hukumnya. Pertimbangannya agar segera dilakukan didasari kepadatan lalu lintas di Jakarta justru didominasi kendaraan dari wilayah sekitarnya.
Macet di Kawasan Pancoran Jakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Dalam perkembangan selanjutnya justru permasalahan yang terjadi kepadatan lalu lintas yang ada di Jabodetabek ini berasal dari jalan-jalan dari sekitarnya dan kemudian di situlah perlu diterapkan ERP," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Data BPTJ menyebut, pada tahun 2015 pergerakan manusia di Jabodetabek tercatat masih sekitar 47,5 juta pergerakan per hari. Pada tahun 2018, pergerakannya sudah meningkat menjadi 88 juta pergerakan per hari.
Dari 88 juta itu, hanya sekitar 8 persen yang menggunakan angkutan umum untuk tujuan aktivitas ke tempat kerja dan rutinitas lainnya. Sedangkan ERP di beberapa negara sukses menurunkan volume kendaraan bermotor hingga 13 persen.
"Jadi ERP ini sebenarnya dikatakan sebagai kebijakan yang lebih permanen untuk pengendalian kemacetan. Kebijakan Ganjil-Genap yang selama ini dilakukan tidak bisa dilakukan sebagai kebijakan permanen dan efektif selamanya," jelas Budi.

Kapan ERP di Jalan Nasional Terealisasi?

Kemacetan di ruas jalan Margonda Raya, Kota Depok. Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
Budi menyebut ERP di jalan nasional masih dalam tahap kajian dibanding jalan berbayar di bawah kewenangan Dishub DKI Jakarta yang sudah lebih siap.
ADVERTISEMENT
"Kita masih membahas skema-skema yang bisa dilakukan menuju ke sana, mulai dari skema hukum, skema teknis, skema pembiayaan, skema kelembagaan. Kalau berbicara target memang sesuai Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018 harusnya selesai tahun 2020," pungkasnya.
Nah, menurut kumparanOTO readers, apakah sistem jalan berbayar di jalan protokol dan jalan nasional lebih efektif mengurai macet ketimbang Ganjil-Genap?