Tutup Munas Ulama NU, JK Soroti Konflik Dunia karena Ketidakadilan

1 Maret 2019 14:30 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden Jusuf Kalla menutup Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat. Foto: Dok. Setwapres
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Jusuf Kalla menutup Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat. Foto: Dok. Setwapres
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Presiden Jusuf Kalla menutup rangkaian Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdhlatul Ulama Tahun 2019. Dalam sambutannya, JK mengingatkan kader NU untuk berperan mengatasi masalah keadilan.
ADVERTISEMENT
JK menjelaskan, banyak masalah yang terjadi di sejumlah negara, khususnya di negara Islam terjadi karena adanya ketidakadilan. Ia mencontohkan Suriah, Libya, Yaman, Nigeria, Tunisia yang berkonflik karena masalah keadilan.
"Hampir semua yang berkonflik ini dan tentu justru dengan dasar republik, apakah itu Suriah, Irak, Libya, Yaman, Nigeria, Mesir, Tunisia. Semuanya berdasarkan republik tapi perilakunya seperti kerajaan tanpa memperhatikan kedaulatan rakyatnya. Maka timbul perang satu sama lain dan ini memberikan kita suatu kesedihan. Dan upaya tentu bagaimana membantu dalam batas kemampuan kita untuk menjaga perdamaian," kata JK di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Jumat (1/3).
Masalah yang sama, kata JK, juga terjadi di sejumlah negara di Asia seperti di Filipina, Thailand, dan Myanmar. Menurutnya, pemerintah harus turut berperan untuk membawa kembali perdamaian di negara-negara tersebut.
ADVERTISEMENT
"Begitu juga sekitar negara di Asean ini. Di Filipina alhamdulillah sudah hampir selesai persoalannya, sudah ada perdamaian. Tapi di Thailand Selatan belum, Myanmar juga belum selesai, belum berakhir. Masih kita upayakan. Indonesia mempunyai peran yang sangat penting untuk negara-negara tersebut," tuturnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kedua kanan) tiba di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar untuk menutup Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama diCitangkolo, Banjar, Jawa Barat. Foto: Dok. Setwapres
JK mengaku bersyukur masalah tersebut kini tidak terjadi di Indonesia. Ia menyebut Indonesia telah belajar dari konflik yang pernah terjadi di masa lalu, sehingga dapat diselesaikan secara damai.
JK mencontohkan pemberontakan DI/TII dan Permesta yang terjadi di masa lalu juga disebabkan karena masalah keadilan.
"Jadi pelajaran bagi kita dan semua masalah intinya adalah masalah keadilan, sejak dahulu. DI/TII di sini, di Sulawesi juga masalah keadilan. Kenapa? (Karena) mereka berjuang tapi tidak diberikan suatu posisi yang baik atau peran yang tinggi. Permesta (juga terjadi karena) orang merasa pembangunan di luar Jawa (tidak) sebaik di pusat," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Karena itulah maka setiap pemerintahan, setiap kita semua, salah satu perjuangan kita ialah bagaimana meningkatkan kedaulatan dan keadilan daripada suatu bangsa dan negara," tegasnya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menutup Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat. Foto: Dok. Setwapres
Meski demikian, keadilan dapat tercapai apabila tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat tinggi. Menurut JK, jika tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat rendah, maka berpotensi dapat dipengaruhi oleh paham yang tidak sesuai dengan tujuan bernegara. Karena itulah, JK menilai kehadiran pondok pesantren penting untuk mengatasi masalah tersebut.
"Alhamdulillah pendidikan kita, pesantren kita, tadi Pak Wagub menyampaikan ada 85 ribu pesantren. Luar biasa. Di Jawa Tengah, Jawa Timur juga seperti itu semuanya, memberikan dasar bagaimana mencerdaskan bangsa dan bagaimana kita semua menjaga kedaulatannya. Karena hanyalah pendidikan yang memahami kedaulatan dan keadilan itu bagaimana pelaksanaannya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT