Pers Malaysia yang Lebih Bebas di Bawah Mahathir

15 Februari 2019 11:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWAMI) saat berfoto bersama di Putrajaya, Malaysia. Foto: Dok. Iswami
zoom-in-whitePerbesar
Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWAMI) saat berfoto bersama di Putrajaya, Malaysia. Foto: Dok. Iswami
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
"Wartawan boleh bertanya apa saja ke Tun Mahathir," kata seorang jurnalis senior Malaysia dalam perbincangan ringan di Putrajaya, Kamis (14/2).
ADVERTISEMENT
Pria berambut putih itu kemudian bercerita panjang mengenai era kebebasan pers di Malaysia. Bagi dia, wartawan Malaysia kini seperti menikmati apa yang dirasakan media di Indonesia setelah era reformasi.
"Tun Mahathir sehabis suatu acara akan menjawab semua pertanyaan, tak ada batasan," imbuh pria yang sudah 20 tahun lebih menekuni dunia jurnalistik itu.
Kemudian, dengan mimik serius dan gerak tangan dia menggambarkan era sebelum Mahathir yang semua serba dibatasi.
"Dulu kalau mau tanya, disiapkan dan dicoret mana yang tak suka, dibatasi," kata dia lagi.
Media Malaysia di bawah pemerintahan Mahathir kini seperti mendapat darah segar, semua bisa diberitakan.
Dari perbincangan santai itu, kumparan yang datang bersama 22 wartawan Indonesia ke Malaysia dalam rombongan Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia Indonesia (ISWAMI), kemudian menanyakan langsung ke tokoh senior pers Malaysia.
ADVERTISEMENT
Datu Abdul Jalil yang juga pemimpin surat kabar dan media online terbesar di Malaysia, Sinar Harian, mengamini soal pers Malaysia yang kini lebih bebas.
"Kita memang tidak sebebas Indonesia, tapi dengan Tun Mahathir, lebih bebas (dibanding) dahulu," ujar pria yang akrab disapa Datu Jalil ini.
Bagi Datu Jalil, yang utama dari kebebasan itu adalah sebuah tanggung jawab. Pers jangan sampai menjadi alat untuk menyalahkan orang lain.
"Kebebasan harus digunakan dengan sebaik mungkin, tidak fitnah atau fake news," ungkap dia.
Suasana pertemuan Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWAMI) di Putrajaya, Malaysia. Foto: Dok. Iswami
Era Digital di Malaysia
Lebih lanjut, perbincangan dengan Datu Jalil beralih ke soal masa depan media. Menurut dia, sama seperti yang dihadapi di negara mana pun, era digital telah tiba.
"Penurunan oplah surat kabar sampai 20 persen," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Sinar Harian adalah koran terbesar di Malaysia dengan oplah 100 ribu eksemplar. Dahulu, koran yang terbit sejak 2006 ini bisa sampai 350 ribu eksemplar.
Sinar Harian sendiri sudah menyiapkan diri dengan era digital. Situs Sinar Harian kini menjadi media online terbesar di Malaysia.
"Views-nya 3 juta sehari," kata Datu Jalil.
Tapi ada tantangan terbesar di industri media digital. Senada dengan Datu Jalil, Datu Suhaimi yang juga pemimpin redaksi astroawani.com menyampaikan soal iklan yang belum kuat di media digital Malaysia.
"Kita menghadapi Facebook dan Google," ujar Suhaimi.
Facebook, Google, dan berbagai platform media sosial adalah tantangan bagi media digital. Apalagi berbagai platform itu akrab dengan kalangan milenial. Tak hanya bagi media digital di Malaysia, tetapi juga di Indonesia.
ADVERTISEMENT