Penjelasan Eks Jampidsus Adi Toegarisman soal Penanganan Kasus Dana Hibah KONI

18 Mei 2020 21:25 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Adi Toegarisman. Foto: Abyan Faisal/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Adi Toegarisman. Foto: Abyan Faisal/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nama mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Adi Toegarisman, turut disebut dalam persidangan kasus suap dana hibah Kemenpora ke KONI tahun anggaran 2018.
ADVERTISEMENT
Adi disebut oleh mantan asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Ia disebut menerima uang Rp 7 miliar untuk pengamanan perkara yang sama yang tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).
Adi yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (JAMIntel) ini pun membantah tudingan tersebut. Ia mengaku tak pernah berkomunikasi dengan pihak manapun terkait kasus dana hibah KONI, baik kepada pihak Kemenpora maupun KONI sendiri.
"Tidak ada itu saya mendesain perkara, memainkan perkara, saya bisa buktikan tahapan tahapan penyelesaian (kasus)," kata Adi saat berbincang dengan kumparan, Senin (18/5).
Eks Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Adi Toegarisman. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Adi menegaskan bahwa pengusutan kasus yang dilakukan Kejaksaan Agung terkait dana Hibah untuk KONI itu sudah sesuai dengan prosedur. Mulai dari laporan masuk hingga penyelidikan, bahkan penyidikan.
ADVERTISEMENT
Berikut penjelasan Adi mengenai kronologi penanganan kasus yang dilakukan Kejaksaan Agung:

16 Mei 2018

Kejaksaan Agung mendapat laporan dari masyarakat terkait dugaan kasus penyaluran dana hibah dari Kemenpora ke KONI. Laporan tersebut kemudian diadministrasikan lalu ditelaah oleh jaksa peneliti.

6 Juni 2018

Hasil penelaahan sudah selesai dilakukan. Jaksa peneliti merekomendasikan laporan itu layak ditindaklanjuti.
"Iya ada indikasi kuat (pidana)," kata Adi.
Berkas dari Sub Direktorat Pengaduan Masyarakat tersebut kemudian disampaikan ke bagian penyelidikan.

26 Juni 2018

Warih Sadono selaku Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung melaporkan tindak lanjut laporan itu kepada Adi. Warih meminta persetujuan laporan itu naik ke tahap penyelidikan.

28 Juni 2018

Adi mengeluarkan disposisi menyetujui dilakukannya penyelidikan terkait perkara itu.
ADVERTISEMENT
"Hanya 2 hari saya setuju dilakukan penyelidikan," ujar Adi.

9 Juli 2018

Surat Perintah Penyelidikan terbit. Penyelidikan kasus dugaan rasuah dana hibah KONI ke Kemenpora mulai dilakukan Kejaksaan Agung.

17 September 2018

Tim penyelidik sudah membuat hasil laporan penyelidikan. Perkara bisa dinaikkan ke penyidikan.
Pada medio tersebut, jabatan direktur penyidikan Kejagung yang semula diisi oleh Warih Sadono berpindah ke Asri Agung Putra. Akibatnya ada ekspose ulang mengenai kasus dana hibah KONI tersebut.

21 Februari 2019

Dalam gelar perkara oleh Direktur Penyidikan yang baru, kasus tersebut direkomendasikan naik jadi penyidikan.

12 Maret 2019

Laporan hasil ekspose dilaporkan kepada Adi.

13 Maret 2019

Adi menyetujui kasus naik ke penyidikan.

22 April 2019

Berkas penyidikan dinyatakan komplet dan surat perintah penyidikan terbit. Sempat mengalami perpanjangan hingga 8 Mei 2019.
ADVERTISEMENT
Selama prosesnya, kata Adi, sudah ada sekitar 50 saksi yang diperiksa.
"Ahli keuangan sudah kami periksa, ahli dari LKPP pun sudah selesai, tinggal kami ini meminta bantuan perhitungan kerugian negara, pada saat itu kami minta kepada BPKP," kata dia.
Namun, BPKP merekomendasikan perhitungan kerugian negara diminta ke BPK. Sebab, BPK sudah mendalami terkait perkara ini.
"Kami akhirnya meminta bantuan BPK, September 2019, gitu ya," kata dia.
Adi pensiun pada 28 Februari 2020. Menurut dia, hingga dia pensiun, perhitungan BPK terkait kerugian negara belum keluar. Hingga saat ini, Kejagung masih menunggu terkait hasil perhitungan tersebut.
"Artinya perkara ini sudah berjalan, semenjak saya tinggalkan ini sudah selesai tinggal menunggu perhitungan kerugian negara," pungkasnya.
ADVERTISEMENT

Kejaksaan Agung-BPK

Dalam persidangan, Ulum menyebut soal adanya dugaan aliran dana ke Kejaksaan Agung dan BPK. Aliran uang itu terkait dana hibah KONI. Dugaan aliran dana ke Kejagung dalam rangka pengamanan kasus. Sementara ke BPK terkait audit keuangan.
Ulum pun menyebut siapa pihak di BPK dan Kejagung yang diduga menerima aliran dana itu.
"BPK untuk inisial AQ yang terima Rp 3 miliar itu, (anggota BPK) Achsanul Qosasi. Kalau Kejaksaan Agung ke (eks Jampidsus) Adi Toegarisman. Setelah itu (pemberian uang) KONI tidak lagi dipanggil oleh Kejagung," kata Ulum saat bersidang, Jumat (15/5).
Achsanul Qosasi sudah membantah mengenai tudingan tersebut.
Ia mengakui bahwa kasus dana Hibah KONI yang diperiksa oleh BPK tahun 2016. Namun, ia mengaku bahwa hal tersebut bukan ranah dia.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam kasus ini, Imam Nahrawi didakwa menerima suap Rp 11,5 miliar. Perbuatan itu dilakukannya bersama Miftahul Ulum yang juga telah berstatus terdakwa.
Suap diberikan Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Jhonny F Awuy selaku Bendahara Umum KONI. Suap diberikan untuk mempercepat pencairan dana hibah yang diajukan KONI ke Kemenpora tahun kegiatan 2018.
Selain itu Imam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 8,6 miliar selama menjabat Menpora.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona