LIPSUS Pembunuhan Bidan Sweetha

Pembunuhan Bidan Sweetha: Mabuk Asmara Berujung Maut (1)

28 Maret 2022 9:44 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perangai Dony Christiawan Eko Wahyudi tampak berbeda sore itu. Rabu (16/3), tak lama usai pulang dari rumah sakit tempatnya bekerja sebagai perawat di Rembang, Jawa Tengah, ia bergegas pergi lagi. Dony pamit pada istrinya hendak ke Semarang—tiga jam perjalanan dari Rembang.
“Saya sebagai istri yang tahu kesehariannya, melihat wajahnya gelisah,” kata istri Dony, Dian, Rabu (23/3). Kepada kumparan, ia meminta namanya disamarkan.
Tak seperti biasanya pula, Dony memilih bermotor ke Semarang. Padahal, jika pergi cukup jauh, dia biasanya menggunakan mobil Lancer hijau stabilo. Dian pun sempat bertanya kepada suaminya apakah ada masalah.
Ora ono, wes ora opo-opo (tidak ada, tidak ada apa-apa),” jawab Dony, seperti ditirukan Dian.
Dony lalu mengenakan jaket hitam dan helm putihnya, dan langsung menunggangi kuda besinya. Ia berangkat ke Semarang dari rumah kontrakannya di Dukuh Babrik, Desa Sumbergirang, Kecamatan Lasem, Rembang, tanpa sempat berpamitan ke anaknya.
Rumah kontrakan Dony di Lasem, Rembang. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Diam-diam sejumlah personel Resmob Polda Jawa Tengah mengintai gerak-gerik Dony. Ia dibuntuti sejak keluar dari rumah kontrakannya.
“Ada tim lengkap yang mengawasi dia. Saya tugaskan untuk menempel [ke Dony]” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Djuhandani Rahardjo Puro, kepada kumparan di kantornya, Kamis (24/3).
Polisi menduga Dony membunuh Sweetha Kusuma Gatra Subardiya, bidan asal Sleman yang juga single parent dari dua orang putra.
Dony dan Sweetha tak asing satu sama lain. Dony adalah kekasih Sweetha. Kepada Sweetha, Dony mengaku duda karena cerai. Padahal ia masih beristri dan memiliki seorang putri berusia 6 tahun.
Bidan Sweetha. Foto: TikTok/@sweethazaneta
Sweetha menghilang sejak Senin, 7 Maret. Paman Sweetha, Winarno, khawatir dan menelepon Dony tanggal 16 Maret, pada hari Dony bertolak ke Semarang. Winarno yakin Dony tahu keberadaan kemenakannya karena ia adalah pacar Sweetha. Namun, Dony tak bisa dihubungi.
Winarno lantas menelepon rekan Dony dan mengeluh susah menghubungi Dony. Tak lama kemudian, Dony menelepon Winarno. Sang paman langsung menanyakan keberadaan keponakannya. Dony bilang tidak tahu.
Winarno pun berkata pada Dony bahwa ia akan melaporkan kehilangan Sweetha ke Polda Jawa Tengah.
“Saya bilang mau ke Polda. Dia [Dony] bilang katanya masih di Kudus. Terus dia telepon lagi, katanya sudah di Semarang,” tutur Winarno kepada kumparan di rumahnya, Sleman, DIY, Selasa (22/3).
Dony pun berniat ikut melaporkan hilangnya Sweetha bersama Winarno. Sekitar pukul 19.00–20.00 WIB, ia tiba di Polda Jateng.
Ketika itu, polisi sudah tahu Sweetha hilang karena dibunuh. Jasadnya ditemukan di bawah Jembatan Tol Semarang–Solo KM 425 pada Minggu, 13 Maret—enam hari setelah ia menghilang.
Dony dibekuk di depan Mapolda Jateng. Foto: Youtube/Jatanras Jateng
Setiba di Markas Polda Jateng, Dony diringkus Tim Resmob Ditreskrimum dan langsung diinterogasi. Ia mengaku telah membunuh Sweetha dan membuangnya di Jembatan Tol Semarang–Solo KM 425.
Yang mengejutkan, Dony ternyata juga membunuh anak bungsu Sweetha yang berusia 4 tahun, Muhammad Faeyza, sekitar dua pekan sebelum ia membunuh Sweetha. Jasad Faeyza ia buang tak jauh dari lokasi penemuan mayat Sweetha.
Lokasi penemuan jasad Faeyza di bawah Jembatan Tol Semarang-Solo. Foto: Youtube/Jatanras Jateng
Benih-benih cinta Dony dan Sweetha bermula ketika mereka sama-sama menjadi vaksinator di RSUP Dr. Sardjito, Sleman, DIY. Dony mengaku sebagai perawat di RSUP Dr. Sardjito, sedangkan Sweetha bekerja di RSU Mitra Sehat, kabupaten yang sama.
Menurut Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Djuhandani, Dony sempat bekerja sebagai debt collector di sebuah lembaga pembiayaan di Kudus selulus kuliah. Tak lama kemudian, ia menjadi perawat di beberapa rumah sakit di Purwokerto, Yogyakarta, Semarang, dan Rembang.
Setelah berpacaran dengan Sweetha, Dony kerap mengunjungi rumah sang pacar di Sleman. Ia berusaha mendekati keluarga Sweetha. Dony pun amat perhatian kepada anak kedua Sweetha yang berkebutuhan khusus, Faeyza.
“Pikir saya, [Dony] orang baik,” timpal Eni, ibu Sweetha, kepada kumparan.
Ibu Bidan Sweetha menjemput jasad anak dan cucunya di RS Bhayangkara Semarang, Selasa (22/3). Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Ketika hubungan Dony dan Sweetha kian dekat, Dony mengajukan diri untuk mengasuh Faeyza. Selama ini, Faeyza dititipkan kepada seorang pengasuh di Gamping, Sleman, saat Sweetha bekerja.
Dony menuding pengasuh Faeyza galak dan sering memeras dengan meminta uang. Sweetha percaya saja dengan ucapan Dony dan mengizinkannya untuk mengasuh Faeyza. Keluarga Sweetha pun tak curiga sama sekali, sebab Dony memang biasanya sangat perhatian kepada mereka.
Saat ibu Sweetha operasi karena patah kaki, Dony rela datang dari Rembang—yang berjarak lima jam dari Sleman—untuk mengobati dan mengganti perbannya.
Ketika kedua orang tua Sweetha pulang ke Palembang, Sumatera Selatan, Dony sering mengirim obat-obatan. Dony pun berjanji untuk memberikan terapi kepada Faeyza. Semua perhatian dan kebaikan Dony membuatnya dipercaya oleh keluarga Sweetha.
Desember 2021, Dony melamar Sweetha. Lamaran itu diterima dan anak kedua Sweetha, Faeyza, dibawa untuk tinggal bersamanya di Rembang.
Dony, kekasih sekaligus pembunuh Bidan Sweetha. Foto: Youtube/Jatanras Jateng
Kepada istrinya di Rembang, Dony menyebut Faeyza sebagai cucu Mbah Kakung di tempatnya bekerja sampingan di Yogya. Istrinya pun heran.
“Dari awal, saya sudah tanya kenapa dititipkan. [Saya bilang] ‘Istrimu kerja, yang mau jaga siapa?’ [Kata Dony] ‘Gampang.’ Ya sudah. Kalau saya tanya dan suami jawab, sudah, saya diam, menghindari percekcokan,” ujar Dian.
Di Rembang, Dian bekerja sebagai guru di Madrasah Ibtidaiyah.
Kombes Djuhandani mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan, alasan Dony merawat Faeyza adalah demi merebut simpati keluarga Sweetha.
“Motifnya mengambil hati [Sweetha dan keluarganya]. Setelah itu kebablasan,” ujar Djuhandani.
Sweetha dan keluarganya tertipu oleh tampilan luar Dony. Nyatanya, Faeyza bukannya dirawat, tapi malah disiksa. Dony kerap menganiaya dan mengurung Faeyza. Ia disekap dan sering tak diberi makan.
Faeyza ditemukan tinggal tengkorak dan rangka. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan

Nestapa Faeyza

Faeyza ditinggal sendirian di rumah sejak pagi karena Dony dan istrinya sama-sama bekerja. Dony bekerja sampai sore. Anaknya sendiri dibawa sang istri yang sekalian mengantarnya ke TK sambil berangkat kerja.
Ketua RW tempat Dony tinggal, Riris Andwianto, mengatakan bahwa ia dan warga sekitar tak melihat Faeyza lagi sejak awal Februari. Namun, hampir setiap malam terdengar suara tangisan anak.
“Saya pernah dengar [Dony] bentak-bentak, ‘Jangan diulangi lagi!’ [Ada suara anak bilang] ‘Jangan, jangan, sakit, sakit,’” kata Riris.
Keterangan Riris itu diamini Kombes Djuhandani. “Dia [Dony] menyampaikan [kepada penyidik] sering memukul, mengunci, dan tidak memberi makan [Faeyza]. Begitu didapatkan, [Faeyza] sudah meninggal tanggal 19 Februari itu.”
Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Djuhandani Rahardjo. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Sebelum meninggal, Faeyza pernah menjalani operasi di RS tempat Dony bekerja. Saat itu sudah muncul dugaan bahwa ia dianiaya. Informasi ini didapat Riris dari temannya yang bekerja satu rumah sakit dengan Dony di Rembang setelah kasus pembunuhan terkuak.
Kombes Djuhandani membenarkan kabar itu. “Tanggal 24 Desember, anak korban masuk RS. Menurut tersangka [Dony] karena jatuh dari tempat tidur.”
Sumber kumparan menyebut, Dony sering emosi kepada Faeyza. Putra kedua Sweetha itu ia anggap nakal. Dony, misalnya, kesal karena Faeyza sering buang air besar sembarangan.
Suara tangisan makin sering terdengar hingga akhirnya Faeyza mati lemas pada 19 Februari.
“[Faeyza] meninggal karena dianiaya dan tidak diberi makan, disekap di dalam rumah tersangka [Dony],” kata Djuhandani.
Ilustrasi anak teraniaya. Foto: Zwiebackesser/Shutterstock
Polisi menyebut bahwa istri Dony tidak tahu saat Faeyza tewas lantaran ia masih bekerja. Dony membawa keluar jenazah Faeyza ketika istrinya tak berada di rumah. Sang istri sempat bertanya keberadaan Faeyza, dan dijawab Dony “Sudah dikembalikan ke Mbah Kakung.”
Namun versi berbeda disampaikan Riris yang mendengar cerita langsung dari mulut Dian, istri Dony. Menurut Riris, justru Dian yang pertama kali mengetahui Faeyza sudah tak bernyawa usai ia pulang mengajar.
Dian kaget dan menelepon Dony yang bergegas pulang. Dian sempat hendak melaporkan kematian Faeyza ke RT/RW, tetapi dilarang Dony.
“[Dian] takut sama suaminya. Mau cerita tapi takut,” kata Riris.
Saat berbincang dengan kumparan, Dian bungkam soal tewasnya Faeyza.
Mobil yang dipakai Dony unyuk membuang jasad Faeyza dan Sweetha. Foto: Erandhi Hutomo Saputra/kumparan
Dony membungkus jenazah Faeyza dengan plastik dan menaruhnya di bagasi mobil Lancer kuning milik sang istri. Ia kemudian mencari lokasi untuk membuat mayat Faezya via Google Maps, dan menemukan tempat yang ia anggap sepi, yakni di Jembatan Tol Semarang–Solo KM 426.
Minggu subuh, 20 Februari, Dony pun membuang jasad Faeyza.

Pria Bermasalah

Meski polisi menyebut motif Dony mengasuh Faeyza adalah demi mengambil hati Sweetha dan keluarganya, Riris sang Ketua RW menduga ada motif ekonomi di balik itu.
Saat merawat Faeyza, Dony mendapat bantuan uang dan sembako dari keluarga Sweetha. Ibu Sweetha, Eni, sempat memberi Dony uang Rp 2 juta dan beras ketika mereka bertemu.
Sweetha juga mendapat jatah uang dari mantan suaminya untuk mengurus Faezya.
Di sisi lain, menurut Riris, selama menikah, yang menyokong ekonomi Dony adalah keluarga istrinya dari Pemalang. Mobil yang dipakai Dony pun merupakan hasil keringat istrinya.
Dian mengiyakan. “Itu mobil punya saya. Saya yang beli. Orangnya [Dony] monggo diproses hukum. Saya tidak mau meringankan, saya sudah sakit. Tapi paling tidak materi untuk anak harus kembali. Itu yang saya pertahankan, untuk masa depan anak.”
Selain itu, Riris mendapat cerita bahwa Dony sering terjerat utang.
“Kata temannya zaman SMP dan SMA, dia [Dony] itu banyak masalah, duit atau apa pun. Jadi saya perkirakan, ini tetap [ada] motif ekonomi,” ujar Riris.
Dony memeragakan adegan saat ia mencekik Bidan Sweetha dalam prarekonstruksi perkara. Foto: Youtube/Jatanras Jateng

Pembunuhan Berencana

Satu kejahatan menuntun ke kejahatan yang lain.
Dony kalut ketika Sweetha menanyakan kabar anaknya. Ia bilang Faeyza baik-baik saja, tetapi selalu mengelak saat Sweetha minta video call dengan putra bungsunya itu.
Sweetha pun resah. Ia sempat bercerita kepada teman-temannya. Apalagi pada awal Maret, Sweetha sempat tidak bisa menghubungi Dony selama tiga hari berturut-turut.
Ketika akhirnya bisa menghubungi Dony, Sweetha berniat mengambil Faeyza. Keduanya sepakat bertemu di Semarang pada Senin, 7 Maret. Dony meminta Sweetha membawa sarung dan tas besar.
Permintaan itu, menurut Kombes Djuhandani, merupakan bukti bahwa Dony sejak awal memang berencana membunuh Sweetha. Ia berniat menggantung Sweetha dan menyiapkan skenario Sweetha bunuh diri.
Dony ingin membunuh Sweetha lantaran takut ketahuan membunuh Faezya.
Kawasan Sukun, Semarang, tempat Dony dan Sweetha bertemu sebelum pembunuhan. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Senin sore, 7 Maret, Sweetha turun dari bus di kawasan Sukun, Semarang. Dony menjemput Sweetha dengan mobil Lancer kuning milik istrinya. Keduanya lalu mampir ke minimarket dan mengisi perut.
Di mobil, Sweetha kembali menanyakan Faeyza. Doni berkilah, berkata bahwa Faeyza dititipkan ke orang lain. Sweetha lagi-lagi percaya.
Mereka lalu menuju ke sebuah hotel melati di kawasan Candisari, Semarang. Sumber kumparan menyebut, di hotel itu Sweetha bercerita ke Dony soal kenalan barunya: seorang pria yang berprofesi sebagai PNS.
Mendengar cerita itu, Dony dongkol dan cemburu, namun tetap berhubungan badan dengan Sweetha yang lalu membandingkan Dony dengan sang lelaki PNS. Berikutnya, Dony mencekik dan menjerat leher Sweetha dengan hijab yang dipakai sang bidan.
Sweetha pun mati lemas. Skenario Sweetha bunuh diri akhirnya batal.
Dony memperlihatkan kepada polisi caranya mencekik Sweetha. Foto: Youtube/Jatanras Jateng
Kombes Djuhandani menyatakan, Dony mencekik Sweetha lantaran kesal ditanya terus soal Faezya.
“Kemarin disampaikan ada [bahasan soal] laki-laki lain, itu fakta yang kami dapatkan. Yang kami buktikan adalah: karena Sweetha tanya terus soal kondisi anaknya, Donny panik,” ujar Djuhandani.
Setelah Sweetha tewas, Dony membungkus jasadnya dengan sarung yang dibawa Sweetha atas permintaan dia. Dony kemudian melongok ke luar jendela beberapa kali untuk memastikan kondisi sepi.
Berikutnya, ia mengeluarkan jasad Sweetha dari kamar. Awalnya jenazah sempat digendong, namun karena berat dan harus melewati tangga, Dony akhirnya menyeretnya dari dari lantai dua hotel itu ke mobil yang berada di lantai dasar.
Tak ada yang tahu tindak tanduk Dony karena situasi hotel yang sunyi.
Dony memeragakan adegan saat membawa jenazah Bidan Sweetha menuruni tangga hotel di kawasan Candisari, Semarang. Foto: Youtube/Jatanras Jateng
Selasa subuh, 8 Maret, Dony pun memasukkan jenazah Sweetha ke jok belakang mobil yang ia kendarai.
Setelahnya, ia kembali ke kamar hotel di lantai dua untuk beres-beres dan istirahat. Baru sekitar pukul 10.00 WIB ia check out dari hotel tersebut.
Dony tak langsung membuang jasad Sweetha. Ia singgah di sebuah masjid di kawasan Kaligawe, Semarang, untuk beristirahat sambil menanti gelap.
Ketika jam menunjukkan pukul 19.00 WIB, barulah Dony memacu mobil istrinya masuk ke Tol Semarang–Solo. Ia lalu membuang jasad Sweetha di KM 425, hanya satu kilometer dari tempat ia membuang jasad Faezya.
Pembunuhan Bidan Sweetha. Ilustrasi: kumparan
Menurut Kombes Djuhandani, Dony sengaja membuang jenazah Sweetha di jalur yang sama dengan tempat ia membuang jasad Faezya.
“Karena [Dony] sudah belajar dari peristiwa membuang anaknya [Sweetha di lokasi itu] sekian lama, enggak ketahuan.”
Selasa malam itu, Dony pulang ke Rembang.
Beberapa hari setelahnya, Minggu 13 Maret, warga Pudakpayung, Banyumanik, Semarang, Sriyono (69), mencari rumput untuk makan kambingnya sekitar 20 meter di bawah jembatan tol. Ketika itulah ia menemukan sesosok mayat terbungkus sarung.
Jasad Sweetha sudah membusuk. Sriyono lalu melaporkan penemuan mayat tersebut ke warga sekitar dan aparat. Dari situlah pembunuhan Sweetha dan anaknya dapat terungkap.
“Saya ikut senang [bisa terungkap]. Semoga yang berbuat dapat hukuman setimpal,” kata Sriyono.
Sriyono, penemu jasad Bidan Sweetha. Foto: Erandhi Hutomo Saputra/kumparan
Ditreskrimum Polda Jateng menyatakan, tersangka pembunuhan Bidan Sweetha sejauh ini hanya Dony. Lelaki 31 tahun itu dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Polisi masih mendalami dugaan keterlibatan pihak lain, termasuk istri Dony. Namun polisi menegaskan tak bakal bertindak gegabah.
“Penetapan tersangka tidak boleh sembarangan. [Istrinya] sekarang tulang punggung, masih ada anak,” kata Djuhandani.
Kepada kumparan, Dian sang istri merasa ikut menjadi korban. Ia merasa tertampar saat diberi tahu polisi bahwa Dony selama ini berhubungan dengan Sweetha sampai bertunangan, hingga akhirnya membunuh Sweetha.
“Ada korban, anak dan ibu, memang biadablah, sadis. Cuma lihatlah saya di sini, saya juga korban. Saya enggak tahu apa pun, saya juga merawat anak itu [Faezya]. Makanya setelah saya didatangi polisi, diberi tahu ternyata [suami saya] begini-begini, mending saya dijotos, berdarah atau mati, daripada perasaan dilukai,” tutup Dian.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten