Pelaku Penembakan Masjid Christchurch Pengikut Supremasi Kulit Putih

15 Maret 2019 14:47 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tangkapan layar dari video yang menunjukkan wajah salah satu tersangka yang bertanggung jawab atas serangan di salah satu masjid, di Christchurch, Selandia Baru. Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Tangkapan layar dari video yang menunjukkan wajah salah satu tersangka yang bertanggung jawab atas serangan di salah satu masjid, di Christchurch, Selandia Baru. Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Brenton Tarrant, pria berdarah Australia yang diduga salah satu dari empat pelaku penembakan masjid Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3), mengaku fanatik supremasi kulit putih.
ADVERTISEMENT
Hal ini dia sampaikan dalam manifesto setebal 37 halaman yang ditulisnya di internet sebelum menembaki dua masjid, membunuh 40 jemaah yang tengah salat Jumat.
Dalam manifesto itu, pria 28 tahun itu mengaku pandangan politiknya terinspirasi dari politisi konservatif Amerika Serikat Candace Owens, pendukung Donald Trump yang mengkritisi gerakan Black Lives Matter.
Tarrant juga mengakui dirinya adalah seorang fasis dan pendukung pandangan Oswald Mosley, politisi Inggris pendiri Serikat Fasis Inggris pada 1930-an.
Berbagai pandangan Tarrant menunjukkan bahwa dia adalah pengikut garis keras kelompok supremasi kulit putih yang fasis.
Sebuah mobil polisi memblokir mobil seorang tersangka usai insiden penembakan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Foto: Reuters
Kelompok ini mengagungkan bangsa kulit putih dan merendahkan ras lainnya, terutama yang saat ini tengah jadi sorotan: imigran Muslim. Hal ini ditegaskan Tarrant dalam tulisannya berjudul "Anti-imigran, anti-Muslim".
ADVERTISEMENT
Dalam postingan tersebut, ia menjelaskan sudah merencanakan penembakan di Christchurch sejak dua tahun yang lalu. Sebelum menargetkan kota Christchurch, ia melakukan perjalanan menggunakan kereta.
Dalam postingan itu ia menjelaskan siapa dirinya beserta asal keluarganya.
“Saya hanyalah seorang kulit putih biasa dengan umur 28 tahun. Saya lahir di Australia dari keluarga dengan penghasilan menengah. Orang tua saya keturunan Skotlandia, Irlandia, dan Inggris. Tidak ada masalah dalam masa kecil saya.”
Ia menambahkan tidak tertarik dengan dunia pendidikan. Ia sangat jarang meraih nilai yang bagus. Bahkan ia tidak kuliah karena tidak tertarik dengan apa yang ditawarkan pihak kampus.
Barrant pernah bekerja kemudian menginvestasikan gajinya di Biconnect, lalu menggunakan uang itu untuk bepergian.
ADVERTISEMENT