PBB Kembali Cegat Junta Myanmar dan Taliban Wakili Negara

15 Desember 2022 11:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo PBB Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo PBB Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Untuk kedua kalinya, Komite Kredensial PBB kembali memblokir upaya junta Myanmar dan Taliban yang menguasai Afghanistan untuk mewakili negara mereka dalam badan tersebut.
ADVERTISEMENT
Junta mengajukan klaim untuk merebut kursi Myanmar di PBB. Begitu pula dengan Taliban yang ingin menempati kursi Afghanistan.
Sebagaimana tahun lalu, komite menunda permintaan mereka. Tetapi, permintaan ini dapat dipertimbangkan lagi dalam sembilan bulan.
Komite Kredensial PBB bekerja di bawah Majelis Umum PBB (UNGA). Komite ini terdiri dari sembilan negara anggota termasuk China, Rusia, dan Amerika Serikat (AS). Mereka bertugas melaporkan kredensial para perwakilan dalam badan itu kepada UNGA.
UNGA yang beranggotakan 193 orang akan menyetujui laporan terbaru Komite Kredensial PBB pada Jumat (16/12).
Anggota Taliban duduk di atas kendaraan militer selama parade militer Taliban di Kabul, Afghanistan. Foto: Ali Khara/REUTERS
Junta Myanmar dan Taliban sedang bersaing dengan utusan pemerintah yang mereka gulingkan pada tahun lalu. Sebab, penerimaan oleh PBB adalah satu langkah maju dalam pengakuan internasional yang diincar junta Myanmar dan Taliban.
ADVERTISEMENT
Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan dari pemerintah yang diakui secara internasional pada pertengahan Agustus 2021.
Dikutip dari Reuters, Taliban juga pernah memerintah Afghanistan pada 1996 –2001. Bahkan selama itu pun, duta besar dari pemerintah yang mereka gulingkan tetap diakui sebagai utusan resmi di PBB.
Naseer Ahmad Faiq sekarang mempertahankan posisinya sebagai Wakil Tetap Afghanistan untuk PBB. Taliban ingin menggantikan dia dengan salah satu anggota mereka, Muhammad Suhail Shaheen.
Massa bergabung dalam unjuk rasa menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, Selasa (9/2). Foto: Stringer/REUTERS
Junta juga tak punya kursi
Militer Myanmar lagi-lagi menemui nasib yang sama dengan Taliban. Setelah merebut kekuasaan dalam kudeta pada Februari 2021, para jenderal tidak mampu menduduki kursi negaranya di PBB.
Kabar ini dikonfirmasi dua diplomat yang merahasiakan nama mereka, serta kelompok HAM Myanmar Accountability Project (MAP).
ADVERTISEMENT
"Ini merupakan langkah penting yang memiliki makna diplomatik dan simbolis yang besar, pada saat para pemimpin kudeta ilegal berusaha mendapatkan pengakuan internasional," ujar Direktur MAP, Chris Gunness, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (15/12).
Keputusan tersebut menegaskan bahwa Kyaw Moe Tun tetap memegang jabatan Wakil Tetap Myanmar untuk PBB.
Tun menerima dukungan dari Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG) yang didirikan para politikus usai mereka dicopot dari jabatan saat kudeta.
Sejak ditangkap pada hari kudeta, sejumlah persidangan militer tertutup dijalani pemimpin sipil terpilih, Aung San Suu Kyi. Sejauh ini, dia telah dijatuhi hukuman penjara sekitar 26 tahun.
Sementara Tun bahkan pernah menjadi sasaran percobaan pembunuhan beberapa bulan setelah kudeta. Pengambilalihan kekuasaan itu telah menjerumuskan Myanmar ke dalam krisis.
Sebuah kendaraan lapis baja berkeliling di jalan selama protes melawan kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Minggu (14/2). Foto: Stringer/REUTERS
Protes pro-demokrasi berkembang menjadi gerakan bersenjata yang melawan tindakan brutal militer terhadap penantang kudeta.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, sekitar 2.589 orang tewas di Myanmar. Junta kemudian menggantung empat aktivis dan politikus pro-demokrasi pada Juli.
Peristiwa ini menjadi hukuman mati pertama di Myanmar sejak 1980-an. Mengingat perkembangan situasi, MAP lantas meminta PBB menjamin hak-hak istimewa Tun berkaitan dengan statusnya.
Pihaknya turut mendesak agar NUG dipastikan mewakili Myanmar dalam semua badan PBB. MAP menyinggung kehadiran perwakilan militer di Mahkamah Internasional (ICJ).
Padahal, Myanmar menghadapi persidangan genosida atas tindakan keras terhadap muslim Rohingya di ICJ. MAP juga merujuk pada kursi Myanmar yang masih kosong di Dewan HAM PBB (UNHRC).
"Langkah terbaru ini harus membuka jalan untuk menyelesaikan anomali yang merampas kesempatan bagi 55 juta orang di Myanmar untuk diwakili di PBB oleh pemerintah yang mereka pilih secara telak pada 2020," kata Direktur Perlindungan MAP, Damian Lilly.
ADVERTISEMENT